Wednesday 9 November 2016

Monday 18 April 2016

Telpon dan SMS Gratis Telkomsel Cuma 10 Ribu Per Bulan


Seringkali ketika kita ingin telpon maupun sms dengan orang tua, teman, atau orang lainnya, biaya untuk menelpon terlalu mahal sehingga pulsa terkuras habis dan menyebabkan banyak pengeluaran untuk membeli pulsa.

Nah, sekarang anda tidak perlu khawatir. sekarang telkomsel ada layanan komunitas yang bernama CUG (Closed User Grup). Layanan ini anda dapat telpon dan sms sepuasnya selama 24 jam dengan sesama pengguna layanan CUG, tarifnya hanya 10 ribu perbulan.


Jika anda tertarik untuk bisa telpon dan sms sepuasnya hanya 10 ribu perbulan, maka anda hanya perlu mendaftarkan nomor anda di nomor ini :
0895337734829
Biaya pendaftaran 25 ribu (Hanya Sekali)

100 Tahun Sejarah Minyak Bumi di Indonesia

Sejarah Minyak Bumi di Indonesia 
(100 tahun s/d 1980) 


Di Sumatra 
1871 : Seorang pedagang Belanda di Cirebon, Jan Reerink merupakan orang 
pertama  yang  mencoba  melakukan  eksplorasi  minyak  di  Indonesia 
(dulu Hindia Belanda) 
- Mulai mengebor sumur di Cibodas, sebuah desa dekat Majalengka dan  Kadipaten, di kaki gunung Cireme, hasilnya gagal. 
- Kemudian ia melakukan pengeboran di desa Panais, Majalengka,  Cipinang dan Palimanan, dengan mengunakan tenaga uap yang 
didatangkan dari Canada, menghasilkan minyak yang sangat kental 
disertai dengan air panas yang mancur setinggi 15 meter. 

1876 : Dengan tidak mendapat pinjaman modal dari Nederlandsche Handel 
Maatschappij, ia menyerah dan kembali ke usaha dagang sebelumnya. 

1880 : Aeilko Jans Zijker, seorang petani tembakau yang pindah dari Jawa 
ke Sumatra; di Langkat ia menemukan minyak yang merembes ke 
permukaan, kemudian minyak yang sudah menguap tersebut dibawa 
ke Jakarta (dulu Batavia) untuk dianalisis, dan dari hasil penyulingan 
minyak tersebut menghasilkan 59 % minyak untuk penerangan. 

1882 : Zijker mencari dana ke negeri Belanda untuk explorasi minyak di 
Sumatra Utara. 

1883 : Zijker mendapat konsesi Telaga Said dari Sultan Langkat. 

1884 : Zijker mulai mengebor sumur pertama, ternyata gagal. 

1885 : Sumur kedua, dinamakan Telaga Tunggal, berhasil menemukan 
minyak di kedalaman 22 meter, dan sumber utamanya di kedalaman 
120 meter. 

1890 : Zijker  memindahkan  konsesinya  ke  Royal  Dutch  Petroleum, 
Zijker meninggal Desember 1890 dengan tiba-tiba di Singapore. 
Kepemimpinan perusahaan digantikan oleh De Gelder yang berkantor 
di Pangkalan Brandan. Fasilitas lainnya dipasang di Pangkalan Susu. 

1892 : Kilang Pangkalan Brandan dibangun, selesai dan mulai berproduksi 
dari hasil minyak ladang Telaga Said. 

1914 : NIAM (Nederlandshe Indische Aardolie Maatschappij) mendapat 
konsesi di Jambi dan di Bunyu, Kalimantan. 

Riwayat Stanvac 
1914 : NKPM anak perusahaan Standard New Jersey menemukan ladang 
Talang Akar di Sumatra Selatan, yang berkembang menjadi ladang 
minyak terbesar yang ditemukan sebelum PD-2. 

1926 : Untuk mengolah minyak Talang akar NKPM membangun kilang di 
Sungai Gerong, Palembang. Pipa transmisi juga dibangun dari 
Lapangan Talang Akar ke Kilang Sungai Gerong dan selesai, 
kemudian  digunakan  bersama  pengoperasian  kilang  mulai  bulan 
Mei 1926 dengan kapasitas awal 3500 barrel perhari. 

1933 : Standard Oil New Jersey menyatukan sahamnya dengan NKPM 
menjadi Standard Vacuum Petroleum Maatschappij (SVPM), yang 
kemudian diubah namanya menjadi PT Stanvac. Perusahaan ini 
adalah hasil penyatuan produksi dan pengilangan Standard of New 
Jersey dengan jaringan pemasaran yang luas, kepunyaan Socony 
Vacuum (Standard of New York, sekarang menjadi MOBIL OIL) di 
seluruh Asia, Australia dan Afrika Timur. 
Dengan terbentuknya perusahaan baru ini dan penemuan dari ladangladang baru, pemasangan pipa tambahan (looping) baru dilakukan dan 
kilang minyak Sungai Gerong diperbesar kapasitasnya menjadi 
40.000 bpd pada tahun 1936 dan menjadi 46.000 bpd mulai tahun 
1940. 
Ladang minyak Lirik diketemukan di tahun-tahun sebelum penyerbuan 
Jepang, pada Perang Dunia ke-2. 

Riwayat Caltex 
1924 : Standard  of  Callifornia  mengirimkan  geologistnya  ke  Indonesia 
tahun 1924. 

1930 : Kemudian membentuk anak perusahaan yang dinamakan 
Nederlandsche Pacific Petroleum Maatschappij (NPPM). 

1936 : NPPM diberi konsesi di daerah Rimba, dikenal dengan Rokan Block, 
Sumatra Tengah, yang sebelumnya ditolak oleh Standard of New 
Jersey. 
Standar of California bersekutu dengan Texaco untuk mengelola dan 
sebagai pemilik bersama dengan nama baru yaitu California Texas 
Oil Co. (Caltex) 

1939 : Sumur eksplorasi pertama (Rokan Block) di Sebanga, 65 km utara 
Pekanbaru, menunjukkan adanya minyak, kemudian mereka 
menemukan juga minyak di Duri. 

1940 : Pada waktu Caltex sedang mempersiapkan menara pengeboran 
untuk Ladang Minas yang menjanjikan, Jepang datang menyerbu ke 
Sumatra Utara. 

1943 : Menara pengeboran kemudian dimanfaatkan oleh Jepang untuk 
melaksanakan pengeboran struktur Minas, dengan kedalaman 700 
meter, menghasilkan 800 bpd. 
Peran Ladang Minas setelah dikembangkan menjadi salah satu dari 
20 atau 30 ladang minyak raksasa di dunia. 

Di Jawa 
1886 : Seorang insinyur muda di Semarang bernama Andrian Stoop, 
berhasil mendapatkan izin dari Gubernur Jendral untuk mengadakan 
penyelidikan di Amerika Serikat tentang pengeboran minyak. Dia 
berhasil mendapatkan banyak informasi yang berguna dan kemudian 
menyusun laporan penting tentang industri minyak di Amerika Utara. 

1887 : Stoop mendirikan perusahaan baru di Surabaya untuk eksplorasi dan 
pengembangan minyak di Jawa yang dinamakan Dordtsche Petroleum 
Maatschappij. ia melakukan pengeboran pertama di dekat Surabaya . 
Waktu itu Surabaya terkenal dengan perembesan minyak ke 
permukaan; minyak ini digunakan untuk menyamak kulit dan dijual 
sebagai obat. 

1890 : Kilang Wonokromo dibangun. 

1893 Minyak pelumas pertama dibuat di Wonokromo. 

1894 Kilang Cepu dibangun. 

1897 Shell Transport dan Trading Company Ltd. Didirikan. 

1899Jan Stoop mengemudikan "mobil yang mengunakan bahan bakar 
gasolin
"dari Surabaya ke Cepu.

1914NKPM (Nederlandsche Koloniale Petroleum Maatschappij) anak 
perusahaan Standard Oil of New Jersey, masuk lapangan, 
menemukan minyak untuk pertama kali di Cepu. 

di Kalimantan 
1897Menten Mengebor sumur pertama di Kutai, Kalimantan. 

1899 Shell Transport & Trading Ltd. membuat Kilang di Balikpapan. 

1905 Royal Dutch menemukan minyak di Tarakan. 

1907Royal Dutch dan Shell bergabung. 

1908 Proses pembuatan lilin dimulai di Balikpapan. 

1908 Penggunaan pertama kali gaslifting di kampung Minyak. 

1913  Pabrik drum dan kaleng dibangun di Balikpapan. 

1925 Aerial photo diintroduksikan untuk eksplorasi minyak. 

1929 Shell mengintroduksikan electric well logging.

di Irian Jaya/Papua 
1928 Shell telah memulai melakukan survey di Irian. 
Pemerintah pada m a s a itu menghimbau kepada Shell bersama 
Stanvac (Standard of New Jersey dan Standard of New York) dan 
Caltex (Standard of California dan Texaco) untuk mengumpulkan 
dana  untuk  mengekplorasi  Irian  Jaya  dan  membentuk 
N.V. Nederlansch Nieuw Guinea Petroleum Maatschappij (NNGPM). 

1935 Setelah mencapai kesepakatan, pembagian sahamnya menjadi 
sebagai berikut: Shell dan Stanvac masing-masing 40% sedangkan 
sisanya yang 20% dipegang oleh Far East Pacific  Investment Co. 
(anak perusahaan Caltex) 
Usaha patungan itu dikelola oleh Shell karena mereka telah 
melakukan survey sejak tahun 1928. Pemerintah waktu itu 
memberikan hak konsesi khusus selama 50 tahun.. 
Waktu melakukan eksplorasi NNGPM menghadapi banyak kendala, 
daerahnya terpencil dan tanahnya sukar dirambah, cuaca selalu hujan 
hampir setiap hari, tenaga kerja yang harus didatangkan dari luar 
Irian. Perusahaan hanya menemukan ladang yang kecil-kecil, tidak 
menemukan ladang yang besar sebelum 1942. Mereka terpaksa harus 
meninggalkan daerah tanpa menghasilkan produksi yang komersil 
atas penanaman modal jutaan dollar. 

Catatan: 
Riwayat Perminyakan di Indonesia ini diambil dari buku kecil " Peringatan 100 
Tahun Minyak Bumi di Indonesia", yang diterbitkan di tahun 1985. Jadi 
perkembangan sesudahnya tidak diikutsertakan. 

Tipikal Pertanyaan Dalam Interview

Pertanyaan interview biasanya standar dan itu-itu saja, Kalau bahasa Inggris kita pas-pasan, kita bisa prediksi pertanyaan-pertanyaan yang akan keluar, sehingga kita bisa antisipasi jawabannya dan kita latih berulang-ulang, sampai seakan bahasa Inggris kita lancar.
itu alasan kenapa perlu :"Job Interview Course"
Ini tipikal pertanyaan dalam interview:

- Tell me about your major?
- Why do you want this job?
- Tell me about yourself and your family?
- Why should I choose you rather than any other candidates?
- Tell me about your final project / thesis
- Have you ever had any problems with your friends or lecturers?
- Mention your achievement when you were in college
- Why did you come here to see me?
- How much salary do you want?
- What is the first criteria are you looking for on the company you look for a job
- Where do you see yourself in 5 years?
- What do you want in life?
- Why do you want this position?
- How good is your English? oral & written
- What is your plan after your graduation?
- In the scale 1-10 how do you rate yourself?
- Do you think you are special?
- Do you think your educational background relevant with this position?
- How long did it take to complete your study in college?
- What kind of subject do you like most?
- What do you do during your leisure time?
- What is your hobby?
- Mention your strength points and weaknesses
- Why did you leave your past jobs?

Ya seperti itulah kurang lebih, masih ada variasi2 yang lain.

Sumber : Seminar Djoko Ari Wibowo - Conocho Philips Supervisor

Tuesday 31 March 2015

Materi UTS Tambang Terbuka

Materi Prioritas untuk UTS :
·         Cyle Time & Produksi
·         Match Factor
·         Job Site Analysis

A.   Cycle Time & Produksi
Contoh :
Suatu perusahaan batubara bernama Hanson Energy, merencanakan dapat memproduksi 25 juta m3/tahun. Apabila dalam satu jamnya, waktu yang tergunakan adalah 50 menit. Cycle timenya adalah 4 menit. Untuk memenuhkan satu dump truck diperlukan 5 bucket (1 bucket berkapasitas 12m3). waktu kerja setahun sebanyak 300 hari. Dan satu hari terdapat 1 shift yang bekerja selama 16 jam. Berapakah alat angkut yang diperlukan perusahaan tersebut agar dapat mencapai targetnya ?

