BAB IV
PERILAKU BATUAN
4.1. PENDAHULUAN
Batuan mempunyai perilaku (behaviour) yang berbeda‑beda pada saat
menerima beban. Perilaku batuan ini dapat ditentukan antara lain di
laboratorium dengan uji kuat tekan. Dari hasil uji dapat dibuat kurva tegangan‑regangan,
kurva creep dari uji dengan tegangan konstan, dan kurva relaksasi dari uji
dengan regangan konstan. Dengan mengamati kurva‑kurva tersebut dapat ditentukan
perilaku dari batuan.
4.2. PLASTIK DAN ELASTO‑PLAST1K
Perilaku batuan dikatakan elastik (linier maupun non
linier) jika tidak terjadi deformasi permanen pada saat tegangan dibuat nol.
Gambar 4.1. Kurva tegangan‑regangan dan
regangan‑waktu untuk perilaku batuan elastik
linier dan elastik non
Plastisitas adalah karakteristik batuan
yang mengijinkan regangan (deformasi) permanen yang besar sebelum batuan
tersebut hancur (failure).
Gambar 4.2. Kurva tegangan‑regangan dan regangan‑waktu untuk perilaku
batuan
elasto‑plastik
Gambar 4.3. Kurva tegangan‑regangan untuk perilaku batuan
elasto‑plastik sempurna
Gambar 4.4. Kurva tegangan-regangan untuk perilaku batuan elastik fragile
Perilaku batuan sebenarnya yang diperoleh
dari uji kuat tekan digambarkan oleh Bieniawski (1984) seperti pada Gambar 4.5.
Pada tahap awal batuan dikenakan gaya, kurva berbentuk landai dan tidak linier
yang berarti bahwa gaya yang diterima oleh batuan dipergunakan untuk menutup
rekahan awal (pre‑existing cracks) yang terdapat di dalam batuan. Sesudah itu
kurva menjadi linier sampai batas tegangan tertentu yang kita kenal dengan
batas elastik(sE) talu terbentuk rekahan baru dengan
perambatan stabil sehingga kurva tetap linier. Sesudah batas elasfik dilewati
maka perambatan rekahan menjadi tidak stabil, kurva tidak linier lagi dan tidak
berapa lama kemudian batuan akan hancur. Titik hancur ini menyatakan kekuatan
batuan.
Gambar 4.5. Tahap utama perilaku dari sebuah batu (Bieniawski, 1984)
Kekuatan batuan yang diperoleh dari
hasil uji kuat tekan di laboratorium sangat dipengaruhi oleh lamanya uji
tersebut berlangsung. Gambar 4.6 memperlihatkan bahwa makin lama uji
berlangsung maka kekuatannya makin rendah, demikian juga dengan nilai modulus
deformasinya.
Gambar 4.6. Pengaruh waktu uji terhadap
kekuatan dan bentuk kurva tegangan‑regangan batuan (Bieniawski, 1984)
4.3. CREEP DAN
RELAKSASI BATUAN
Gambar 4.7 menunjukkan bahwa di daerah I
dan II pada kurva tegangan regangan masing‑masing menyatakan keadan tidak ada
creep dan creep stabil. Sehingga di daerah tersebut kestabilannya adalah untuk
jangka panjang, karena regangan tidak akan bertambah sampai kapanpun pada
kondisi tegangan konstan.
Daerah III terjadi creep dengan kestabilan semu yang pada saat tertentu akan terjadi failure. Daerah IV terjadi creep yang tidak stabil dimana pada
beberapa saat saja terjadi failure.
Gambar 4.7. Daerah terjadinya creep pada kurva tegangan‑regangan dan
regangan‑waktu
Seperti pada creep batuan, relaksasi batuan juga akan terjadi di daerah yang
sama pada kurva tegangan‑regangan (Gambar 4.8).
Gambar 4.8. Daerah terjadinya relaksasi
pada kurva tegangan‑regangan dan regangan‑waktu
4.4. HUBUNGAN TEGANGAN DAN REGANGAN UNTUK PERILAKU
BATUAN ELAST1K
LINIER DAN ISOTROP
a. Batuan
dikenakan tegangan sebesar s1, pada arah (1), sedangkan pada arah (2)
dan (3) = 0 (Gambar 4.9).
e1= e2= e3=
linier dan isotop
Gambar 4.9. Tegangan uniaksial dan triaksial pada batuan
b. Batuan dikenakan
tegangan sebesar s2 pada arah (2), sedangkan tegangan pada arah (1) dan (3) = 0.
e1= e2= e2=
c. Batuan
dikenakan tegangan sebesar CY3 pada
arah (3), sedangkan tegangan pada arah (1) dan (2) = 0
e1= e2= e3=
d. Batuan dikenakan tegangan :
s1 pada arah (1) e1 total =
s2 pada arah (2) e2 total =
s3 pada arah (3) e3 total =
Bentuk umum hubungan regangan dan
tegangan adalah sebagai berikut :
e1 = (arah prinsipal)
dengan N = s1 + s2
+ s3
i bervariasi dari 1 sampai 3.
Jika tidak pada arah prinsipal maka
hubungan antara regangan dan tegangan adalah :
eij =
i bervariasi dari 1 sampai 3
j bervariasi dari 1 sampai 3
Strain tensor : i
Stress tensor : i
dij = 0 jika i ≠ j
dij = 1 jika i = j
Bentuk umum hubungan tegangan dan
regangan adalah sebagai berikut:
s1 = 2 me1 +
lx (arah prinsipal)
dengan x
= e1 + e2 + e3
i bervariasi dari 1 sampai 3
m = adalah modulus geser
l =
m dan l dikenal sebagai koefisien Lame
Jika tidak pada arah prinsipal maka
hubungan antara tegangan dan regangan adalah :
sij = 2
meij + lx + dij
i bervariasi dari 1 sampai 3
j bervariasi dari 1 sampai 3
4.5. HUBUNGAN TEGANGAN DAN REGANGAN PADA BIDANG UNTUK
PERILAKU BATUAN
ELAST1K LINIER DAN ISOTROP
Untuk menyederhanakan perhitungan
hubungan antara tegangan dan regangan maka dibuat model dua dimensi di mana
pada kenyataannya adalah tiga dimensi. Model dua dimensi yang dikenal adalah
a. Regangan bidang (plane strain)
b. Tegangan bidang (plane stress)
c. Symmetrical revolution
a. Regangan Bidang (Plane
Strain)
Misalkan sebuah terowongan yang mempunyai
sistem sumbu kartesian x, y dan z dipotong oleh sebuah bidang dengan sumbu x, y
(Gambar 4.10), sehingga :
ez = 0
gyz = 0 (gyz = e23 )
gxz = 0 (gxz = e13 )
Gambar 4.10. Regangan Bidang
Dalam bentuk matriks, maka hubungannya :
b. Tegangan Bidang (Plane
Stress)
Pada tegangan bidang maka seluruh
tegangan pada salah satu sumbu sama dengan nol. Pada Gambar 4.11, sz = 0, txz = 0, tyz = 0
c. Symmetrical Revolution
Gambar 4.12 memperlihatkan jika sebuah
benda berbentuk silinder diputar pada sumbunya maka benda tersebut dapat
diwakili oleh sebuah bidang. Karena sumbunya merupakan sumbu simetri maka benda
tersebut cukup diwakili oleh bidang yang diarsir.
Gambar 4.11. Tegangan Bidang
Gambar 4.12. Symmetrical Revolution
No comments:
Post a Comment