Monday 9 February 2015

DIktat Mekanika Batuan BAB VII (Pengukuran Tegangan In-Situ Dalam Massa Batuan)

BAB VII
PENGUKURAN TEGANGAN IN‑SITU DALAM MASSA BATUAN

7.1. PENDAHULUAN

Pengukuran tegangan (stress) in‑situ dapat mengetahui keadaan tegangan di dalam massa batuan dan dapat menentukan antara lain parameter‑parameter penting untuk mengetahui perilaku (behavior) massa batuan di tempat asainya.

Pengukuran ini mencakup kepentingan di berbagai bidang. Dalam bidang pertarnbangan, dengan diketahuinya keadaan tegangan yang ada di dalarn massa batuan dapat ditentukan ukuran lubang bukaan dan kestabilan di dalam tambang. klasifikasi batubara in‑situ memerlukan diketahuinya secara tepat besar dan penyebaran tegangan di dalam massa batuan.

Bagi para geologiwan, pencarian gaya‑gaya tektonik dan akibat‑akibat yang ditimbulkannya tidak akan lengkap tanpa, diketahuinya penyebaran teganga di dalam struktur yang sedang,

Dalam bidang teknik sipil, penentuan lokasi pembuatan sebuah terowongan ataupun sebuah bendungan berdasarkan pada arah tegangan utama (principal stress) regional. Pemecahan klasik yang biasa dilakukan untuk mengetahui keadaan tegangan di dalam massa batuan tanpa dilakukannya pengukuran in‑situ adalah dengan menganggap bahwa tegangan vertikal (sv) pada massa batuan yang berada pada kedalaman tertentu adalah sama dengan berat per satuan luas dari batuan yang berada di atasnya atau :
dengan:
            h  =   kedalaman
          =   bobot isi batuan


Sedangkan tegangan horizontal (sh) adalah isotrop dan besarnya :
sh = k. sv
dengan :                                                  
              v = nisbah Poisson

Untuk kedalaman (h) yang besar sekali, maka keadaan tegangan pada umumnya menjadi hidrostatik, yaitu k = 1 dan sh = j, Tetapi semua itu hanyalah sebuah estimasi global dari kedaan tegangan yang ada di dalam massa batuan, yang didasarkan pada hipotesa yang sangat sederhana seperti : homogenitas, isotropi dan perilaku (behaviour) rheologi dari massa batuan. Tegangan residual dan tektonik kemungkinan ada di dalam massa batuan dan dapat merubah keadaan tegangan yang ada. Oleh karena itu keadaan tegangan yang sebenarnya dapat berbeda jauh dengan keadaan tegangan yang dihitung secara teoritis.

Teori hanya dapat memberikan perkiman besaran intensitas dari tegangan yang ada, sedangkan hanya pengukuran tegangan in‑situ yang dapat memberikan keterangan mengenai orientasi dan besarny‑‑ tegangan pada massa batuan di bawah tanah.

Dari berbagai literatur, terdapat, beberapa cara untuk mengklasifikasikan metode‑metode pengukuran tegangan in‑situ. Seperti metode pengukuran langsung (direct) dan pengukuran tidak langsung (indirect). Juga metode pengukuran absolut dan penglikuran relatif. Tetapi kelihatannya yang terbaik adalah klasifikasi berdasarkan tipe dari pengukuran yang dilakukan.

Adapun klasifikasi dari berbagai metode pengukuran tegangan in‑situ adalah sebagai berikut:
a.   Metode yang didasarkan pada pengukuran yang dilakukan di sebuah permukaan bebas di dinding batuan. Yang dikenal antara lain adalah metode Rosette deformasi.


b.   Metode yang didasarkan pada pengukuran tekanan yang diperlukan untuk mengembalikan tegangan yang dibebaskan : Metode flat jack.

c.   Metode yang didasarkan pada pengukuran di dalam lubang bor.
i.    Metode overcoring.
‑ sel yang mengukur tegangan,
‑ sel yang mengukur perpindahan,
‑ perpindahan radial,
‑ perpindahan radial dan longitudinal.

ii.   Metode hydraulic fracturing.