Pembahasan :
Diketahui :    Target = 25 juta m3/tahun                            n = 5 bucket
                                Effisiensi = 50 menit/60 menit = 0,83       Kb = 12 m3
                                CT = 4 menit                                                       kerja sehari  = 16 jam
Ditanya :        Jumlah alat angkut (Na)
Penyelesaian :

·
 = 747 LCM/jam  ↔ konversi ke BCM (x 0,8) ↔  = 597,6 BCM/jam

·  = 5208,333 m3/hari
·  = 8,7154 ≈ 9

B.    Match Factor
Contoh :
Berapakah jumlah alat gali-muat yang diperlukan perusahaan tersebut agar match factornya mendekati sempurna. Apabila cycle time alat gali-muat tersebut adalah 6 detik setiap bucketnya ?

Pembahasan :
Diketahui :    Cta = 4 menit = 240 detik              n = 5 bucket
                          Na = 9 buah                                        CTm = 6 detik
Ditanya : Jumlah alat gali-muat (Nm) agar MF mendekati sempurna
Penyelesaian :
·
 ≈ 1

C.    Job Site Analaysis
Contoh :
Apabila jarak site A ke site B sejauh 25000 ft dengan grade 15%. Berapakah perbedaan ketinggian dan α antara kedua site tersebut dan berapakah penurunan tenaga suatu dump truck apabila di site A sebesar 400HP ?

Pembahasan :
Diketahui :    rAB = 25000 ft                    grade = 15%
Ditanya : Perbedaan ketinggian (x), α dan penurunan tenaga dump truck
Penyelesaian :
 
Text Box: x



·

perbedaan ketinggian (x)                                                   
x = r. Grade                                                              
   = 25000 ft. 15 %
= 3750 ft

· α =tan-1 x/r
      = tan-1 0,15
      = 8,5307°
· penurunan tenaga dump truck
karena setiap 1000 ft terjadi penurunan 3% maka :
%sekarang = 11,25 %
Penurunan = 400 HP x 11,25 % = 45 HP

Latihan :
1.    Suatu perusahaan batubara , merencanakan dapat memproduksi 21 juta m3/tahun. Apabila dalam satu jamnya, waktu yang tergunakan adalah 45 menit. Cycle timenya adalah 3,7 menit. Untuk memenuhkan satu dump truck diperlukan 4 bucket (1 bucket berkapasitas 15m3). Dalam setahun tersebut akumulasi hujan selama 2 bulan. Dan satu hari terdapat 2 shift yang setiap shift bekerja selama 7 jam. Berapakah alat angkut yang diperlukan perusahaan tersebut agar dapat mencapai targetnya ? dan Berapakah jumlah alat gali-muat yang diperlukan perusahaan tersebut agar match factornya mendekati sempurna. Apabila cycle time alat gali-muat tersebut adalah 7,5 detik setiap bucketnya ?
2.    Apabila jarak site A ke site B sejauh 24500 ft dengan grade 12%. Berapakah perbedaan ketinggian dan α antara kedua site tersebut dan berapakah tenaga yang perlu ditambahkan oleh suatu dump truck apabila di site B agar tenaganya sama dengan di site A yang sebesar 444 HP ?


Monday 9 February 2015

Diktat Mekanika Batuan BAB VIII (Klasifikasi Massa Batuan)

BAB VIII
KLASIFIKAS1 MASSA BATUAN

8.1    PENDAHULUAN

Metode rancangan empiris berhubungan dengan pengalaman praktis yang diperoleh dari proyek‑proyek sebelumnya untuk mengantisipasi kondisi dari lokasi proyek yang diusulkan
Klasifikasi massa batuan merupakan cikal bakal dari pendekatan rancangan empeiris­dan digunakan secara luas di dalam rekayasa batuan. Dalam kenyataannya, dibanyak proyek, pendekatan klasiflikasi digunakan sebagai dasar praktis untuk merancang struktur di bawah tanah yang kompleks. Klasifikasi massa batuan tidak diaunakan sebagai pengganti untuk rancangan rekayasa. Tetapi harus digunakan bersama‑sama dengan metode observasi dan analitik untuk memformulasikan secara menyeluruh rancangan yang rasional, yang cocok dengan tujuan rancangan dan kondisi geologi di lapangan.

Tujuan dari klasifikasi massa batuan adalah
a.   Mengidentifikasi parameter yang terpenting yang mempengaruhi perilaku massa batuan.
b.   Membagi formasi massa batuan yang khusus ke dalam grup yang memnpunyai perilaku sama, yaitu kelas massa batuan dengan berbagai kualitas.
c .  Memberikan dasar untuk pengertian karakteristik dari tiap kelas massa batuan.
d.   Menghubungkan pengalaman dari kondisi massa batuan di satu lokasi dengan pengalaman yang ditemui di lokasi lain.
e.   Mengambil data kuantitatif dan pedoman untuk rancangan rekayasa (engineering design).
f.    Memberikan dasar umum untuk komunikasi diantara para insinyur dan geologiwan.


Untuk mencapai tujuan tersebut maka sistem klasifikasi harus :
1)   Sederhana, mudah diingat dan mudah dimengerti.
2)   Setiap istilah jelas dan terminologi yang digunakan dapat diterima secara luas oleh enjinir dan geologist.
3)   Sifat‑sifat massa batuan yang paling significant diikut sertakan.
4)   Berdasarkan pada parameter yang dapat diukur dengan uji yang cepat, relevan serta murah di lapangan.
5)   Berdasarkan sistem rating yang dapat memberikan bobot relatif yang penting pada parameter kiasifikasi.
6)   Dapat berfungsi untuk menyediakan data‑data kuantitatif untuk rancangan penyangga batuan.

Tiga keuntungan yang diperoleh dari klasifikasi massa batuan adalah :
a. Meningkat.kan kualitas dari penyelidikan lapangan (site investigation) dengan meminta data masukan yang minimum sebagai parameter kiasifikasi.
b.   Memberikan informasi kuantitatif untuk tujuan rancangan.
c.   Penilaian reklayasa dapat lebih baik, dan komunikasi dapat lebih efektif pada suatu proyek.

Kebanyakan terowongan sekarang dibangun berdasarkan beberapa sistem klasifikasi. Seperti yang banyak digunakan dan yang paling baik diketahui adalah klasifikasi beban batuan Terzaghi, yang sudah diperkenalkan lebih dari 40 tahun yang lalu (Terzaghi, 1946). Sejak itu, klasifikasi dimodifikasi (Deere dan kawan-kawan, 1970) dan sistem klasifikasi baru diusulkan.
Sistem ini memperkenalkan teknologi penyangga batuan yang baru, yang diberi nama rock bolt dan shotcrete, yang digunakan di berbagai proyek seperti terowongan, ruang bawah tanah, tambang, lereng dan pondasi.
Saat ini terdapat berbagai sistem klasifikasi batuan seperlihat pada Tabel 8.1.


Dari berbagai sistem klasifikasi massa batuan yang ada, enam yang perlu mendapat perhatian khusus karena yang paling umum, yaitu yang diusulkan oleh Terzaghi (1946), Lauffer (1958), Deere dan kawan‑kawan (1967), Wickham dan kawan‑kawan (1972), Bieniawski (1973), Barton dan kawan-kawan (1974). Klasifikasi beban batuan Terzaghi (1946), klasifikasi pertama yang diperkenalkan dan digunakan di Amerika Serikat lebih dari 35 tahun, telah dibuktikan dengan sukses untuk penerowongan dengan penyangga besi baja (steel support).

Klasifikasi Lauffer (1958) didasarkan pada hasil keria dari Stini (1950) dan merupakan langkah maju dalam seni penerowongan dengan diperkenalkannya konsep Stand‑up time dari active span di dalam terowongan, dimana dapat ditentukannya tipe dan jumlah penyangga di dalam terowonqan secara lebih relevan.

Klasifikasi dari Deere dan kawan‑kawan (1967) memperkenalkan indeks Rock Quality Designation (RQD), yang merupakan metode yang sederhana dan praktis untuk mendeskripsikan kualitas inti batuan dari lubang bor.

Konsep dari Rock Structure Rating (RSR) dikembangkan di Amerika Serikat oleh Wickham dan kawan‑kawan (11972, 1974), yang sistem pertama yang memberikan gambaran rating klasifikasi untuk memberikan bobot yang relatif penting dari parameter klasifikasi.

Klasifikasi geomekanika (RMR system), diusulkan oleh Bieniawski (1973), dan Q system oleh Barton dan kawan‑kawan (1974), telah dikembangkan secara terpisah dan kedua‑duanya menyediakan data kuantitatif untuk memilih penguatan terowongan yang modern seperti rock bollt dan shoterete.


Tabel 8.1. Klasifikasi massa batuan yang saat ini banyak digunakan

Name of Classification
Originator and Date
Country of Origin
Applications
1. Rock load
Terzaghi, 1946
USA
Tunnels with steel support
2. Stand‑up time
Lauffer, 1958
Austria
Tunneling

3. NADA
Pacher et all., 1964
Austria
Tunnelling

4. Rock quality
    designation
Deete et al., 1972
USA
Core logging, tunneling
5. RSR concept
Wickhman et al., 1972
USA
Tunneling

6. RMR system

    (Geomechnanics,
    Classification)
Bieniawski, 1973

Last modified, 1979‑USA
Weaver, 1975
Laubscher, 1977
Olivier, 1979
Ghose and Raju, 1981
Moreno Tallon, 1982
Kendorski et al., 1983

Nakao et al., 1983
Serafim and Pereira, 1983
Gonzalez de Vallejo, 1983
Unal, 1983

Romana, 1985
Newman, 1985
Sandbak,1985
Smith, 1986
Venkateswarlu, 1986
Robertson, 1988
South Africa


South Africa
South Africa
South Africa
India
Spain
USA

Japan
Portugal
Spain
USA

Spain
USA
USA
USA
India
Canada
Tunnels, mines, slopes
Foundations
Rippability
Mining
Weatherability
Coal Mining
Tunneling
Hard rock mining
Tunneling
Foundations
Tunneling
Roof bolting in coal mines
Slope stability
Coal mining
Boreability
Dregeability
Coal mining
Slope stability
7. Q-System

Q‑ system extensions
Barton et al., 1974

Kirsten, 1982
Kirsten, 1983
Norway

South Africa
South Africa
Tunnels, chambers
Excavability
Tunneling
8. Strenght‑size
Franklin, 1975
Canada
Tunneling
9. Basic geotechnical
    description
International Society for Rock mechanics, 1981

General communication
10. Unified
      classification
Williamson, 1984
USA
General communication

Sistem Q dikembangkan khususnya untuk terowongan dan ruang bawah tanah, sedangkan klasifikasi geomekanika walaupun awainya dikembangkan untuk terowongan, dapat digunakan untuk rock slopes dan pondasi penilaian ground rippability, masalah‑masalah di pertambangan (Laudbscher, 1977, Ghose dan Raju, 1981, Kendorski dan kawan‑kawan, 1983).


8.2. METODE ROCK LOAD CLASSIFICATION

Terzaghi (1946) memformulasikan metode klasifikasi rasional yang pertama dengan mengevaluasi beban batuan yang tepat untuk merancang steel sets. Ini merupakan pengembangan yang penting karena penyangga dengan steel sets telah digunakan secara luas untuk penagalian terowongan batuan selama 50 tahun yang lalu. Klasifikasi ini hanya cocok untuk memperkirakan beban batuan untuk terowongan yang disangga dengan steel arch, tetapi tidak cocok untuk metode penerowongan yang modern dengan menggunakan shotcrete dan rock bolt. Sesudah mempelajari secara rinci, Cecil (1970) menyimpulkan bahwa metode Terzaghi terlalu umum untuk dapat mengevaluasi secara objektif kualitas batuan dan tidak menyediakan informasi kuantitatif dari sifat‑sifat massa batuan.

Gambaran utama dari klasifikasi Terzaghi diberikan pada gambar 8.1 dan dituliskan Pada Tabel 8.2 dan 8.3.

Nilai rock load di Tabel 8.2 digunakan untuk mendeskripsikan ground conditions jika terowongan terletak di bawah muka air tanah. Jika terowongan terletak diatas muka air tanah, rock load untuk kelas 4‑6 dapat dikurangi dengan 50 %. Revisi yang penting dari koefisien rock load klasifikasi Terzaghi diberikan oleh Rose (1982) di dalam Tabel 8.2, yang memperiihatkan kondisi batuan Terzaghi 4‑6 harus dikurangi dengan 50 % dari nilai rock load awal karena muka air tanah efeknya k.ecil terhadap rock load.


