BAB VIII
KLASIFIKAS1 MASSA
BATUAN
8.1 PENDAHULUAN
Metode rancangan empiris berhubungan dengan pengalaman praktis
yang diperoleh dari proyek‑proyek sebelumnya untuk mengantisipasi kondisi dari
lokasi proyek yang diusulkan
Klasifikasi massa
batuan merupakan cikal bakal dari pendekatan rancangan empeirisdan digunakan
secara luas di dalam rekayasa batuan. Dalam kenyataannya, dibanyak proyek,
pendekatan klasiflikasi digunakan sebagai dasar praktis untuk merancang
struktur di bawah tanah yang kompleks. Klasifikasi massa batuan tidak diaunakan sebagai
pengganti untuk rancangan rekayasa. Tetapi harus digunakan bersama‑sama dengan
metode observasi dan analitik untuk memformulasikan secara menyeluruh rancangan
yang rasional, yang cocok dengan tujuan rancangan dan kondisi geologi di
lapangan.
Tujuan dari klasifikasi massa batuan
adalah
a. Mengidentifikasi
parameter yang terpenting yang mempengaruhi perilaku massa batuan.
b. Membagi formasi
massa batuan yang khusus ke dalam grup yang memnpunyai perilaku sama, yaitu
kelas massa batuan dengan berbagai kualitas.
c . Memberikan
dasar untuk pengertian karakteristik dari tiap kelas massa batuan.
d. Menghubungkan
pengalaman dari kondisi massa batuan di satu lokasi dengan pengalaman yang
ditemui di lokasi lain.
e. Mengambil data
kuantitatif dan pedoman untuk rancangan rekayasa (engineering design).
f. Memberikan
dasar umum untuk komunikasi diantara para insinyur dan geologiwan.
Untuk mencapai tujuan tersebut maka
sistem klasifikasi harus :
1) Sederhana,
mudah diingat dan mudah dimengerti.
2) Setiap istilah jelas dan
terminologi yang digunakan dapat diterima secara luas oleh enjinir dan
geologist.
3) Sifat‑sifat
massa batuan yang paling significant diikut sertakan.
4) Berdasarkan pada parameter yang
dapat diukur dengan uji yang cepat, relevan serta murah di lapangan.
5) Berdasarkan sistem rating yang
dapat memberikan bobot relatif yang penting pada parameter kiasifikasi.
6) Dapat berfungsi untuk menyediakan
data‑data kuantitatif untuk rancangan penyangga batuan.
Tiga keuntungan yang diperoleh dari klasifikasi
massa batuan adalah :
a. Meningkat.kan kualitas dari penyelidikan lapangan (site investigation) dengan
meminta data masukan yang minimum sebagai parameter kiasifikasi.
b. Memberikan
informasi kuantitatif untuk tujuan rancangan.
c. Penilaian reklayasa dapat lebih
baik, dan komunikasi dapat lebih efektif pada suatu proyek.
Kebanyakan terowongan sekarang dibangun
berdasarkan beberapa sistem klasifikasi. Seperti yang banyak digunakan dan yang
paling baik diketahui adalah klasifikasi beban batuan Terzaghi, yang sudah
diperkenalkan lebih dari 40 tahun yang lalu (Terzaghi, 1946). Sejak itu,
klasifikasi dimodifikasi (Deere dan kawan-kawan, 1970) dan sistem klasifikasi
baru diusulkan.
Sistem ini memperkenalkan teknologi
penyangga batuan yang baru, yang diberi nama rock bolt dan shotcrete, yang
digunakan di berbagai proyek seperti terowongan, ruang bawah tanah, tambang,
lereng dan pondasi.
Saat ini terdapat berbagai sistem klasifikasi
batuan seperlihat pada Tabel 8.1.
Dari berbagai sistem klasifikasi massa
batuan yang ada, enam yang perlu mendapat perhatian khusus karena yang paling
umum, yaitu yang diusulkan oleh Terzaghi (1946), Lauffer (1958), Deere dan
kawan‑kawan (1967), Wickham dan kawan‑kawan (1972), Bieniawski (1973), Barton
dan kawan-kawan (1974). Klasifikasi beban batuan Terzaghi (1946), klasifikasi
pertama yang diperkenalkan dan digunakan di Amerika Serikat lebih dari 35
tahun, telah dibuktikan dengan sukses untuk penerowongan dengan penyangga besi
baja (steel support).
Klasifikasi Lauffer (1958) didasarkan
pada hasil keria dari Stini (1950) dan merupakan langkah maju dalam seni
penerowongan dengan diperkenalkannya konsep Stand‑up
time dari active span di dalam
terowongan, dimana dapat ditentukannya tipe dan jumlah penyangga di dalam
terowonqan secara lebih relevan.