Perlu diketahui bahwa interpretasi dari semua hasil pengukuran tegangan in-situ untuk sernua metode yang telah disebutkan didasarkan pada hipotesa homogenitas, kontinuitas, isotropi dan elastik linier. Di samping itu medan tegangan dianggap homogen di sekitar tempat pengukuran dilakukan.


7.2. METODE ROSETTE DEFORMAS1

a.   Prinsip
Prinsip dari rosette deformasi adalah mengukur deformasi superficial pada sebuah permukaan bebas di dinding massa batuan. Deformasi ini disebabkan oleh pembebasan tegangan atau variasi tegangan.

b.   Hipotesa
Interpretasi dari hasil pengukuran tegangan dengan metode ini berdasarkan pada hipotesa :
1)   Tegangan bidang (plane stress), yaitu tegangan yang tegak lurus bidang pengukuran sama dengan nol.


2)   Pembebasan tegangan adalah total (seluruhnya). Perhitungan dengan metode elemen hingga menunjukkan bahwa diperlukan pemotongan sedalam 20 cm untuk memperoleh pembebasan tegangan total.

3)   Perilaku (behaviour) batuan adalah elastik linier. Tegangan dihitung langsung dari deformasi yang diukur dengan bantuan Hukum Hooke.

c.     Pengukuran
Pengukuran sebanyak delapan buah dipasang pada lingkaran yang berdiameter 20 cm (Gambar 7.1). Jarak antara titik‑titik pengukuran tersebut diukur sampai ketelitian 1 mikron. Kemudian batuan di sekitar lingkaran digergaji dengan menggunakan gergaji intan sedalam 20 cm, sehingga tegangan dibebaskan total.
Titik-titik pengukuran diukur lagi dan perpindahan yang disebabkan oleh pembebasan tegangan dihitung. Tegangan didapat dari (Bonvallet, 1976) :

dengan :

Ei = modulus deformasi untuk f = i
ui = perpindahan radial untuk f = i
r  = jari-jari rosette = 10 cm
v  = nisbah Poisson

Ei  dan v didapat daril hasill test di laboratorium mekanika batuan.
Metode rosette deformasi sangat menarik karena pelaksanaannya cepat, tidak memerlukan peralatan yang canggih dan hasil yang didapat mendekati sebenarnya. Besar tegangan utama dapat dihitung, demikian juga arahnya terhadap sumbu x dan y dapat ditentukan.




Gambar 7.1. Metode Rosette deformasi


7.3.  METODE FLAT JACK

a.     Prinsip

Motode ioni membebaskan sebagian tegangan yang ada di dalam massa batuan dengan jalan membuat potongan pada batuan tersebut dengan bantuan gergaji intan (Gambar 7.3). Tegangan yang dibebaskan ini akan menyebabkan tedadinya deformasi yang dapat berupa perpindahan dari titiktitik pengukuran yang dibuat. Kemudian ke dalam potongan tersebut dimasukkan flat jack agar supaya perpindahan dari titik‑fitik pengukuran menjadi not. Tekanan di dalam flat jack yang mengakibatkan perpindahan not menggambarkan tegangan awal (initial stress) di dalam massa batuan.

b.     Hipotesa

Interpretasi dari hasil pengukuran tegangan dengan metode flat jack berdasarkan pada hipotesa :

1)   Perilaku (behaviour) batuan adalah elastik reversible, tidak perlu linier dan batuan homogen.
2)   Tegangan pada dinding batuan tidak dipengaruhi proses penggalian.
3)   Tegangan yang diukur tegak lurus dengan potongan vang dibuat atau tegak lurus dengan flat jack. Diharapkan bahwa arah tegangan ini mendekati arah dari tegangan utarna.

c. Pengukuran
Titilk‑titik pengukuran yang berupa baut besi dipasang dengan jarak 10 cm, masing‑masing L1, L2 dan L3 (Gambar 7.3). Kemudian dibuat potongan pada batuan dengan bantuan gergaji intan yang besamya hampir sama dengan ukuran flat jack.