Gambar 8. 1. Konsep beban batuan terowongan oleh Terzaghi (1946)

8.3. KLASIFIKAS1 STAND‑UP TIME

Klasifikasi tahun 1958 oleh Lauffer merupakan pondasi di dalam awal kerja dari geologi terowongan oleh Stini (1950) yang dianggap sebagai bapak dari sekolah Austria untuk penerowongan, dan meanika batuan. Stini menekankan pentingnya cacad struktur di dalam massa batuan. Lauffer mengusulkan stand‑up time untuk berbagai active span yang dihubungkan pada berbagai kelas massa batuan.

Active unsupported span adalah lebar terowongan atau jarak dari face kepenyangga jika ini lebih besar dari lebar terowongan. Stand-up time adalah jangka waktu dimana terowongan dapat stabil tanpa penyangga sesudah penggalian. Harus dicatat bahwa beberapa faktor dapat mempengaruhi stand- up time, seperti orientasi dari sumbu terowongan, bentuk penampang terowongan, metode penggalian dan metode penyangga.
 
Klasifikasi awal Lauffer tidak lama digunakan, semenjak dimodifikasi beberapa kali oleh enjinir Austria, terutama oleh Pacher dan kawan‑kawan (1974), yang mempelopori pengembangan New Austrian Tunneling Method (NATM).

Hal utama yang penting di dalam klasifikasi Lauffer Pacher adalah penambahan span terowongan akan mengurangi langsung stand‑up time.

Sebagai contoh, pada saat membuat pilot tunnel dengan span kecil dapat berhasil menggali dengan full face di batuan yang kondisinya fair, sedangkan lubang bukaan dengan span yang besar di batuan yang sama dibuktikan tidak mungkin untuk menyangga di dalam waktu stand‑up timenya. Hanya dengan sistem heading dan benching yang lebih kecil atau multiple drift, penampang terowongan yang besar dapat digali di kondisi batuan seperti ini.

Klasifikasi ini memperkenalkan stand‑up time dan span sebagai parameter yang relevan di dalam menentukan tipe dan jumlah penyangga terowongan, dan ini akan mempengaruhi pengembangan yang lebih maju dari sistem klasifikasi massa batuan.


Tabel 8.2. Original Terzaghi’s Rock Load Classification (1946) a, b

Rock condition
Rock Load Hp (ft)
Remarks
1. Hard and intact
Zero
Light lining required only if spaling or popping occurs
2. Hard stratified or schistose
0‑0.5 B
Light support, maunly for protection against spails. Load may change erractically from point to point.
3. Massive, moderately jointed
0‑0.25 B

4. Moderately blocky and seamy
0.25‑035(B+Ht)
No side pressure
5. Very Blocky and seamy
(0.35‑1.10) (B+ Ht)
Little or no side pressure
6. Completely crushed
1.10 (B+ Ht)
Considerable side pressure
softening effects of seepage toward bottom of tunnel
require either continuous support for lower ends of ribs or circular ribs
7. Squeezing rock,
    moderate depth
(1.10‑2.10) (B+ Ht)
Heavy side pressure, invert struts required, circular ribs are recommended
8. Squeezing rock, great depth
(2.10‑4.50) (B+ Ht)

9. Swelling rock
Up to 250 ft, irrespective of the value of (B+ Ht)
Circular ribs are required, In extreme cases, use yielding Support
                                                            
a  After Terzaghi (1946)
b  Rock load Hp in feet on tunnel roof with width B (ft) and height Ht (ft) id depth of more than 1. (B+ Ht )
c Definitions :

Intact rock contairs neither joints nor hair cracks. Hence, if it breaks, it breaks across sound rock. On account of the injury to the rock due to blasting, spalls may drop of the roof several hours or days after blasting. This is known as a spalling condition. Hard, intact rock may also be encountered in the popping condition involving the spontaneous and violent detachment ofrock slabs from the sides of roof.

Stratified rock consists of individual state. with little or no resistance against seperation along the boundaries between strata. The strata may or may not.

Be weakned by transverse joint. In such rock, the spalling condition is quite common.

Moderatelly jointed rock contain joints and hair cracks, but the blocks between joints are locally grown together or so intimately interlocked that vertical walls do not require leteral support. In rock a of this type, both spalling and popping conditions may be encountered.

Block and seamy rock consist of chemically intact rock fragments which entirely separated from each other and imperfectly interlocked. In such rock, vertical walls may require lateral support.

Crushed but chemically intact rock has the character of a crusher run. If most or all of the fragments are as: a small as fine sand gains and no recementation has taken place, crushed rock below the water table exhibits the propeties of a water‑being sand.

Squeezing rock slowly advances into the tunnel without percetible volume increase. A preresquisite for squeeze is a high percentage of microsopic submicroscopic particles of micaceous mineral or of clay minerals or of clay minerals with alow swelling capacity.
Swelling rock advances into the tunnel chiefly on account of expansion. The capacity to swells seems to be limited to those rocks that contain clay minerals such as montmorillionite, with a high swelling capacity.


Tabel 8.3. Klasifikasi Rock Load Terzaghi yang umum digunakan a, b


Rock Condition
RQD
Rock load Hp (ft)
Remarks
1. Hard and intact
95-100
Zero
Same as Terzaghi (1946)
2. Hard stratified or 
    schistose
90-99
0-0.5 B
Same as Terzaghi (1946
3. Massive,
    moderatelly
    jointed
85-95
0-0.25 B
Same as Terzaghi (1946)
4. Moderatelly 
    blocky and
    seamy
75-85
0.25 B – 0.20 B (B+Ht)

5. Very blocky and
    seamy
30-75
0.2 B – 0.6 B (B+Ht)
Types 4,5 and 6 reduced by about 50 % from Terzaghi values because water table has little effect on rock load (Terzaghi, 1946; Brekke, 1968)
6. Completely
    crushed but
    chemically intact
6a. Sand and gravel                     
3-30

0-3

0.6 B – 1.1 B (B+Ht)

1.1 B – 1.4 B (B+Ht)
7. Squeezing rock,
    moderate depth
NAc
1.1 B – 2.1 B (B+Ht)
Same as Terzaghi (1946)
8. Squeezing rock,
    great depth
NAc
2.1 B – 4.5 B (B+Ht)
Same as Terzaghi (1946)
9. Swelling rock
NAc
Up to 250 ft irrespective of value of (B+Ht)
Same as Terzaghi (1946)
                                                                                                                                                                                    

a As modified by Deere et al., (1970) and Rose (1982)
b Rock Load Hp in feet of rock on roof of support in tunnel with width B (ft) and height
  Ht (ft) at depth of more than 1.5 (B+Ht)
c Not applicable.




8.4. INDEKS ROCK QUALITY DESIGNATION (RQD)

Indeks RQD telah diperkenalkan lebih dari 20 tahun yang lalu sebagai indeks dari kualitas batuan pada saat informasi kualitas batuan hanya tersedia dari deskripsi ahli geologi dan persentase dari perolehan inti (core recovery). RQD adalah modifikasi dari persentase perolehan inti yang utuh dengan panjang 10 cm atau lebih. Ini adalah indeks kuantitatif yang telah digunakan secara luas untuk menhidentifikasikan daerah batuan yang kualitasnya rendah sehingga dapat diputuskan untuk penambahan pemboran atau pekerjaan eksplorasi lainnya.

Untuk menentukan RQD, ISRM merekomendasikan ukuran inti paling kecil berdiameter NX (54,7 mm) yang di bor dengan menggunakan double tube core barrels.

Hubungan antara indeks RQD dan kualitas teknik dari batuan adalah sebagai berikut (Deere, 1968) :

RQD
Kualitas Batuan
< 25
25 – 50
50 – 75
75 – 90
90 - 100
Sangat jelek (very poor)
Jelek (poor)
Sedang (fair)
Baik (good)
Sangat baik (very good)



Gambar 8.2. Prosedur untuk pengukuran dan perhitungan RQD (Deere, 1989)

Cording dan Deere (1972) mencoba untuk menghubungkan faktor rock load Terzaghi dan memberikan tabel hubungan antara penyangga terowongan dan RQD (Tabel 8.4). Mereka menemukan bahwa konsep rock load Terzaghi harus dibatasi untuk terowongan yang disangga dengan steel sets, dan tidak dapat digunakan dengan baik untuk lubang bukaan yang disanggah oleh rock bolt.

Merritt (1972) menemukan bahwa RQD dapat merupakan nilai yang penting di dalam memperkirakan kebutuhan penyangga untuk terowongan batuan. Merritt membandingkan kriteria penyangga yang didasarkan pada versi perbaikannya, sebagai fungsi dari lebar terowongan dan RQD, dengan yang diusulkan oleh yang lainnya. Ini diringkaskan di dalam Tabel 8.4 yang dikumpulkan oleh Deere dan Deere (1988).


Tabel 8.4. Perbandingan dari RQD dan kebutuhan penyangga untuk terowongan dengan lebar 6 m a

No. Support or
Local Bolts
Patem Bolts
Steel Ribs
Deer et al,
RQD 75 ‑ 100
RQD 50 ‑75
(1.5‑1.8 m
spacing)
RQD 25-50 (0.9‑1.5 m
RQD 50‑75 (light ribs on
on 1.5‑1.8 m
spacing as
alternative to bolts)
ROD 25‑50 (light to medium ribs on 0.9‑1.5 m spacing as alternative to bolts)
RQD 0-25 (medium to heavy circular ribs on 0.6 ‑ 0.9 m spacing)                           spacing)
Cecil (1970)
RQD 82‑100
RQD 52‑82 (alternatevely40-60 mm
shotcrete)
RQD 0‑52 (ribs or reinforced shotcrete)

Merrit(1972)
RQD 72‑7100
RQD 0‑23 (1.2 ‑1.8 m
(spacing)
RQD 0‑23

a Data interpolated from Merrit (1972) by Deere and Deere (1988)

Palmstrom (1982) mengusulkan jika inti tidak tersedia, RQD dapat diperkirakan dari jumlah kekar‑kekar (joints) per satuan volume, di dalam mana jumlah kekar per meter untuk tiap kekar ditambahkan. Konversi untuk massa batuan yang bebas lempung adalah :
RQD = 115 ‑ 3.3 Jv

Jv adalah jumlah total kekar per m3.

Walaupun RQD adalah indeks yang seuderhana dan murah, tapi sendirian tidak cukup untuk melakukan deskripsi yang baik dari massa batuan, karena tidak memperhatikan orientasi kekar, keketatan (tightness), dan material pengisi. Yang utama adalah sebagai parameter praktis yang didasarkan pada pengukuran persentase dari interval batuan yang baik di dalam lubang bor.


8.5. KONSEP ROCK STRUCTURE RATING (RSR)

Konsep RSR, model prediksi ground‑support, dikembangkan di Amerika Serikat pada tahun 1972 oleh Wickham, Tiodemann, dan Skinner. Konsepnya adalah metode kuantitatif untuk mendeskripsi kualitas massa batuan dan untuk memilih penyangga yang tepat. Ini merupakan sistern klasifikasi massa batuan yang lengkap yang diusulkan sejak Terzaghi tahun 1946.

Konsen RSR merupakan satu langkah maju dalam beberapa aspek; pertama, merupakan klasifikasi kuantitatif  tidak seperti Terzaghi yang kualitatif; kedua, merupakan klasifikasi massa batuan yang menggabungkan banyak parameter, tidak seperti indeks RQD yang hanya dibatasi pada kualitas inti; ketiga, merupakan klasifikasi yang lengkap yang mempunyai input dan output, tidak seperti tipe klasifikasi, Lauffer yang menghubungkan pengalaman praktek untuk memutuskan kelas massa batuan dan kemudian memberikan output berupa stand-up time dan span.

Konstribusi utama dari konsep RSR adalah mengenalkan sistem rating untuk massa batuan. Ini adalah jumlah dari nilai bobot parameter individu di dalam sistem klasifikasi.

Konsep RSR memandang dua kategori umum dari faktor yang mempunyai perilaku massa batuan di dalam terowongan : parameter geologi dan parameter konstruksi.

Parameter geologi adalah a) tipe batuan, b) pola kekar (jarak rata‑rata kekar); c) orientasi kekar (dip dan strike), d) tipe diskontinuitas; e) major fault, shears dan folds; f) sifat‑sifat material batuan dan q) pelapukan atau alterasi.

Pembuat konsep ini menekankan bahwa dalam beberapa hal dapat dimungkinkan menentukan faktor‑faktor di atas secara teliti, tetapi dilain hal, hanya dapat dibuat pendekat
Parameter konstruksi adalah a) ukuran terowongan; b) arah penggalian; dan c) metode penggalian. Semua faktor di atas dikelompokkan kedalam tiga parameter dasar A, B dan C (masing‑masing Tabel 8.5, 8.6, dan 8.7), yang secara bersama‑sama merupakan evaluasi efek relatif dari berbagai faktor geologi pada syarat penyangga.