Klasifikasi dari Deere dan kawan‑kawan
(1967) memperkenalkan indeks Rock Quality Designation (RQD), yang merupakan
metode yang sederhana dan praktis untuk mendeskripsikan kualitas inti batuan
dari lubang bor.
Konsep dari Rock Structure Rating (RSR)
dikembangkan di Amerika Serikat oleh Wickham dan kawan‑kawan (11972, 1974),
yang sistem pertama yang memberikan gambaran rating klasifikasi untuk
memberikan bobot yang relatif penting dari parameter klasifikasi.
Klasifikasi geomekanika (RMR system),
diusulkan oleh Bieniawski (1973), dan Q system oleh Barton dan kawan‑kawan
(1974), telah dikembangkan secara terpisah dan kedua‑duanya menyediakan data
kuantitatif untuk memilih penguatan terowongan yang modern seperti rock bollt
dan shoterete.
Tabel 8.1. Klasifikasi massa batuan yang saat ini banyak digunakan
Name of Classification
|
Originator and Date
|
Country of Origin
|
Applications
|
1. Rock load
|
Terzaghi, 1946
|
USA
|
Tunnels with steel support
|
2. Stand‑up time
|
Lauffer, 1958
|
Austria
|
Tunneling
|
3. NADA
|
Pacher et all., 1964
|
Austria
|
Tunnelling
|
4. Rock quality
designation
|
Deete et al., 1972
|
USA
|
Core logging, tunneling
|
5. RSR concept
|
Wickhman et al., 1972
|
USA
|
Tunneling
|
6. RMR system
(Geomechnanics,
Classification)
|
Bieniawski,
1973
Last modified, 1979‑USA
Weaver, 1975
Laubscher, 1977
Olivier, 1979
Ghose and Raju, 1981
Moreno Tallon, 1982
Kendorski et al., 1983
Nakao et al., 1983
Serafim and Pereira, 1983
Gonzalez de Vallejo, 1983
Unal, 1983
Romana, 1985
Newman, 1985
Sandbak,1985
Smith, 1986
Venkateswarlu, 1986
Robertson, 1988
|
South Africa
South Africa
South Africa
South Africa
India
Spain
USA
Japan
Portugal
Spain
USA
Spain
USA
USA
USA
India
Canada
|
Tunnels, mines, slopes
Foundations
Rippability
Mining
Weatherability
Coal Mining
Tunneling
Hard rock mining
Tunneling
Foundations
Tunneling
Roof bolting in coal mines
Slope stability
Coal mining
Boreability
Dregeability
Coal mining
Slope stability
|
7. Q-System
Q‑ system extensions
|
Barton et al., 1974
Kirsten, 1982
Kirsten, 1983
|
Norway
South Africa
South Africa
|
Tunnels, chambers
Excavability
Tunneling
|
8. Strenght‑size
|
Franklin, 1975
|
Canada
|
Tunneling
|
9. Basic geotechnical
description
|
International Society for Rock mechanics, 1981
|
|
General communication
|
10. Unified
classification
|
Williamson, 1984
|
USA
|
General communication
|
Sistem Q dikembangkan khususnya untuk
terowongan dan ruang bawah tanah, sedangkan klasifikasi geomekanika walaupun
awainya dikembangkan untuk terowongan, dapat digunakan untuk rock slopes dan
pondasi penilaian ground rippability, masalah‑masalah di pertambangan (Laudbscher,
1977, Ghose dan Raju, 1981, Kendorski dan kawan‑kawan, 1983).
8.2. METODE ROCK LOAD
CLASSIFICATION
Terzaghi (1946) memformulasikan metode
klasifikasi rasional yang pertama dengan mengevaluasi beban batuan yang tepat
untuk merancang steel sets. Ini merupakan pengembangan yang penting karena
penyangga dengan steel sets telah digunakan secara luas untuk penagalian
terowongan batuan selama 50 tahun yang lalu. Klasifikasi ini hanya cocok untuk
memperkirakan beban batuan untuk terowongan yang disangga dengan steel arch,
tetapi tidak cocok untuk metode penerowongan yang modern dengan menggunakan
shotcrete dan rock bolt. Sesudah mempelajari secara rinci, Cecil (1970) menyimpulkan
bahwa metode Terzaghi terlalu umum untuk dapat mengevaluasi secara objektif
kualitas batuan dan tidak menyediakan informasi kuantitatif dari sifat‑sifat massa batuan.