Kemudian titik‑titik pengukuran diukur jaraknya. Tentu saja jaraknya akan bertambah pendek akibat adanya potongan (L1-∆L1, L2‑∆L2, L3‑∆L3). Sesudah pengukuran selesai, ke dalam potongan dimasukkan flat jack yang berupa 2 lembar potongan baja yang dijadikan satu dengan mengeias ujungnya (Gambar 7.4). Flat jack ini dipompa dengan pompa hidraulik sampai ∆L1, ∆L2, dan ∆L3 menjadi nol, yang berarti kembali ke keadaan semula. Dalam kondisi ini tekanan di dalam flat jack sama dengan tegangan yang dibebaskan yang merupakan tegangan yang berada dalam massa batuan. Kekurangan utama dari metode flat jack adalah karena pengukuran dilakukan pada batuan yang sudah tidak solid lagi karena pengaruh proses penggalian sehingga hasil pengukuran yang didapat tidak representatif.

Tetapi kekurangan ini dapat diatasi dengan melakukan pengukuran pada kedalaman tertentu artinya pada batuan yang solid. Pengukuran dilakukan dua kali, yang pertama pada batuan yang tidak solid kemudian dilakukan penggahan sampai kedalaman 30 cm dan pengukuran yang kedua ditakukan (Gambar 7.4). Teknik yang digunakan tidak memungkinkan untuk melakukan pengukuran selama penggergajian, oleh karena itu kurva D1 (kurva pembebasan tegangan pada saat penggergajian) hanya dapat diduga seperti Gambar 7.2.

d. Pengukuran Modulus Deformasi dengan Flat Jack

Perhitungan kestabilan pekerjaan di bawah tanah memerlukan diketahuinya karakteristik elastisitas dari batuan, terutama modulus deformasi.

Flat jack menghasiikan tegangan yang diketahui besarnya di dalam massa batuan atau dapat dihitung pada daerah tertentu, sehingga dengan mengukur deformasi yang dihasilkan oleh tegangan tersebut, modulus deformasi dapat dihitung.


Gambar di atas menunjukkan perpindahan akibat penggergajian

L = I1 + I2 + e

dan  menggambarkan regangan elastik dari batuan demikian juga
dengan

∆e =   perpindahan yang disebabkan oleh relaksasi dari batuan pada lubang gergajian  sesudah pembebasan tegangan.

Oleh sebab itu, kemiringan dari kurva se yang diukur dari titik pengukuran L tidak menggambarkan modulus deformasi karena regangan global yang diukur, termasuk relaksasi yang disebabkan oleh penggergajian. Sebaliknya, tangent dari bagian linier kurva se, yang diukur dari titik pengukuran L’ adalah sama dengan modulus deformasi dengan faktor koreksi yang tergantung dari geometri potongan gergaji.





Gambar 7.2. Kurve tegangan-regangan pada uji flat jack




Gambar 7.3. Prinsip uji flat jack




Gambar 7.4. Pemasangan flat jack dan titik-titik pada dinding terowongan





Gambar 7.5. Metode  flat jack pada kedalaman tertentu



Gambar 7.6.  Peralatan untuk melakukan pengukuran tegangan in-situ dengan metode
                        flat jack



Gambar 7.7. Contoh uji flat jack di terowongan Rove (Perancis)


7.4. METODE OVERCORING

a. Prinsip
Prinsip dari metode overcoring adalah membebaskan seluruh tegangan yang ada di massa batuan dengan cara overcoring. Kemudian deformasi pada batuan yang disebabkan oleh dibebaskannya tegangan tersebut diukur, dengan menggunakan sel. Dengan diketahuinya karakteristik deformasi batuan (dari uji laboratorium) maka keadaan tegangan in‑situ di dalam batuan dapat dihitung.

b. Hipotesa
Batuan homogen dengan perilaku elastik reversible.

c. Pengukuran
Untuk mengetahui keadaan tegangan di dalam massa batuan adalah dengan mengukur arah dan besarnya tiga tegangan utama pada sebuah titik yang ditentukan.

Secara teoritis, perlu diukur paling sedikit enam tegangan yang berbeda untuk dapat mengetahui keadaan tegangan (Gambar 7.8).