Ketiga parameter tersebut adalah :
Parameter A : Penilaian umum dari struktur batuan berdasarkan
i.    Tipe batuan asal (beku, metamorf, sedimen).
ii.   Kekerasan batuan (keras, medium, lunak, decomposed).
iii. Struktur geologi (masif, sedikit dipatahkan/ditipat, cukup dipatahkan/ dilipat, secara intensif dipatahkan/dilipat).

Parameter B : Efek pola diskontinuitas terhadap arah penggalian terowongan berdasarkan :
i.    Jarak kekar.
ii.   Orientasi kekar (strike dan dip).
iii.  Arah penggalian terowongan.

Parameter C : Efek aliran air tanah berdasarkan :
i.    Kualitas massa batuan total yang disebabkan oleh kombinasi parameter A dan B.
ii.   Kondisi kekar (baik, sedang, jelek).
iii. Jumlah aliran air (dalam per minute per 1000 feet di dalam terowongan).


Tabel 8.5. Rock Structure Rating, Parameter A: Daerah Geologi Umum a


Basic Rock Type
Geological Structure
Igeneous
Methamorphic
Sedimentary
Hard
1
1
2
Medium
2
2
3
Soft
3
3
4
Decomposed
4
4
4
Massive
Slightly or Folded
Moderately Faulted or Folded
Intensely Faulted or Folded
Type 1
Type 2
Type 3
Type 4




30
27
24
19
22
20
18
15
15
13
12
10
9
8
7
6
                                                              
a After Wickhman et.al., (1974)

Tabel 8.6. Rock Structure Rating, Parameter B: Pola Kekar, Arah Penggalian a

Average Joint Spacing
Strike to Axis
Strike II to Axis
Direction of Drive
Direction of Drive
Both
With Dip

Both
With Dip
Dip of Prominent Joints b
Against Dip
Dip of Prominent Joints b
Flat
Dipping
Vertical
Dipping
Vertical
Flat
Dipping
Vertical
1. Very closely jointed, < 2 in
2. Closely jointed, 2-6 in
3. Moderately jointed, 6-12 in
4. Moderate to blocky, 1-2 ft
5. Blocky to massive, 2-4 ft
6. Massive, > 4 ft
9

13

23


30

36

40
11

16

24

32

38


43
13

19

28

36

40


45
10

15

19

25

33


37
12

17

22

28

35


40
9

14

23

30

36


40
9

14

23

28

34


38
7

11

19

24

28


34
                                                              
a After Wickhman et.al., (1974).
b Dip : flat : 0-200; dipping : 20-500; and vertical : 50-900.




Tabel 8.7. Rock Structure Rating, Parameter C : Air Tanah, Kondisi Kekar a

Anticipated water Inflow (9pm/1000 ft)

Sum of Parameters A + B
13-44
45-75
Joint Condition
Good
Fair
Poor
Good
Fair
Poor
None
Slight, < 200 gpm
Moderate, 200‑1000 gpm Heavy, > 1000 g pm
22
19
15
10
18
15
11
8
12
9
7
6
25
23
21
18
22
19
16
14
18
14
12
10

a After Wickhman et al. (1974)
b Joint condition :good = light or cemented: fair = sligthly weathered or altered : poor
   severely weathered, aftered, or open.

Nilai RSR untuk tiap seksi terowongan diperoleh dengan menjumlahkan bobot nilai angka untuk tiap parameter.

RSR = A + B + C, dengan nilai maksimum 100. RSR mencerminkan kualitas massa batuan dengan kebutuhan akan penyangga.

Jilka digunakan tunnel boilng machine (TBM) untuk menggantikan metode penggalian dengan pemboran dan peledakan, maka RSR harus dikoreksi dengan menggunakan Adjustment Factor (AF) untuk berbagai diameter terowongan sebagai berikut :

diameter 9,15 m          :   AF = 1,058
diameter 8 m               :   AF = 1,127
diameter 7,63 m          :   AF = 1,135
diameter 7 m               :   AF = 1,150
diameter 6,10 m          :   AF = 11,168
diameter 6 m               :   AF = 1,171
diameter 5 m               :   AF = 1,183
diameter 4,58 m          :   AF = 1,180
diameter 14 m             :   AF = 1,192
diameter 3,05 m          :   AF =1,200


Model prediksi RSR dikembangkan terutama untuk penyangga steel rib. Data yang kurang telah tersedia untuk menghubungkan struktur batuan dan penyangga rock bolt atau shotcrete. Bagaimanapun juga, penaksiran kebutuhan rock bolt dibuat dengan menganggap rock load terhadap kuat tarik dari bolt. Diberikan hubungan untuk diameter rock bolt 25 mm dengan beban kerja 24.000 lb :

                         Spacing (ft) = 24 / W
                                              
dengan w adalah beban batuan dalam 1000 Ib/ft2.

Tidak ada koreksi yang dapat ditemukan antara kondisi geologi dan persyaratan shotcrete, sehingga hubungan empiris di bawah ini disarankan :

t = 1 + W / 1,25   atau t = D (65-RSR/150)
dengan :
f    = tebal shotcrete (inch)
W = beban batuan, Ib/ft2
D  = diameter terowongan, ft

Gambar 8.3 memperlihatkan kurva untuk menentukan sistem ground‑support tipikal berdasarkan prediksi RSR yang menyangkut kualitas massa batuan sampai arah penggalian terowongan. Kurva ini dapat digunakan  untuk bentuk terowongan bulat atau tapal kuda.

Konsep RSR adalah metode yang sangat berguna untuk memilih penyangga steel rib untuk terowongan batuan. Konsep RSR tidak direkomendasikan untuk memilih penyangga rock bolt atau shotcrete.


Gambar 8.13 Konsep RSR :
                                  Kurva penyangga untuk terowongan berdiameter 7,3 m

8.6. Klasifikasi Geomekanika (SISTEM RMR)

Sistem RMR menggunakan enam parameter untuk mengklasifikasikan massa batuan, yaitu :
a. Uniaxial compressive strength of rock material.
b. Rock Quality Designation (RQD).
c. Spacing of discontinuities.
d. Condition of discontinuities.
e. Groundwater conditions.
f. Orientation of discontinuities.

Karena parameter tersebut dapat diperoleh dari lubang bor, penyelidikan di lapangan baik di permukaan maupun di bawah tanah.
Ada enam langkah dalam menggunakan klasifikasi geomekanika (sistem RMR):
a.   Langkah pertama adalah dengan menghitung rating total dari lima parameter yang terdapat di dalam Tabel 8.8 sesuai dengan kondisi lapangan yang sebenarnya.
Tabel 8.8. Parameter klasifikasi dan Rating nya

Parameter
Ranges of Values
1
Strength of intact rock material
Popint-load strength index (Mpa)
> 10
4-10
2-4
1-2
For this low range, uniaxial compressive test is preferred
Uniaxial compressive strength
> 250
100-250
50-100
25-50
5-25
1-5
< 1
Rating
15
12
7
4
2
1
0
2
Drill core quality
90-100
75-90
50-75
25-50
< 25

Rating
20
17
13
8

Spacing of discontinuities
> 2 m
0.6-2 m
200-600 m
60-200 mm
< 60 m

Rating
20
15
10
8
0
Condition of discontinuities
Very rough surfaces not continous
No separation
Unweathered wall rock
Sligthly rough surfaces  Separation < 1 mm
Sligtly weathered walls
Sligthly rough surfaces  Separation < 1 mm
Sligtly weathered walls
Slickensided surfaces or Gouge < 5 mm thick or Separation 1-5 mm Continous


Rating
30
25
20
10
0

Ground water
Inflow per 10 m Tunnel length (L/min)
None
< 10
10-25
25-125
> 25

Ratio
Joint water pressure
0
< 0.1
0.1-0.2
0.2-0.5
> 0.5

Major principal stress


General conditions
Completely dry
Damp
Wet
Dripping
Flowing

Rating
15
10
7
4
0

b. Langkah kedua adalah menilai kedudukan sumbu terowongan terhadap jurus (strike) dan kemiringan (dip) bidang‑bidang diskontinuitas seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 8.9.

Tabel 8.9. Efek orientasi jurus dan kemiringan diskontinuitas di dalam penerowongan
Strike Perpendicular to Tunnel axis
Drive with Dip
Drive agiants Dip
Dip 45‑90
Dip 45‑90
Dip 45‑90
Dip 20‑45
Very favorable
Favorable
Fair
Unfavorable




Strike Parallel to Tunnel Axis

Irrespective of Strike
Dip 20‑45
Dip 45‑90

Dip 0‑20
Fair
Very unfavorable

Fair

a Modified aftler Wicckman et al. (1972)



c.   Langkah ketiga, setelah menentukan kedudukan sumbul terowongan terhadap jurus dan kemiringan bidang‑bidang diskontinuitas, maka ratingnya ditetapkan berdasarkan Tabel 8.10. Langkah ini disebut juga sebagai penyesuaian rating (rating adjustment).

Tabe18.10. Penyesuaian rating untuk orientasi bidang‑bidang diskontinuitas

Strike and Dip Orientation of Discontinuities
Very Favorable
Favorable
Fair
Unfavorable
Very Unfavorable
Headings
Tunnel and mines
0
-2
-5
-10
-12
Poundations
0
-2
-7
-15
-25
Stopes
0
-5
-25
-50
-60

d. Langkah keempat adalah menjumlahkan rating yang didapat dari langkah pertama dengan rating yang didapatkan dari langkah ketiga sehingga didapatkan rating total sesudah penyesuaian. Dari rating total ini dapat diketahui kelas dari massa batuan berdasarkan Tabel 8.11.

Tabel 8.11. Kelas massa batuan yang ditentukan dari rating total

Rating
100←81
80←61
60←41
40←21
< 20
Class on
I
II
III
IV
V
Description
Very good rock
Good rock
Fair Rock
Poor rock
Very poor rock
                                                                                 
                                                                                                                                                
e.     Langkah kelima, setelah kelas massa batuan diketahui maka dapat diketahui stand‑up lime dari massa batuan tersebut dengan span tertentu serta kohesi dan sudut geser dalamnya seperti diperlihatkan oleh Tabel 8.12.



Tabel 8.12. Arti dari kelas massa batuan.

Class no.
I
II
III
IV
V
Average stand‑uptime
20 yr for-15 m span
1 wk for-10 m span
1 wk for-5  span
1 hror-2.5 m span
30 min for 1 m span
Cohesion of the rock mass (kPa)
> 400
300-400
200-300
100-200
< 100
Friction angle of the rock mass (deg)
> 45
35-45
25-35
15-25
< 15
                                 
Bieniawski (1976) memberikan hubungan antara waktu stabil tanpa penyangga (stand-up time) dengan span untuk berbagai kelas massa batuan menurut klasifikasi geomekanika seperti diperlihatkan oleh Gambar 8.4.
Hubungan ini sangat penting sekali diketahui pada saat penggalian teroeongan.



Gambar 8.4. Hubungan antara stand-up time dengan span untuk berbagai kelas massa
                       batuan

f.    Berdassarkan pada Klasifikasi Geomekanika ini, Bieniawski memberikan petunjuk untuk, penggalian dan penyangaan terowongan batuan dalam hubungan dengan sistem RMR seperti diperlihatkan di Tabel 8.13.
Petunjuk ini hanya berlaku untuk terowongan di batuan dengan lebar 10 m, berbentuk tapal kuda (horseshoe), tegangan vertikal lebih kecil dari 25 MPa, serta metode penggalian dengan pemboran dan peledakan.


Tabe1 8.13. Petunjuk untuk penggalian dan penyangga terowongan batuan denga sistem
                   RMR

Rock Mass Class
Excavation
Support
Rock bolts (20 mm Dia, fully Grouted)


Shotcret


Steel Sets
Very good rock
1
RMR: 81-100
Full face
3 m advance
Generally, no support requiredexcept for occasional spot bolting
Good rock
II
RMR : 61‑80
Full face
1.0 ‑1.5 m advance Complete support 20 m from face
Locally bolts in crown 3m long, spaced 2.5 m, with occasional mesh
50 mm in crown where require
None

Fair Rock
III

RMR : 41‑60
Top heading and bench
1.5‑3 m advance in 
Top heading
Commence support 10 m from face
Systematic bolts 4 m long, spaced 1.5-2 m in crown and walls with
50‑100 mm in crown and 30 mm in sides
None

Poor  Rock
IV

RMR : 21‑40
Top heading and bench
1.0‑1.5 m advance in 
Top heading. Install support in crown Concuratently with Excavation 10 m from face
Systematic bolts 4-5 m long, spaced 1-1.5 m and wall with wire mash
100‑150 mm in crown and 100 mm in sides
Light to medium ribs spaced 1.5 m where RMR : required
Very Poor  Rock
V
RMR : < 20
Multiple drifts long, spaced 1-1.5 m heading. Install support concuratently with Excavation. Shotcrete As soon as possible after blasting
Systematic bolts 4 m long, spaced 1.5-2 m in crown and walls with wire mesh. Bolt invert
150‑200 mm in crown and 150 mm in sides, and 50 mm on face
Medium to heavy ribs spaced 0.75 m with steel laging and forepolling if required. Close invert

a  Shape: horseshoe: width: 10 m Vertical stress < 25 Mpa; construction: drilling and
   blasting


Gambar 8.5. memperlihatkan formulir data masukan yang akan digunakan pada saat penyelidikan di lapangan untuk klasifikasi massa batuan.

