BAB VI
DISTRIBUSI
TEGANGAN DI SEKITAR TEROWONGAN
6.1. Distribusi Tegangan Sebelum Dibuat Terowongan
6.2. DISTRIBUSI
TEGANGAN DI SEKITAR TEROWONGAN UNTUK
KEAMAN YANG
PALING IDEAL
Untuk memudahkan perhitungan distribusi
tegangan disekitar terowongan maka digunakan asumsi‑asumsi sebagai berikut:
a. Geometri
dari terowongan
‑ Penampang
terowongan merupakan sebuah lingkaran dengan jari-jari R.
‑ Terowongan
berada pada bidang horisontal.
‑ Terowongan
terletak pada kedalaman H >> R (H > 20 R).
‑ Terowongan
sangat panjang, sehingga dapat digunakan hipotesa regangan bidang
(plane strain).
b. Keadaan
batuan.
‑ Kontinu.
‑ Homogen.
‑ Isotrop.
c. Keadaan
tegangan awal (initial stress)
hidrostatik.
so = gH, dengan g = density batuan, H = kedalaman
Symmetrcal revolution di sekeliling Oz.
Gambar 6.1. Koordinat Silindrik
Gambar 6.2. Perhitungan distribusi
tegangan di sekitar terowongan
Kesetimbangan pada Or :
Kesetimbangan pada Oz :
Kesetimbangan terowongn :
(6.1) dan (6.2)
Perpindahan dan regangan :
u = perpindahan radial
Elastik Linier (Hukum Hooke) :
Sebelum
penggalian Sesudah penggalian
Gambar 6.3. Keadaan tegangan sebelum dan sesudah
penggalian
Untuk r = 0 :
Gambar 6.4. Distribusi tegangan di sekitar terowongan
6.3. DISTRIBUSI TEGANGAN DI SEKITAR TEROWONGAN UNTUK
TEGANGAN AWAL TIDAK HIDROSTATIK
a. sv
(TEGANGAN VERTIKAL) ≠ 0, sh (TEGANGAN HORISONTAL) = 0
Gambar 6.5. Kondisi tegangan awal uniaksial
Tegangan di sekitar lubang bukaan
(terowongan dengan penampangnya berbentuk lingkaran) diberikan oleh rumus di
bawah ini (Duffaut, 198l):
Gambar 6.6 menunjukkan bahwa tegangan
tangensial tidak lagi konstan pada kontur lingkaran di mana :
Gambar 6.6.Tegangan tangensial pada
kontur sebuah terowongan berbentuk lingkaran dengan tegangan awal yang
uniaksial (Duffaut, 1981)
Gambar 6.7. Distribusi tegangan pada
sumbu simetri untuk tegangan awal yang
uniaksial (Duffaut,
1981)
b. sv
(TEGANGAN VERTIKAL) ≠ 0, sh (TEGANGAN HORISONTAL) ≠ 0
Gambar 6.8. Kondisi tegangan awal
biaksial
Tegangan di sekitar lubang bukaan
(terowongan yang berbentuk lingkaran) menjadi (Duffaut, 198l):
Tegangan tangensial pada kontur lingkaran
:
Dapat dilihat bahwa semua tarikan
(tensile) tangensial akan hilang jika eh mencapai harga sv/3 dan untuk sv = sh semua sfv = 2 sv .
Jika terowongan tidak berbentuk lingkaran
= kontur yang tidak isotrop (kontur elips) maka tegangan ekstrim pada sumbu
lubang bukaan seperti pada Tabel 6.1.
Tabel 6.1. Tegangan Ekstrim pada sumbu lubang bukaan
bebrbentuk elips (Duffaut, 1981)
6.4. DISTRIBUS1 TEGANGAN D] SEKITAR TEROWONGAN UNTUK
BATUAN YANG
TIDAK ISOTROP (ORTHOTROP)
Dalam hal elastik orthotrop di mana ada
dua modulus yang tegak lurus E1 dan E2, untuk sistem pembebanan uniaksial,
distribusi tegangan tidak dipengaruhi, hanya deformasinya. Jadi distribusi yang
didapat dari perhitungan sebelumnya tetap berlaku.
Ketidakisotropan dari batuan sangat
mempengaruhi kekuatan dari batuan tersebut. Misalnya kuat tekan dari batuan
yang berlapis (schist) dapat bervariasi dari 1 sampai 10 kali lipat atau lebih
dan merupakan fungsi dari arah perlapisan (Gambar 6.9).
Gambar 6.9. Kuat tekan dari sebuah batuan
berlapis yang merupakan fungsi dari sudut
perlapisan
Sebuah lubang bukaan dengan penampang
berbentuk lingkaran dibuat di dalam massa batuan yang berlapis (Gambar 6.10),
di mana kekuatan batuan tersebut digambarkan seperti Gambar 6.9 yang mengalami
tegangan hidrostatik.
Failure timbul pada kontur bagian tengah di mana sudut pertapisan
dengan kontur 400 sampai 700 (kuat tekan batuan rendah).