Pengukuran tegangan dengan metode overcoring audalah pengukuran secara tidak langsung. Tegangan akan dibebaskan dengan pemboran overcoring yang akan memisahkan inti batuan yang telah dipasang sel tertentu dari massa batuan (G.ambar 7.9). Perpindahan yang merupakan fungsi dari tegangan dapat dihitung dengan rumus‑rumus yang banyak dibuat oleh para peneliti dan tiap rumus berlaku untuk sel tertentu yang digunakan.


Dengan menggunakan teori elastisitas linier, isotrop, maka perpindahan atau tegangan yang diukur hanya pada dinding lubang bor, artinya p = r di mana r adalah jari‑jari lubang bor (dalam sistem koordinat polar p, q, z).

Untuk sel dari University of Liege (Belgia) yang dapat mengukur perpindahan radial dan longitudinal diperoleh hubungan sederhana sebagai berikut (Gambar 7.9):

1) Perpindahan longitudinal

2) Perpindahan radial

Berdasarkan pengukuran beberapa kah dari perpindahan radial dan longitudinal (untuk E) yang berbeda‑beda) dapat diperoleh hubungan yang baik untuk dapat memecahkan persaman matriks :
[M] - {S} =  {U}      (Hukum Hooke)
dengan:

[M] = matriks yang elemen‑elemennya hanya tergantung dari geometri sel dan karakteristik mekanik batuan (E,v).
{S}  =    matriks dari tegangan.
{U} =   matriks dari perpindahandengan demikian tegangan utama dan arahnya dapat dihitung.

Keenam tegangan yang tidak diketahui secara teoritis hanya memerlukan enam persamaan untuk menghitungnya.






Gambar 7.8. Sistem tegangan yang ada di dalam massa batuan


Untuk sel yang mengukur secara langsung tegangan dengan menggunakan extensometer gauge (misalnya sel dari Leeman) pada dinding lubang bor, didapat hubungan antara tegangan sx, sy, sz, txy, txz dan tegangan yang diukur pada dinding lubang bor (dalam sistem p, 0, z yang berhubungan dengan sel) sebagai berikut (Bertrand, 1983) :

sqq = (sx + sy ) – 2 (sx - sy )cos 2q - 4 txy sin 2q
sZZ = - g (2(sx + sy ) cos 2q + 4 txy sin 2q ) + sz
sqZ = - 2 txy sin q + 2 tyz scos

Pengukuran beberapa kali tegangan normal atau tegangan tangensial untuk berbagai arah akan menghasilkan hubungan yang cukup untuk memecahkan sistem persamaan. Dibutuhkan paling sedikit enam pengukuran.

a.   Sel yang Mengukur Tegangan dengan Extensometer Gauge

(1) Leeman dan Hayes pada tahun 1966 mempublikasikan prinsip pengukuran dan toori dari sol yang dilengkapi dengan extensometer gauge yang berupa tiga rosette. Tiap rosette terdiri dari dua gauge yang saling tegak lurus (A dan C) dan gauge yang ketiga (B) miring terhadap dua lainnya qA = 0, qB  = 45, qC = 90).

Ketiga rosettte yang diperkenalkan, oleh Leeman merupakan harga q dari 0, π/2, dan 5π/4. Sembilan angka tegangan diukur setiap kali pengukuran.
Kesulitan penggunaan sel ini adalah cara penempelan extensometer gauge pada dinding lubang bor, terutama kalau ada air.

(2)    Sel CSIRO (Commonwealth Scientific & Industrial Research Organization). Sel ini digunakan untuk lubang bor yang pendek (+ 10 m) yang dibuat dari permukaan tanah atau dari dalam tanah (terowongan).

Sel ini terdiri dari tiga rosette dengan sudut 1200 yang masing‑masing terdiri dari tiga gauge yang dipasang pada sebuah tabung. Diperlukan lubang bor dengan diameter 38 mm (EX). Overcoring dapat dilakukan dengan diameter 100 sampai 150 mm.