Gambar 8.5. Formulir data masukan untuk klasifikasi massa batuan


8.7. KLASIF1KAS1 SISTEM Q.

Klasifikasi massa batuan dengan sistem Q didasarkan pada penilaian numersk dari kualitas massa batuan dengan menggunakan enam parameter yang berbeda
a. RQD.
b. Number of joint sets.
c. Roughness of the most unfavorable joint or discontinuity.
d. Degree of alternation or filling a long the weakest joint.
e. Water inflow.
f. Stress condition.

Keenam persamaan ini dikelompokkan kedalam tiga kelompok hasil bagi untuk memberikan massa batuan Q secara total sebagai berikut:
                                     
dengan :

RQD  =  rock quality designation
Jn       =  joint set number
Jr       =  joint roughness number
Ja       =  joint alteration number
Jw      =  joint water reduction number
SRF  =  stress reduction factor

Kualitas batuan dapat berkisar dari Q = 0,001 sampai Q = 1000 pada skala logaritmik kualitas massa batuan.


Prosedur Klasifikasi

Tabel 8.14 memberikan nilai numerik dari tiap parameter klasifikasi.
Dua parameter pertama menggambarkan struktur menyeluruh dari massa batuan, dan perbandingan kedua parameter tersebut adalah ukuran relatif dari blok. Perbandingan antara parameter ketiga dan keempat adalah indikator dari kuat geser inter‑blok (dari kekar‑kekar). Parameter kelima adalah ukuran untuk tekanan air, sedangkan parameter keenam adalah ukuran untuk:
a. Beban lepas didalam hal daerah geseran dan batuan lempung.
b. Tegangan batuan dalam hal batuan competent.
c. Beban squeezing dan swelling di batuan incompetent plastis.

Parameter keenam ini adalah parameter tegangan total. Perbandingan antara parameter kelima dan keenam menggambarkan tegangan aktif (active stress).

Nilai Q dihubungkan dengan kebutuhan penyangga terowongan dengan menetapkan dimensi ekivalen (equivalent dimension) dari galian. Dimensi ekivalen merupakan fungsi dari ukuran dan kegunaan dari galian, didapat dengan membagi span, diameter atau tinggi dinding galian dengan harga yang disebut Excavation Support Ratio (ESR).


Tabel 8.15 memperlihatkan harga ESR untuk berbagai lubang bukaan bawah tanah serta tingkat keamanan yang dikehendaki.


Tabel 8.14. Deskripsi Sistem Q dan Rating‑nya Parameter RQD, Jn, Jr, Ja, SRF, Jw.


Rock Quality Designation (RQD)
very poor          
Fair
Fair
Good
Excellent
0-25
25-50
50-75
75-90
90-100
Note:
(1)Where RQD is reported or measured as ≤ 10 (including 0), a nominal value of 10 is used to evaluate Q in equation (5.1).
(ii) RQD intervals of 5, i.e., 100,95,90,, etc are  sufficiently accurate.

Massive, none or few joints
One joint set
One joint set plus random
Two joint sets
Two joint sets plus random
Three joint sets plus random
Four or more joint sets, random, heavly jointed
“sugar cube” etc.
Crush rock, earthlike
Joint set number Jn
0.5‑1.0
2
3
4
6
9
12

15
20
Note :
(i) For intersection, use (3.0 x Jn)

(ii) For portals, use (2.0 xJn)

(a)     Rock wall contact joint
(b)     Rock wall contact before 10‑cm shear

Discontinuos joint Rough or irreguler, undulating
Joint Rughness Number Jr



4
3

Note :
(i) Add 1.0 if the mean spacing of the relevant joint set is greater than 3 m

Smooth, Undulating
Slickensided, Undulating rough or irreguler, planal
Smooth planar
Slickensided


2.0
1.5
1.5
1.0 b
0.5
Note :
(ii) Jr =0.5 can be used for planer slickensided joints having 1
lineations, provided the lineations are favorably orientied
(iii) Descriptions B to G refer to small‑scale features and intermediate‑scales features, in that order.
(c) No rock wall con tact when sheared
Zone containing clay minerals thisc:k enough to prevent rock wall contact sandy, gravelly, or crushed zone thick enuogh to prevent rock wall contact




1.0 b

1.0 b



(a) rock wall contact
Joint Alteration Number Ja

fr (approx)
A.Tightly healed, hard, nonsoftening impermeable filling, i.e., quartz oe epidote
0.75

B. Unaltered joint walls, surface staining only
1.0
25-350
C. Slightly altered joint walss. Nonsoftening mineral coatings, sandy particles, clay free disintegrated rock, etc
2.0
25-300

D.Silty or ssandy clay coatings, small clay Fraction (nonsoftening)
3.0
20-250
E. Softening or low‑friction clay mineral  coatings, i.e., kalinite, mica. Also chlorite, talc, gypsum, and  graphite, etc., and small quantitlies of sweliing, clays discotinuous)
(b) Rock wall contact before 1 ‑21‑mrn shear                                   
4.0
8-160
F. Sandy particles, clay free disintegarated rock, etc.
4.0
25-350
G.Strongly over consolidatetd, nonsoftening clay mineral fillings (continuous, < 5 mm in thickness).
6.0
16-240
H. Medium or low over‑consolidaition softening, clay mineral fillings. (Continuous, < 5 mm in thickness).
8.0
12-160
J. Swelling clay fillings, i.e., montmorillonite (continuous, < mm in thickness). Value of Ja depends on percentage of swelling clay­ sized particles, and access to water, etc.
(c) No rock wall, contact when sheared.
8.0-12.0
6-120
K.Zones or bands of disintegrated or crushed rock and clay (see G., H., J. for description or of clay condition).
6.0, 8.0 or 8.0-12.0
6-240
L.Zones or bands of silty or sandy clay, small clay fraction (nonsoftening).
5.0

M.Thick, continuous zones or bands of clay (see G., H., J. for description of clay condition),
   Note :
(1) Values of f, are intended as an approximate guide to mineralogical properties of the alteration products, if present                                                       properties of the alteration roducts, if present
10.0, 13.0 or 13.0-20.0
6-240

Stress Reduction Factor (SRF)
(a) Weakness zones intersecting excavation, which may cause loosening of rock mass when tunnel is excavated.
 Multiple occurr, zones of weakness zones containing clay or chemically disintegrated rock, very loose surrounding rock (any depth)







10.0
Note
(i) Reduce these SRF value by 25‑50% if the relevant shear zones only influence but do not intersect the excavation
B. Single‑weakness zones containing day or chemically
disintegrated rock (depth of excavation ≤ 50 m)



5.0

C. Single‑weakness zones containing clay or chemically     disintegrated rock (depth of excavation > 50m).

2.5

D. Multiple‑shear zones in competent rack (clay free), loose surrounding rock (any depth)


7.5

E. Single‑shear zones in competent rock (clay free), (depth of excavation ≤ 50m).


5.0

F. Single‑shear zones in competent rock (clay free), (depth of excavation > 50m).


2.5

G. Loose open joints, heavily jointed or “sugar”, cube etc (any depth).
    (b) Competent rock, rock stress problems



5.0

H. Low stress, near surface
   sc/s1      st/s1
    > 200       >13

2.5
(ii) For strongly anisotropic stress field (if measured):
when 5 ≤  sc/s1  ≤ 10, reduce sc, and st  to 0.8 sc, and 0.8 st when sc/s1   > 10, reduce sc and st to
0.6 sc, and 0.6 st (where sc  = unconfined structure (ussually favorable to compressive strenght, st =tensile strenght (point load), s1 and s3  =major and minor principal stresses)
J. Medium stress     200-10   130-0.66

K. High‑stress, very tight
structure (ussually favorable to stability, may be unfavorable to wall stability)



                                  10-5  0.66-0.33







0.5-2.0
L. Mild rock burst (massive rock)
                                  5-2.5   0.33-0.16

5-10

M. Heavy rock burst (massive rock)
                                          <2.5   <0.16
    (c) Squeezing rock: plastic flow of incompetent rock under the influence of high rock pressures

10-2-0

N. Mild squeezing rock pressure
5-10

0. Heavy squeezing rock pressure
   (d) Swelling rock:chemical swelling activity depending on presence of water
10-20
(iii) Few case records available where depth of crown below surface is less than span width. Suggets SRF increase from 2.5 to 5 for such cases (see H)
P. Mild swelling rock pressure
5-10

R. Heavy swelling rock pressure
10-15


Joint Water Reduction Factor Jw

Jw
Approximate water Pressure (kg/m2)

A. Dry excavations or minor inflow, i,e.:
1.0
<1
Note :
(i) Factors C‑F crude estimates. Increase Jw if drainage measure are installed.

B. 5L/min locally Medium inflow or pressure occasional outwash of joint fillings.
0.66
1.0-2.5
C. Large inflow or high pressure in competent rock with unfilled joints    0 5
0.5
2.5-10.0
(ii) Special problems caused by ice formation are not considered.
D. Large inflow or high pressure,considerable outwash of jont fillings
0.33
2.5-10.0

E. Exeptionally high inflow or water. pressure at blasfing, decaying with time
0.2-0.1
> 10.0

F. Exeptionally high inflow or water pressure continuing without noticeable decay.
0.1-0.05
>10.0


a Affer Barton et al. (1974).
b Norninal


Tabel 8.15. Harga ESR.

Excavation Category
ESR
No. of Cases
A. Temporary mine openings
3-5
2
B. Vertical shafts;
     Circular section
     Recatanguler/square section

2.5
2.0

C. Permanent mine openings, water tunnels for hydropower (excludinghigh‑presssure Penstock), pilot tunnels, drifts, and headings for large excavations
1.6
83
D. Storage caverns, water treatment paints minor highway and railroad tunnies, surge chambers, acces tunnels.
1.3
25
E. Power stations, major highway or railroad    tunnels, civil defense chambers, portals, intersections.
1.0
73
F.  Underground nuclear power stations,railroad stations,
      factories.
0.8
2


Hubungan antara indek Q dan dimensi ekivalen dapat menentukan ukuran penyangga yang sesuai seperti diperlihatkan oleh Gambar 8.6. Barton dan  kawan-kawan (1974) menyediakan kategori penyangga sebanyak 38 buah yang memenuhi syarat untuk penyangga permanen seperti diberikan oleh Tabel 8.16 sampai Tabel 8.20.

Untuk menentukan penyangga sementara (temporary support), indeks Q ditambah menjadi 5 Q atau ESR ditambah menjadi 1,5 ESR.

Harus dicatat bahwa panjang baut batuan (rock bolt) tidak ditentukan di dalam Tabel 8.16, tetapi panjang baut tersebut (L) ditentukan dari persamaan :
dengan B adalah lebar lubang bukaan.


Jika jumlah joint set kurang dari tiga, persamaan tersebut menjadi :
Proof = 2/3  Jn1/2  Jr-1  Q-1/3

Walaupun sistem Q melibatkan sembilan kelas massa batuan dan 38 kategori penyangga, ini tidak terlalu rumit.
Beberapa pemakai sistem Q menggarisbawahi bahwa skala logaritma terbuka Q bervariasi dari 0,001 sampai 1000 yang dapat meyebabkan kesuliatan. Akan lebih mudah dengan menggunakan skala linier sampai dengan 100.