Gambar 6.10. Evolusi sebuah lubang bukaan
berbentuk lingkaran di dalam massa
batuan berlapis
(Duffaut, 1981)
Fenomena ini akan diperburuk oleh
tegangan prinsipal mayor yang tegak lurus pada arah perlapisan. Daerah tarikan
pada sebuah lubang bukaan (tegangan adalah uniaksial) mempunyai pengaruh yang
berbeda posisinya terhadap perlapisan (Gambar 6.11).
Gambar 6.11. Daerah tarikan pada massa batuan berlapis
(Duffaut, 1981)
Jika tegangan uniaksial adalah vertikal
maka keadaan (a) dengan adanya tarikan tangensial yang akan memisahkan/merenggangkan
perlapisan tidak begitu mempengaruhi kestabilan. Sebaliknya keadaan (b),
tarikan tersebut pada tiap‑tiap lapisan sehingga dapat patah oleh lengkungan
karena beratnya sendiri.
Gambar 6.12. Kuat tekan batuan schist pada terowongan di PLTA
Lanoux –
L’Hospitalet Perancis
(Duffaut, 1981)
Antara nilai ekstrim 115 dan 62 MPa variasinya
adalah diskontinu. Nilai minimum antara sudut 20 dan 70 (Gambar 6.12).
Evolusi dari kontur terowongan dalam
dengan penampang berbentuk bulat pada batuan schist diperlihatkan pada Gambar 6.13.
Gambar 3. T erowongan di PLTA
Lanoux-L’Hospitalet Perancis (Duffaut, 1981)
a. Tahap
1
Failure
oleh geseran (shear) timbul di
sekitar titik A di mana kual tekannya paling kecil, kemudian berkembang sampai
membentuk profil BCD.
b. Tahap
2
Terbentuknya
span yang tinggi CC’ daril lapisan batuan memungkinkan terbentuknya rekahan
pada dinding.
c. Tahap
3
Lengkungan
dari lapisan yang dinyatakan oteh deformasi sudut CEC dengan bukaan yang
membentuk baji (wedge) di E. Sesudah
batuan yang hancur dibersihkan, maka kontur akhir CFC’ lebih stabil dad kontur semula
(CEC’).
6.5. DISTRIBUS1
TEGANGAN DI SEKITAR TEROWONGAN UNTUK BATUAN YANG MEMPUNYAll PERILAKLI PLASTIK
SEMPURNA DI SEKELILING TEROWONGAN
Misalkan kurva intrinsik batuan pada
Gambar 6.14 memotong lingkaran Mohr yang menggambarkan tegangan pada kontur
lubang bukaan dan peritaku batuan sesudah kuat tekannya dilampaui dicirilkan
oleh deformasi (strain) tak berhingga (perilaku plastik sempurna).
Gambar. 6.14. Tegangan di sekitar lubang
bukaan bulat untuk batuan elastik dengan
tegangan mula‑mula
hidrostatik
Pembuatan lingkaran Mohr dapat menentukan
tegangan pada dinding (lingkaran Mohr untuk kuat tekan, srR = 0, sfR= sC).
Daerah elastik dibatasi oieh lingkaran
yang berjari‑jari R. Akibat darl tegangan diserap oleh deformasi plastik pada
daerah lingkaran sebelaih dalam. Jari‑jari R' dapat dihitung dengan membuat
beberapa hipotesa (dihitung oleh Katsner, untuk sebuah kurva intrinsic yang linier) (Duffaut, 1981) :
R’= R
dengan:
R’ = jari‑jari daerah plastik
R = jari‑jari lubang
bukaan
f = sudut geser dalam
Jari‑jari ini dapat tak terhingga untuk
batuan yang tidak mempunyai kohesi, jadi kestabilan tidak mungkin dicapai tanpa
penyangga (support). Rumus di atas dapat dipermudah jika diambil sudut geser
dalam (f) = 19,50 = Arc sin 1/3
sehingga = 2.
Gambar 6.15. Tegangan di sekitar lubang bukaan bulat dengan perilaku batuan
plastik
sempurna di sekelilingnya
6.6. DISTRIBUSI TEGANGAN D1 SEKITAR TEROWONGAN
YANG BERBENTUK TIDAK BULAT UNTUK KEADAAN YANG PALING IDEAL
Tabel 2 memperlihatkan distribusi
tegangan pada garis keliling terowongan dengan berbagai bentuk penampang
terowongan dan berbagai keadaan tegangan mula‑mula untuk keadaan yang paling
ideal.
Tabel ini diambil dari simposium mekanika
batuan di Jepang tahun 1964 dengan judul “Study on Internal Stress of Rock
Stratum Around Tunnel”..
sh = tegangan horisontal sebelum penggalian terowongan.
sv = tegangan vertikal sebelum penggalian terowongan.
sf = tegangan tangensial untuk tiap titik pada garis keliling
terowongan.
Tabel 2. Perbandingan tegangan sf / sv yang bekerja pada tiap garis keliling
terowongan
No comments:
Post a Comment