(3) Set dari Swedish State Power Board. Peralatan yang digunakan dapat melakukan overcoring dengan diameter 76 mm sampai mencapai kedalaman 300 m. Ukuran set adalah D = 36 mm, panjang 400 mm. Sel terdiri dari tiga rosette dengan sudut 1200 yang masing‑masing terdiri dari tiga gauge yang dipasang pada selembar bahan yang dengan sistem tertentu dapat menempel pada dinding lubang bor. Dengan set in tidak dapat dilakukan pengukuran selama overcoilng. Oleh karena itu pengukuran hanya dilakukan dua kali, yaitu sebelum dan sesudah overcoring untuk kesembilan gauge yang dipasang.

b.      Sel yang mengukur perpindahan

Di dalam praktek, lebih mudah menggunakan sel yang mengukur perpindahan dinding lubang bor, terutama perpindahan radial walaupun memberikan angka yang rendah dengan dibebaskannya tegangan.

(1) Sel yang hanya mengukur perpindahan radial, lebih dikenal dengan set USBM (US. Bureau of Mines). Sel tersebut memerlukan lubang bor dengan diamater 38 mm dan terdiri dari tiga pengukuran diameterikal dengan sudut 1200. Overcoring dilakukan dengan D = 150 mm dan selama overcoring dapat dilakukan pengukuran. Kedalaman dibatasi sampai puluhan meter. Metode ini mudah dan hasilnya cukup baik

(2) Set yang mengukur perpindahan radial dan longitudinal. Sel dari University of Liege yang dikembangkan oleh F. Bonnechere dapat mengukur sekaligus perpindahan radial dalam delapan titik pada empat diameter dengan sudut 450 dan perpindahan longitudinal dalam delapan titik seperti pada Gambar 7.9.


Gambar 7.9. Penempatan dispositif pengukur perpindahan (Sel University of Liege)

Perpindahan longitudinal


Perpindahan radial


Titik-titik pengukuran ditekan ke dinding lubang bor (D=76 mm) dengan menggunakan dongkrak. Kontak antara titik pengukuran dengan dinding lubang bor dapat dijaga dengan baik selama pengukuran. Overcoring dilakukan dengan D = 150 mm. Selama overcoring dapat direkam 12 perpindahan secara kontinu.


(Model dari R. Blackwood)

Gambar 7.10. Deformasi radial dan deformasi longitudinal pada saat overcoring

7.5. METODE HYDRAULIC FRACTURING

a. Prinsip
Metode ini dapat mengukur tegangan in‑situ di dalam massa batuan dengan cara menguji perilaku rekahan yang sudah ada atau rekahan yang baru dibentuk dengan injeksi air sampai tekanan yang diperlukan untuk membuka kembali rekahan tersebut di dalam, sebuah lubang bor.
Analisa dari data yang didapat (berupa debit air dan tekanannya) dapat menentukan besarnya tegangan normal yang ada pada rekahan yang diuji.
Dengan melakukan pengujian pada berbagai rekahan yang ada di dalam massa batuan maka keadaan tegangan di dalam massa batuan dapat diketahui.
Kelemahan hydraulic fracturing adalah tidak dapat melakukan pengukuran dengan presisi (ketelitian) yang tinggi dan tidak dapat mengukur tegangan yang kecil.


b. Peralatan yang Digunakan (Gambar 7.11)

Metode yang umum digunakan adalah double packer di dalam lubang bor tanpa casing. yaitu mengisolir bagian dari lubang bor yang akan diuji dengan dua buah packer.

Panjang dari bagian lubang bor yang diisolir biasanya antara 70 cm sampai dengan 1 m, tetapi dapat juga 5 atau 10 m (Gambar 7.12).

Diameter lubang bor agar packer dapat dimasukkan adalah antara 60 sampai dengan 120 mm dan batuan harus mempunyai kekuatan yang cukup.

Packer tersebut dapat bekerja sampai tekanan 40 MPa dan dikembangkan dengan pompa tekanan tinggi (debit kecil).

Ke dalam lubang bor yang sudah diisolir diinjeksikan fluida (pada umumnya air) dengan menggunakan pompa tekan tinggi (pompa tripleks). Tekanan air dapat mencapai puluhan MPa. Pengendalian fracturing adalah dengan melihat debit dan tekanan yang diberikan oleh indikator analogik atau numerik dan pencatatan di kertas (pencatat 6 jalur).