Gambar 8.6. Hubungan antara dimensi ekivalen dengan kualitas massa batuan
                           (Barton dkk, 1974)



Tabel 8.16. Sistem Q : Ukuran penyangga untuk kisar Q dari 10 sampai 1000 a
Support Category
Q
Conditional Factors
Span
/ESR
(m)
Pb
(kg/cm2)
Span
/ESR
(m)
Type of Support
Notes (Table 5.6)
RQD/Jn
Jr/Jn
1c
1000-400


< 0.01
20-40
sb(utg)


2 c
1000-400


< 0.01
30-60
sb(utg)


3 c
1000-400


< 0.01
46-80
sb(utg)


4 c
1000-400


< 0.01
65-100
sb(utg)


5 c
400-100


0.05
12-30
sb(utg)


6 c
400-100


0.05
19-45
sb(utg)


7 c
400-100


0.05
30-65
sb(utg)


8 c
400-100


0.25
48-88
sb(utg)


9 c
100-40
≥ 20
< 20
0.25
8.5-19
sb(utg)
B(utg) 2.5-3m


10 c
100-40
≥ 30
< 30
0.25
14-30
B(utg) 2-3m
B(utg) 1.5-2m
+clm


11 c
100-40
≥ 30
< 30
0.25
23-48
B(tg) 2-3m
B(tg) 1.5-2m
+clm


12 c
100-40
≥ 30
< 30
0.25
40-72
B(tg) 2-3m
B(tg) 1.5-2m +clm


13
40-10
≥ 10
≥ 10
< 10
< 10
≥ 1.5
< 1.5
≥ 1.5


0.5

sb(utg)
B(utg) 1.5-2m
B(utg) 1.5-2m
B(utg) 1.5-2m+
S(mr) 5-10cm
I
I
I
I
14
40-10
≥ 10
< 10

≥ 15
≥ 15
< 1.5
0.5
9-23
B(tg) 1.5-2m+clm
B(tg) 1.5-2m +S(mr) 5-10cm
B(utg) 1.5m+ clm
I, II
I, II

I, III
15
40-10
> 10
≤ 10


0.5
15-40
B(tg) 1.5-2m+clm
B(tg) 1.5-2m +S(mr) 5-10cm
I, II, IV
I, II, IV
16c,d
40-10
> 15
≤ 15


0.5
30-65
B(tg) 1.5-2m+clm
B(tg) 1.5-2m +S(mr) 10-15cm
I, V, VI
I, V, VI

a  After Barton et.al., (1974)
b  Approx
c  Original authors estimates of support. Insufficient case records available for reliable estimation of support requirements. The types of support to be used in categories 1-8 will depend on the blasting technique, smooth blasting, and through may remove the need for support, Rough-wall blasting may results in the need for single applications of shotcrete, especially where the excavation height is > 25 m. Future case records should differentiate categories 1-8 m Key : sb = spot bolting, B = systhematic nolting, (utg) = untensioned, grouted; (tg) = tensioned expanding-shell type for competent rock masses, grouted post-tensioned in very poor quality rock masses; S = shotcrete; (mr) = mesh-reinforced; clm = chain-link mesh; CCA = cast concrete arch; (sr) = steel-reinforced. Bolt spacings are given in meters (m). Shotcrete or cast concrete arch thickness is given in centimeter (cm).
d  See note XII Table 5.6.





Tabel 8.17. Sistem Q : Ukuran penyangga untuk kisar Q dari 1 sampai 10 a

Support Category
Q
Conditional Factors
Span
/ESR
(m)
Pb
(kg/cm2)
Span
/ESR
(m)
Type of Support
Notes (Table 5.6)
RQD/Jn
Jr/Jn
17
10-4
> 30
≥ 10, ≤ 30
< 10
< 10



≥ 6
< 6
1.0
3.5-9
sb(utg)
B(utg) 1-1.5m
B(utg) 1-1.5m+S 2-3 cm
S(2-3) cm
I
I
I
I
18
10-4
> 5
> 5
≤ 5
≤ 5

≥ 10
< 10
≥ 10
< 10
1.0
7-15
B(tg) 1-1.5m+clm
B(utg) 1-1.5m+clm
B(tg) 1-1.5m+ S 2-3 cm
B(utg) 1-1.5m+ S 2-3cm
I, III
I
I, III
I
19
10-4


≥ 20

< 20

1.0
12-29
B(tg) 1-2m +S(mr) 10-15cm
B(tg) 1-1.5m +S(mr) 5-10cm
I, II, IV

I, II
20c
10-4


≥ 35

< 35

1.0
24-52
B(tg) 1-2m +S(mr) 20-25cm
B(tg) 1-1.5m +S(mr) 10-120cm
I, V, VI

I, II, IV
21
4-1
≥ 12.5
< 12.5

≤ 0.75
< 0.75
> 0.75

1.5
2.1-6.5
B(utg) 1m+ S 2-3 cm
S 2.5-5 cm
B(utg) 1 m
I
I
I
22
4-1
> 10, < 30
≤ 10
< 30

≥ 30
> 1.0
> 1.0
≤ 1.0

1.5
4.5-11.5
B(utg) 1m+ clm
S 2.5-7.5 cm
B(utg) 1 m +S(mr) 2.5-5cm
B(utg) 1 m
I
I
I

I
23
4-1


≥ 15
< 15
1.5
8-24
B(tg) 1-1.5 m +S(mr) 10-15cm
B(utg) 1-1.5 m +S(mr) 5-10cm
I,II,IV,VI

I
24 c,d
4-1


≥ 30
< 30
1.5
18-46
B(tg) 1-1.5 m +S(mr) 15-30cm
B(tg) 1-1.5 m+S(mr) 10-15cm
I,V,VI

I,II,IV

a  After Barton et.al., (1974)
b  Approx
c   See note XII in Table 5.6
d  See footnote c in Table 5.2




Tabel 8.18. Sistem Q : Ukuran penyangga untuk kisar Q dari 0,0 sampai 1,0 a

Support Category
Q
Conditional Factors
Span
/ESR
(m)
Pb
(kg/cm2)
Span
/ESR
(m)
Type of Support
Notes (Table 5.6)
RQD/Jn
Jr/Jn
25
1.0-0.4
> 10
≤ 10

> 0.5
> 0.5
≤ 0.5



2.25
1.5-4.2
B(utg) 1m+mr or clm
B(utg) 1m+S (mr) 5 cm B(tg) 1m+S (mr) 5 cm
I
I
I
26
1.0-0.4



2.25
3.2-7.5
B(tg) 1m+S (mr) 5-7.5 cm
B(utg) 1m+S 2.5-5 cm
VIII,X,XI

I, IX
27
1.0-0.4

≥ 12

< 12

> 12

< 12

2.25
6-18
B(tg) 1m+S (mr)7.5-10cm
B(utg) 1m+S (mr) 5-7.5 cm
CCA 20-40 cm + B (tg) 1m
S (mr) 10-20 cm + B (tg) 1m
I, IX

I, IX

VIII,X,XI

VIII,X,XI

28d
1.0-0.4

≥ 30
≥ 20, < 30
< 20



3.0
15-38
B(tg) 1m+S (mr)30-40cm
B(tg) 1m+S (mr)20-30cm
B(tg) 1m+S (mr)15-20cm
CCA (sr) 20-100 cm + B (tg) 1m
I,IV,V,IX
I,IV,V,IX
I,II,IX
Iv,VIII,X,XI
29
0.4-0.1
> 5
≤ 5
> 0.25
> 0.25
≤ 0.25

3.0
1.0-3.1
B(tg) 1m+S 2-3 cm
B(utg) 1m+S (mr) 5 cm B(tg) 1m+S (mr) 5 cm

30
0.4-0.1
≥ 5
< 5


3.0
2.2-6
B(tg) 1m+S 2.5-5 cm
S (mr) 5-7.5 cm
B(tg) 1m+S (mr)5-7.5 cm
IX
IX
VIII,X,XI
31
0.4-0.1
> 4
≤ 4, ≥1.5
< 1.5


3.0
4-14.5
B(tg) 1m+S 5-12.5 cm
S (mr) 7.5-25 cm
CCA 20-40 cm +B(tg)1m
CCA (sr) 30-50 cm + B (tg) 1m
IX
IX
IX,X
VIII,X,XI
31 d
0.4-0.1


≥ 20
< 20
3.0
11-34
B(tg) 1m+S (mr)40-60cm
B(tg) 1m+S (mr)20-40cm
II,IV,IX,XI
II,IV,IX,XI

a  After Barton et.al., (1974)
b  Approx
c   For key, refer to Table 5.2, footnote c
d  See note XII in Table 5.6






Tabel 8.19. Sistem Q : Ukuran penyangga untuk kisar Q dari 0,001 sampai 0,1 a

Support Category
Q
Conditional Factors
Span
/ESR
(m)
Pb
(kg/cm2)
Span
/ESR
(m)
Type of Support
Notes (Table 5.6)
RQD/Jn
Jr/Jn
33
0.1-0.01
≥ 2
< 2





6
1.0-3.9
B(tg)1m+S (mr) 2.5-5 cm
S (mr) 5-10 cm
S (mr) 7.5-15 cm
IX
IX
VII, X
34
0.1-0.01
≥ 2
< 2

≥ 0.25
≥ 0.25
< 0.25


6
2.0-11
B(tg)1m+S (mr) 5-7.5 cm
S (mr) 7.5-15 cm
S (mr) 15-25 cm
CCA (sr) 20-60 cm + B(tg)1m
IX
IX
IX
VIII,X,XI
35 d
0.1-0.01


≥ 15

≥ 15

< 15
< 15
6
6.2-28
B(tg)1m+S (mr)30-100cm
CCA (sr) 60-200 cm + B(tg)1m
B(tg)1m+S (mr)20-75cm
CCA (sr) 40-150 cm + B(tg)1m
II,IX,XI

VIII,X,XI,II

IX,X,III
VIII,X,XI,III

36
0.01-0.001



12
1.0-2.0
S (mr) 10-20 cm
S (mr) 10-20 cm + B(tg)0.5-1.0m
IX
VII,X,XI
37
0.01-0.001



12
1.0-6.5
S (mr) 20-60 cm
S (mr) 20-60 cm + B(tg)0.5-1.0m
IX
VII,X,XI
38 d
0.01-0.001


≥ 10
≥ 10
< 10
< 10
12
4.0-20
CCA (sr) 100-300 cm CCA (sr) 100-300 cm + B(tg)1m
S (mr) 70-200 cm
S (mr) 70-200 cm
IX
VIII,X,II,XI

IX
VIII,X,III,XI


a  After Barton et.al., (1974)
b  Approx
c   For key, refer to Table 5.2, footnote c
d  See note XII in Table 5.6
e  See note XIII in Table 5.6



Tabel 8.20. Sistem Q: Ukuran penyangga ‑ Catatan tambahan

              I. For cases of heavy rock bursting or “popping” tensioned bolts with enlarged bearing plates often used, with spacing of about 1 m (occasionally down to 0.8 m) Final support when'popping" activiy ceases.

            II. Several bolt lenghts often used in same excavation, i…, 3, 5 and 7 m.

         III. Several bolt lenghts often use in same excavation, i.e., 2, 3 and 4 m.

          IV. Tensioned cable anchors often used to supplement bolt ssuppor presssures. Typical spacing 2‑4 m.

            V. Several bolt lenghhts often used in same excavation.

          VI. Tensioned cable anchors often ussed to supplement bolt supportmpressures.Typical spacing 4‑6 m.

       VII. Several of the older‑generation power stations in this category employ systematic or spot bolting with areaa of chain‑link mesh, and free‑span concrete arch roof (25‑40 cm) as permanent support.

     VIII. Cases involving swelling, e.g., montmorillonite clay (with access of water). Room for expansion behind the support is used in cases of heavy swelling. Drainage measures used where possible.

          IX. Cases not onvolving swelling clay or squeezing rock.

            X. Cases invoving squeezurig rock, heavy rigid support is generally used as permanent support.

          XI. According to the authors (Barton et al, experience, in cases of swellling or squeezing, the temporary support required before concrete (or shoterete) arches are formed may consist of bolting tensioned shell expansioned type) if the value of RQD/Jn is sufficiently high (ie, >1.5), poosibly combined with shotcrete. If the rock mass is very heavily jointed or crushed (i.e., RQD/Jn, 1.5, for example, a”sugar cube” shear zone in quartzite) then, the temporary support may consist of up to several applications of shotcrete. Systematic bolting (tensioned) may be added after casting the concrete (or shotcrete) arch to reduce the uneven loading on the concrete, but it may not be effective when RQD/Jn <1.5, or when a Ict of clay is present, unless the bolts are grouted before tensioning. A sufficient length of anchor in ‘these extremely poor‑quality rock masses’. Serious oocurrences of right up to the face, possibly using a shield as temporary shuttering. Temporary support of the working face may also be required that the concrete arches taken right up to the face, possibly using a shield as temporary shuttering. Temporary support of the working face may also be required in these cases.

       XII. For reasons of safety, the multiple drift method will often be needed during excavation and supporting of roof arch. Categories 16, 20, 24,2 8, 32 , 35 ESR > 1.5 m only).