Analisis dari hasil yang diperoleh memerlukan keterangan dari orientasi rekahan yang sudah ada maupun rekahan yang baru dibuat. Orientasi rekahan tersebut diketahui dengan cara mengambil gambar dengan suatu alat (sistem Pajari) seperti pada Gambar 7.17 maupun memasukkan kamera TV ke dalam lubang bor.




Gambar 7.11. Peralatan yang digunakan untuk uji hydraulic fracturing skala kecil




Gambar 7.12.  Sistem doyble packer untuk uji hydraulic fracturing di dalam lubang bor


c. Kurva Tipe Fracturing

Dari Gambar 7.13 dapat dibedakan dengan jelas :
‑    Tekanan fracturing(yang mempunyai hubungan dengan kuat tarik batuan),Pfr.
‑    Tekanan pertambahan besar, Pc.
‑    Tekanan penutupan sesudah pompa injeksi dihentkan, Pf.

Dalam hal pengujian dilakukan di tempat yang sudah ada rekahannya, kurva memberikan puncak (peak) dari tekapan pembukaan kembali yang kurang dari puncak tekanan fracturing, bahkan puncak tersebut tidak ada seperti ditunjukkan oleh Gambar 7.13b.­

d. Intrerpretasi dari Uji Hydraulic Fracturing

Pemboran mengakibatkan berubahnya distribusi tegangan di sekitar lubang bor. Untuk keadaan di mana tegangan utarna s2, s3 pada bidang yang tegak lurus pada sumbu lubang bor (dengan s2>s3), tegangan tangensial sq pada dinding lubang bor mempunyai harga minimal 3 s3 -s2.

Dengan mengambii q = 0 searah dengan s2, variasi sq pada dinding lubang bor disajikan pada Gambar 7.14 (1) dan 7.14 (2) (Wolff, et al.)

Di lain nihak, untuk q = 0 (teaanaan minimal) bertambah kecil sebagai fungsi dari s2/s3 Gambar 7.14 (3).
dengan :
sq = 2 s2 = 2 s3 untuk  s2/s3 = 1
sq = 0  s2/s3 = 3
sq mempunyai harga negatif (tegangan tarikan) untuk s2/s3 > 3






Gambar 7.13. Skema dari dua tipe perilaku batuan pada saat hydraulic fracturing

Gambar 7.14 (4) menunjukkan bahwa mulai dari jarak 2a (a = jari-jari lubang) dari dinding lubang, sq hampir tidak berubah.


Gambar 7.14. Interpretasi dari uji hydraulic fracturing
Haimson memperkenalkan konsep tegangan efektif (effective stress) yang dinyatakan dengan tekanan fracturing :

Pfr - Pop.= (3 sh sH + RT ‑ 2 PO) K
dengan:
               Pfr       =  tekanan fracturing
               PO       =  tekanan pori air
               sh       =  tegangan horizont& minimum = s3
               sH       =  tegangan horizontal maximum = s2
               R        =  kuat tarik dalam hydraulic fracturing
               K        =  parameter yang menghubungkan efek dari tekanan pori air dan
                               compressibility.

Di dalam batuan yang permeabilitasnya sangat kecil, K dapat dianggap 1 sehingga :
Pfr = 3 sh sH + RT‑ PO

Jika batuan tidak permeabel, PO= 0 dan
Pfr = 3 sh sH + RT

Dengan membuka lagi rekahan maka persamaan menjadi (dengan menganggap Pr = Pf - RT) :  Pr = 3 sh sH

Dengan diketahuinya tekanan penutupan Pf dan tekanan pembukaan P, yang ditentukan pada saat uji, maka dapat ditentukan (paling tidak dari sudut  teori) :
sh  =  Pf
s=  s Pf - Pr


Gambar 7.15. Kurva hydraulic fracturing di dalam bituminous schist
Gambar 7.16. Kurva hydraulic fracturing, uji dilakukan pada batu pasir schisteux,
                            tegangan minimal 9 Mpa, pada bidang perlapisan tegangan yang
                            diukur adalah 20 MPa



Gambar 7.17. Orientasi rekahan yang diambil dengan suatu alat (sistem pajari)

1 comment:

  1. bagus dan bermafaat tapi gambar nya buat belajar masih kurang

    ReplyDelete

Select Your Language

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
by : Tato