     XIII. Multiple drift methhod needed during, and support of arch, walls and floor in cases of heavy squeezing. Category 38 (span/ESR > 10 m only).


a After barton, et.al., (1974)


8.8. KLASIFIKAS1 NATM

New Austrian Tunneling Method (NATM) menonjolkan sistem klasifikasi batuan secara kualitatif yang harus diperhitungkan di dalam konteks secara keseluruhan dari NATM. NATM adalah pendekatan atau filosofi yang memadukan prinsip perilaku massa batuan yang mengalami beban dan pemantauan (monitoring) unjuk laku penggalian di bawah tanah pada saat konstruksi. Kata‑kata metode di dalam NATM sering pengertiannya menimbulkan salah pengertian. Kenyataannya NATM tidak memberikan teknik penggalian dan penyanggaan yang spesifik. Banyak orang percaya jika menggunakan shotcrete dan rock bolt sebagai penyangga, mereka sudah menerapkan NATM. Ini jauh dari kebenaran. NATM mengikut sertakan kombinasi dari berbagai cara yang ada untuk penggalian dan penerowongan, tetapi perbedaannya adalah pemantauan yang terus menerus dari gerakan batuan dan revisi penyangga untuk memperoleh lining yang paling stabil dan ekonomis. Bagaimanapun juga, berbagai aspek lainnya berhubungan juga di dalam membuat IN' AM T P01 lebih bersifat konsep atau filosofi dibandingkan dengan hanya suatu metode. NATM dikembangkan di Austria diantara tahun 1957 sampai tahun 1965 dan diberi nama NATM di Salzburg tahun 1962 untuk membedakan dari pendekatan penerowongan Austria yang lama dan tradisional. Kontributor utama dari pengembangan NATM adalah Ladislaus von Rabcewicz, Leopold Muller dan Franz Pacher.

Yang utamanya, NATM adalah suatu pendekatan scientific empiris, yang melibatkan pengalaman praktek vang disebut empirical dimesioning. Ini merupakan dasar teoritis yang melibatkan hubungan antara tegangan dan deformasi di sekililing terowongan dengan konsep kurva ground‑reaction. Pada awalnya ini merupakan dasar teoritis yang diberikan oleh dua orang Austria, yaitu Fenner dan Kastner.


Metode ini menggunakan instrumentasi in‑situ dan pemantauan yang canggih dan menginterpretasikan pengukuran ini secara scientific.

Muller (1978) menganggap NATM sebagai suatu konsep yang mengamati prinsip‑prinsip tertentu. Walaupun ia menulis tidak kurang dari 22 prinsip, tetapi ada 7 ciri yang paling penting yang menjadi dasar NATM :

a.   Mobilisasi dari kekuatan massa batuan.
Kekuatan massa batuan di sekitar terowongan dijaga sebagai komponen utama penyangga terowongan. Penyangga primer secara langsung memungkinkan batuan itu menyangga dirinya sendiri, ini diikuti dengan penyangga yang harus mempunyai karakteristik load deformation yang cocok dan dipasang tepat pada waktunya.

b.   Perlindungan oleh shotcrete.
Dalam rangka menjaga kemampuan massa batuan untuk menahan beban, lepasnya batuan dan deformasi batuan yang berfebihan harus dikurangi sekecil mungkin. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan lapisan shotcrete yang tipis, kadang‑kadang bersama‑sama dengan sistem yang cocok dari rock bolting, segera setelah penggalian. Sangat penting bahwa sistem penyangga yang digunakan kontak langsung secara keseluruhan dengan massa batuan dan mengalami deformasi bersama‑sama dengan batuan.

c.   Pengukuran.
NATM membutuhkan pemasangan instrumentasi yang cangglih pada saat shotcrete linina awal dipasang, untuk memantau deformasi galian dan timbunan dan dari penyangga. Akan didapat informasi mengenai kestabillan terowongan, dan memungkinkan untuk mengoptimalisasi formasi load‑bearing ring dari lapisan batuan. Waktu penempatan penyangga adalah sangat penting.


terowongan dan pembayaran. NATM mengharuskan semua yang terlibat di dalam rancangan dan kontruksi proyek terowongan untuk menerima dan mengerti pendekatan ini dan bekerja sama di dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah. Pemilik proyek, enjinir perancang, dan kontraktor harus bekerja sama sebagai satu tim.

Di dalam praktek, klasifikasi NATM menghubungkan kondisi massa batuan, prosedur penggalian dan kebutuhan penyangga terowongan. Klasifikasi yang merupakan bagian dari kontrak, dapat digunakan untuk proyek yang baru berdasarkan pengalaman sebelumnya dan investigasi geoteknik rinci.

Contoh dari NATM berdasarkan hasil kerja dari John (1980) diberikan pada Tabel 8.21.


Tabel 8.21. Ground Classification untuk NATM


Class
Ground  Behaviour
Geomechanical indicators
Excavation
Stand upTime
(Guidelines)
Section
Round length
Method
I
Intact rock (freestanding)
The stresses around the Opening are less than the Rock mass strength: thus, the ground is standing. Due the blasting, separations along discontinuities are possible.For high overburden danger of popping rock.
Full face
No limit
smooth blasting
Crown weeks
spring line‑unlimited
II
Lighttly afterbreaking
TensileStresses in the crown or unfavorably odentied discontinuities together with blastig effects lead to separations
Full face
3-5 m
Smooth blasting
Crown: days Sphngline:weeks
III
After breaking to
Tensile stresses in the Crown lead to roof failsThat are favored by unfavorably Ohented discontinuities. The Stresses at the springlines Do not exceed tie mass Strength. However, afterbreaking May occur along discontinuities,
(dueThe blasting)
Full face with short
round lenghts                           
Full face: 2‑4 m
Smooth blasting
Crow and springline Several hours
IV

After breaking to (formerly IIIb lighitly(formerly squeezing
1) The Rock mass strength is substanstially reduced dueto discontinuities. Thus resulting  in many after breaks; or 2) the rock mass strenght is exceeded leading to light squeezing.
Heading and benching, (Heading max 45 m2)
Full face:
2‑3 m (Heading 2‑4 m)
Smooth blasting and local trimming with
Jack Hammer
Crown and springline:a
few hours


                   
Tabel 8.21. Lanjutan


Class
Ground  Behaviour
Geomechanical indicators
Excavation
Stand upTime
(Guidelines)
Section
Round length
Method
V
Heavly afterbreaking to squeezing
Due to low rock rnass strength, squeezing ground conditions that are substantially influenced by the orientation of the discontnuties
Heading and benching
(heading max. 25 M2)                              
heading: 1‑ 3 m
bench: 1‑3 m
Smooth blasting or excavator
Crown end springline time
VI
Heavly squeezing
After openintl the tunnel, squeezing ground is observed oon all free surfaces: the dliscontinuities are of rninor importance
Heading and benching
(heading max 25 m2)
Heading 0.5‑15 m bench: 1‑3 m
Scarping of hydraulic excavator
Very limited stand‑up time

VII
Flowing
Requires special technical, e.g., chemical gruoting, freezing, electromosis


                         





Tabel 8.21. (Lanjutan)

Class
Support Procedure
Construction Procedure
Principle
Crown
Springline
Invert
Face
I
Check crown for lose rock
When popping rock is Present placement of Support after each round
Support against dropping Rock bolts
Shotcrete 0‑5 m
Bolts : cap: = 15 t
Length=2‑4m
Locally as: needed


Bolts.:
cap = 15 t
Length = 2‑4 m locally


No


No
II
Crown has to be supported After each round Bolted arch in crown
Shotcrete support in crown
Bolts; cap = 15. T
Length=2‑4 m
One per 4‑6 m               
Shotcrete 5-10 cm with wire fabric (3.12 kg/m2)
Bolts :
Length = 2‑4 locally                  
Shotcrete 0‑ 5 cm
Bolts No L 3.5 m if necessary

III
Shotcrete after each round: support can be Placed in stages
Combined shotcrete bolted round in crown and at springline
Shotcrete:5- 15 cm with wire: fabric (3.12 kg/m2) Bolts: cap 15‑25 t Length=3‑5 m
Shotcrete . 5‑15 cm
Bolts: 5‑25 m
Length:3-5 One per 4‑6 m2
Adapt invert support to local conditions
Adapt face
support to local
conditions
IV
Shotcrete alter each round


Bolts in the heading have to be placed at least
Combined shotcrete- Bolted arch in crown and springline, if necessary closed invert
Shotcrete: 10-15 cm with wire fabric (3.12 kg/m2) Bolts: fully grouted
Cap  2.5 t
Length=4-6 m
One per2‑4 m2
sane as crown
Slab :
20‑30 cm


V
All opened sections have
To be supported
Immediately after
Opening All support
Placed after each round
Support ring of shoterete with bolted arch and Steel sets
Locally linerplates
Shoterete : 15‑20 cm with wire fabric (3.12 kg/m2)
Steel sets: TH21 spaced: 0.8 ‑ 2.0 m
Bolts: fully grouted
Cap = 25 t
Length=5‑7 m
One per 1‑3 m
Same as crown linerplates necesarry
Invert arch ≥ 40 cm or bolts
L. = 5‑7 m if necessary
Shoterete 10 cm in heading if necessary








3‑7 cm in bench
VI
As Class V
Support ring of shoterete With steel sets, including Invert arch and densely Bolted arch
Linerplates where necessary, shotcrete: 20-25 cm with wire fabric.
Steel sets: TH:0.5‑1.5m
Bplts cap=25 t
L = 6‑9 m
One per 0.5-2.5 m2                   
Same as crown
lnvert: ≥ 50 cm Bolts:6‑9 m long if necessary
Shoterete
10 cm and
additionalface breasting

                
                                                                                


8.9. PENGGUNAAN DI DALAM TEROWONGAN

Sebagai contoh, penggunaan klasifikasi massa batuan untuk penerowongan diambil kasus terowongan Park River sebagai terowongan penyediaan air di kota Hartford, Clonnecticut Amerika Serikat (Bieniawski, 1980). Terowongan ini berfungsi untuk mengendalikan banjir, dapat mengalihkan kelebihan air dari satu sungai ke sungai lainnya. Diameter dalam terowongan adalah 6,7 m dengan panjang antara intake dan outlet adalah 2800 m. Penggalian dilakukan metalui batu serpih (shale) dan batu basalt dengan kedalaman maksimum 61 m di bawah permukaan tanah. Lokasi terowongan berada di pusat kota yang cukup ramai Invert terowongan di outlet adalah 15,9 m di bawah invert di intake, dengan kemiringan terowongan kira‑kira 0,6 %. Tebal minimum batuan 15,3 m di atas crown di outlet. Harga penawaran untuk terowongan bervariasi dari US$ 33,37 juta untuk pemboran dan peledakan sampai US$ 23,25 juta untuk pemboran mesin dengan dinding precast Harga satuan adalah US$ 83,03 per meter, dengan tunnel boring machine (TBM), harga penawaran pada tahun 1978.

a. Geologi Terowongan

Gambar 8.8 memperlihatkan penampang geologi longitudinal. Batuan di sepanjang lintasan terowongan dengan kemiringan ke arah timur adalah serpih merah/siltstone diselang selingi oleh basalt dyke dan dua daerah sesar.

Tiga daerah geologi utama dibedakan sepanjang lintasan terowongan sebagai hasil penvelidikan awal (Blackey, 1979):

a. Daerah serpih dan basalt, meliputi 88 % dari terowongan.
b. Daerah batuan fractured (very tblocky and seamy), diantara stasiun 23+10 dan 31+10.
C. Daerah dua sesar, satu di dekat stasiun 57+50 dan lainnya di antara stasiun 89+50
    dan 95+50.


Perlapisan dan kekar pada umumnya utara/sellatan, yang tegak lurus dengan sumbu terowongan (terowongan digali dari barat ke timur). Perlapisan pada umumnya mempunyai kemiringan antara 150 dan 200, sedang kekar lebih curam lagi, antara 700 dan 900. Kekar di serpih mempunyai permukaan kasar (rough) dan banyak sangat tipis serta diisi oleh calcite.
Tinggi muka air tanah yang diukur sebelum konstruksi terowongan adalah 47­-58 m di atas invert terowongan.

b. Penyelidikan Geologi

Penyelidikan lapangan termasuk pemboran inti berbagai uji di dalam lubang bor dan survai seismik. Uji di dalam lubang bor terdiri fotografi lubang bor, pengujian tekanan air, pemasangan pisometer, observasi lubang bor dan uji pemompaan. Inti batuan terdiri dari 29 lubang bor digunakan untuk menentukan geologi terowongan. Lubang bor ini berdiameter 54 mm sebanyak 18 buah dan 110 mm sebanyak 11 buah. Sepuluh lubang bor tidak sampai ke level terowongan. Semua inti difoto di lapangan segera sesudah dikeluarkan dari core barrel dan dilog, diklasifikasikan dan diuji.
Fotografi lobang bor diiakukan di 15 lubang bor untuk menentukan orientasi diskotitinuitas dan struktur batuan.
Contoh inti dipilih dari 24 likasi di dalam terowongan, dekat crown dan pada jarak 1 ½ diamaeter di atas crown untuk menentukan density, kuat tekan uniaksial, kekuatan triaksial, modulus elastisitas, Posson’s ratio, kandungan air, swelling dan slaking, kecepatan sonik, kekuatan kekar. Hasilnya diberikan pada Tabed 8.22.


  
Gambar 8.8. Profil geologi dari terowongan Park River

Gambar 8. 8. (Lanjutan)



Gambar 8. 8. (Lanjutan)

Gambar 8. 8. (Lanjutan)
Tabel 8.22. Rekapitulasi sifat batuan di terowongan Park River

Batuan
Jumlah
Uji
Kuat Tekan
Uniaksial (Mpa)
Jumlah
Uji
Modulus Elastisitas (Gpa)
Serpih

Basalts

Batu Pasir
19

11

2
22,4-90,3
(rata-rata 53,4)
38,2-94,8
(rata-rata 70,8)
64,5-65,8
(rata-rata 65,1)
7

9
1,38-34,5
(rata-rata 14,5)
6,14-68,9
(rata-rata 31,9)


c.    Data Masukan untuk Klasifikasi Massa Batuan

Data masukan untuk klasifikasi massa batuan telah dikompilasi untuk semua daerah struktur di sepanjang terowongan. Gambar 8.9 memperlihatkan contoh pengambilan data di daerah outlet. Semua data yang masuk ke dalam lembaran data masukan klasifikasi di dapat dari lubang bor, termasuk informasi orientasi dan jarak (spacing) dart diskontinuitas. Ini mungkin karena digunakannya fotografi lubang bor untuk penambangan lubang bor, sebagai tambahan dari prosedur core logging yang biasa.

d.    Rancangan Terowongan
Tiga seksi terowongan yang berbeda dirancang dan ditawarkan sebagai bagian dari penawaran :
1 )  Pemboran dan peledakan dengan penguatan, ketebalan bervariasi, castin‑place linier dirancang untuk menghadapi tiga kisar beban batuan.
2)   Penggalian dengan mesin dengan penguatan cast‑in‑place lining.
3)    Penggalian dengan mesin dengan penguatan precast lining.

Gambar 8.9. Lembar data masukan untuk daerah struktur 1(c) dari terowongan
                             Park River


Tabel 8.23 memberikan penyangga yang direkomendasikan dan beban batuan yang didasarkan pada metode Terzaghi.
Rekomendasi penyangga juga disiapkan dari sistem klasifikasi massa batuan lainnya yang diberikan pada Tabel 8.24 (Bieniawski, 1979). Kesimpulan utama yang ditarik dari tabel ini adalah metode Terzaghi, yang merekomendasikan ukuran penyangga yang paling luas, kelihatannya  berlebihan jika dibandingkan dengan rekomendasi yang diberikan oleh ketiga klasifikasi lainnya. Hal ini disebabkan oleh tiga hal :

1)            Rancangan dinding (lining) permarien tidak memperhitungkan efek yang diberikan ke batuan oleh penyangga sementara, yang mungkin sudah dapat menstabilkan struktur dari terowongan.
2)            Modifikasi metode Terzaghi yang asli oleh Deere (1970) didasarkan pada teknologi tahun 1969.
3)      Metode Terzaghi tidak dapat melihat kemampuan batuan untuk menyangga dirinya sendiri. Metode Terzaghi digunakan sebagai deskripsi massa secara kualitatif seperti blocky dan seamy, yang tidak menggunakan secara penuh semua informasi kuantitatif yang tersedia dari program eksplorasi lapangan.

Instrumentasi di terowongan direncanakan untuk melakukan verifikasi rancangan, penggunaan rancangan selanjutnya, dan pemantauan efek dari konstruksi.

Sepuluh seksi uji di lokasi pada berbagai kondisi geologi telah di pilih dalam terowongan. Seksi ini terdiri dari extensometer (MPBX) yang dipasang dan permukaan tanah, pore pressure transducer, rock bolt load cell, titik convergence, strain gauge yang dipasang dipermukaan dan ditanam di dalam terowongan. Pengukuran tegangan in‑situ juga dilakukan.






Tabel 8.23. Terowongan Park River : Rancangan terowongan beban batuan dan
                           penyangga berdasarkan metode Terzaghi


Rock condition
Length of Zone (ft)
Drill and blast Construction: Diameter 26 ft
Machine Boring :
Diameter 24 ft
Rock
Rock
Load
(tsf)
Temporary Support
Permanent Lining
Load
(tsf)
Temporary Support
Permanent Lining
Best average quality: Massive, moderately Jointed RQD>80
8000
1.1
11-ft bolts at 41/2 ft,
shocrete 1 in thick
Reinforced concrete
14 in thick plus 8-in overbreak
0.5
10-ft bolts occasionally at 6 ft, shotcrete 2 in if needed
Reinforced precast liner 9 in, thick
Worst average quality: Very blocky, seamy RQD=40
800
2.2
11-ft bolts at 2 ft, shocrete 2 in thick
Reinforced concrete15 in thick plus 8-in overbreak
1.4
10-ft bolts occasionally at 3-5 ft, shotcrete 2 in if needed
As above
Faultzones; completely 300 Crushed RQD = 30
800
4.8

W8 steel beam at 2-4 ft,
shocrete 3 in thick
Reinforced concrete 22 in thick plus 8-in overbreak
3.5
10-ft bolts at 3 ft, shotcrete 3 in if needed
As above


           
Tabel 8.24. Terowongan Park River: Perbandingan dari rekomendasi penyangga


Rock Conditions
Support System

Q‑ System

Terzaghi's Method
RSR Concept
Geomechanics Classification
Best Average conditions: regions 1 and 2
Rock load: 1.1 tsf Reinforced concrete 14 in
thick plus 8‑in overbreak Temporary: 11‑ft bolts at 41/2 ft, shotcrete 1 in.
thick
RSR = 76 Permanent : NAa Locally, rock bolts in roof 10 Temporary:
None
RMR = 72

ft long at 8‑ft spacing plus Occasional mesh and shotcrete 2 in.thick

Rock Load: 0.5 tsf Q = 20 Untensioned spot bolts 9 ft long spaced 5‑6 t. No shotcrete or mesh


Worst average Conditions: sta 23+00 to 31+00
Rock load: 2.2 tsf Reinforced concrete 15 in
thick plus 8‑in overbreak Temporary: steel ribs:W8 ring beams at 2‑4 ft shotcrete 3 in.
RSR = 26
Permanent; Naa Temporary: 8W40 steel ribs at 2 ft
RMR = 37 Systematic bolts 12 ft long at5‑ft spacing with wire 8 in.thick
Rock Load: 1.1 tsf 
Q = 2.2
Untensioned systematic bolts 9 ft long at 3-ft spacing plus at 3 ft
Primary: shotcrete 6-10 in. with mesh

                                                                                                                                                                                                                                                  at 3 ft
                                                                                                                                                                                                      Primary: shotcrete 6‑10 in.
                                                                                                                                                                                                                                                 with mesh
                                                                   
Karena precast liner dirancang untuk kondisi batuan yang jelek (10 % dari total panjang terowongan) tetapi telah digunakan disepanjang terowongan, akibatnya adalah overdesign untuk sebagian besar terowongan. Maksud dari program instrumentasi adalah untuk validitas asumsi‑asumsi rancangan dan memperhalus perhitungan untuk rancangan yang akan datang.

e.   CONTOH PROSEDUR KLASIF1KASI

1) Item 1 : klasifikasi kondisi massa batuan
a) Terzaghi : Moderately blocky and seamy
     (RQD = ± 72 %)

b) RSR Concept:
Rockt type : soft sedimentary rock;
-  Slightly faulted and folded;
-  Parameter A = 15;
-  Spacing : moderate to blocky.,
-  Strike approximately perpendicular to tunnel axis, dip 0,200
-  Parameter B = 30;
-  Water inflow: moderate,
-  Joint conditions‑fair (moderately open, rough, and weathered):
-  For: A + B = 45, parameter C =16.
-  Therefore : RSR = 15 + 30 + 16 = 61.

c) Geomechanics Classification (RMR)
‑  Intact rock strength, sc = 50 MPa
    Rating = 4;
-  Drill core quality, RQD = 55 ‑ 75 %; av 72 %
    Rating = 13;
‑  Spacing of discontinuities, range 50 mm to 0.9 m
    Rating: 10;
‑  Conditions of discontinuities : separation 0.8 mm to 1.1 mm, slightly weathered,  rought surfaces Rating = 25;
‑   Groundwater: dripping water, law pressure, flow 25 ‑ 125 L/min
      Rating = 4;
‑  Basic RMR : 4 + 13 + 10 + 25 + 4 = 56 without adjustment for orientation of discontinuities;
‑  Discontinuity orientation : strike perpendicular to tunnel axis, dip 200; Fair orieritation, adjustment: 5, adjusted RMR = 56 ‑ 5 = 51;
‑    RMR = 51, represents Calss III, fair rock mass.

d) Q-System

-  RQD                 =  72 % (average);
-  Jn                               =  6, two joint sets and random;
-  Jr                                =                  1.5, rough, planarjoints;
-  Ja                        = 1.0, unaltered joint walls, surface staining only;
-  Jw                       =  0.5, possible large water inflow;
‑  SRF                   =  1.0, medium stress, sc/s1 = 50/0.91 = 55.
‑  Q                           =  RQD /Jn x Jr / Ja x Ja x Jw / SRF = 9.0 Fair rock mass.

Rekapitulasi
Klasifikasi
Terzaghi
RSR
RMR
Q
Hasil
Moderately blocky and Seamy
61
51 Fair rock mass
9.01 Fair rock mass

2) Beban Batuan (Rock Load)
Drill and blast diameter                      : 7.4 m + 0.6 m over break = 8.0 m.
Machine-bored diameter                     : 7.4 m
Shale density                                       : 2660 kg/m3 (166 lb/ft3)
                                                                                                                                           
Method
Drill and Blast
TBM
Terzaghi

hp = 0.35C = 0.7B = 0.7 x 8.0 = 5.6 m
Rock load P = ghp = 0.146 Mpa
(1.52 t/ft2)
hp = 0.45B = 3.3 m
P = 0.09 Mpa (0.9 t/ft2)
RSR

From figure 2.3, P = 0.067 Mpa
(1.2 klp/ft2)
TBM adjustment,
RSR = 69.5
P = 0.034 Mpa (0.7 klp/ft2)
RMR

  B = 3.92 m
P = ghp = 0.120 Mpa
TBM adjustment via conversion to RSR
RMR = 674
P = 0.049 Mpa
Q = 9
    = 0.64 kg/cm2 = 0.0628 Mpa
   = 0.52 kg/cm2 = 0.0513 Mpa

TBM adjustment via conversion to RSR
Q= 54
P = 0.0321 Mpa

Rekapitulasi
Metode
Terzaghi
RSR
RMR
Q
Drill and Blast
146
67
102
63
TBM
90
34
49
32

3) Item 3 : Self Supporting Span dan Maximum Span : oleh RMR dan Q Systems
Dengan menggunakan Gambar 8.4 : span versus stand-up time


Self-supporting span
Maximum span
RMR = 51
2,4 m
10,5 m
Q = 9 (ESR = 1,6)

8 m D = 2 (1,6) x 9 0,4

4) Item 4 : Stand-up Time, Deformability dan nilai c, f
Untuk RMR = 51 dan span = 8 m;
Stand-up time : kira-kira 70 jam atau 3 hari;
Deformability, RMR = 56 (tidak disesuaikan untuk orientasi kekar);
E  = 2 RMR – 100 = 12 Gpa (1.74 x 106 psi);
c  = 192 Kpa;
 f = 390 (Tabel 8.12).

5) Item 5: Rekomendasi penyangga
Terzaghi              :  Drill and blast‑light to medium steel sets spaced 1.5 m. Concrete lining.
RSR                    :  Drill and blast‑61‑125 ribs on 2‑m centers plus concrete lining.
RMR                  :  Drill and blast‑systematic bolts 3.5 m long spaced 1.5 m,
                              shotcrete 50 to 100 mm in roof and 30 rpm on wails, wire mesh int crown.

Q‑System           :  Drill and blast‑3 m long rock bolts spaced 1.5 m and 50 mm thick
                               shotcrete.

6)  Item 6 Tabulasi hasil dari item 1 sampai 5.

Item
Terzaghi
RSR
RMR
Q
Shale Quality Rock load height (m)
Rockload(kPa)
Stand‑up time Support
Moderately blocky and seamy
5.6
146
Ribs at 1.5 m Concrete lining
61
N/Aa
67
N/Aa
Ribs at 2 m Concrete
51
3.9
102
3d
3.5 bolts at 1.5 m, shotcrete 50 to 100 mm, wire mesh
9.0
N/Aa
63
N/Aa
3 bolts at 1.5 m, shotcrete 50 mm, wire mesh
                                    
a Not applicable.





Select Your Language

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
by : Tato