Gambaran utama dari klasifikasi Terzaghi
diberikan pada gambar 8.1 dan dituliskan Pada Tabel 8.2 dan 8.3.
Nilai rock load di Tabel 8.2 digunakan
untuk mendeskripsikan ground conditions
jika terowongan terletak di bawah muka air tanah. Jika terowongan terletak diatas
muka air tanah, rock load untuk kelas 4‑6 dapat dikurangi dengan 50 %. Revisi
yang penting dari koefisien rock load klasifikasi Terzaghi diberikan oleh Rose
(1982) di dalam Tabel 8.2, yang memperiihatkan kondisi batuan Terzaghi 4‑6
harus dikurangi dengan 50 % dari nilai rock load awal karena muka air tanah
efeknya k.ecil terhadap rock load.
Gambar 8. 1. Konsep beban batuan terowongan oleh Terzaghi (1946)
8.3. KLASIFIKAS1 STAND‑UP
TIME
Klasifikasi tahun 1958 oleh Lauffer
merupakan pondasi di dalam awal kerja dari geologi terowongan oleh Stini (1950)
yang dianggap sebagai bapak dari sekolah Austria untuk penerowongan, dan
meanika batuan. Stini menekankan pentingnya cacad struktur di dalam massa batuan. Lauffer
mengusulkan stand‑up time untuk berbagai active
span yang dihubungkan pada berbagai kelas massa batuan.
Active unsupported span adalah lebar
terowongan atau jarak dari face kepenyangga jika ini lebih besar dari lebar terowongan.
Stand-up time adalah jangka waktu dimana terowongan dapat stabil tanpa
penyangga sesudah penggalian. Harus dicatat bahwa beberapa faktor dapat
mempengaruhi stand- up time, seperti orientasi dari sumbu terowongan, bentuk
penampang terowongan, metode penggalian dan metode penyangga.
Klasifikasi
awal Lauffer tidak lama digunakan, semenjak dimodifikasi beberapa kali oleh
enjinir Austria, terutama oleh Pacher dan kawan‑kawan (1974), yang mempelopori pengembangan
New Austrian Tunneling Method (NATM).
Hal utama yang penting di dalam
klasifikasi Lauffer Pacher adalah penambahan span terowongan akan mengurangi langsung
stand‑up time.
Sebagai contoh, pada saat membuat
pilot tunnel dengan span kecil dapat
berhasil menggali dengan full face di
batuan yang kondisinya fair, sedangkan lubang bukaan dengan span yang besar di batuan yang sama
dibuktikan tidak mungkin untuk menyangga di dalam waktu stand‑up timenya. Hanya dengan sistem heading dan benching yang
lebih kecil atau multiple drift, penampang terowongan yang besar dapat digali
di kondisi batuan seperti ini.
Klasifikasi ini memperkenalkan stand‑up time dan span sebagai parameter yang relevan di dalam menentukan tipe dan
jumlah penyangga terowongan, dan ini akan mempengaruhi pengembangan yang lebih
maju dari sistem klasifikasi massa
batuan.
Tabel 8.2. Original Terzaghi’s Rock
Load Classification (1946) a, b
Rock condition
|
Rock Load Hp (ft)
|
Remarks
|
1. Hard and intact
|
Zero
|
Light lining required only if spaling or popping
occurs
|
2. Hard stratified or schistose
|
0‑0.5 B
|
Light support, maunly for protection against spails. Load
may change erractically from point to point.
|
3. Massive, moderately jointed
|
0‑0.25 B
|
|
4. Moderately blocky and seamy
|
0.25‑035(B+Ht)
|
No side pressure
|
5. Very Blocky and seamy
|
(0.35‑1.10) (B+ Ht)
|
Little or no side pressure
|
6. Completely crushed
|
1.10 (B+ Ht)
|
Considerable side pressure
softening effects of seepage toward bottom of tunnel
require either continuous support for lower ends of
ribs or circular ribs
|
7. Squeezing rock,
moderate depth
|
(1.10‑2.10) (B+ Ht)
|
Heavy side pressure, invert struts required, circular
ribs are recommended
|
8. Squeezing rock, great depth
|
(2.10‑4.50) (B+ Ht)
|
|
9. Swelling rock
|
Up to 250 ft, irrespective of the value of (B+ Ht)
|
Circular ribs are required, In extreme cases, use
yielding Support
|
a After Terzaghi (1946)
b Rock load Hp in feet on tunnel roof with width
B (ft) and height Ht (ft) id depth of more than 1. (B+ Ht
)
c Definitions :
Intact rock contairs neither joints nor hair cracks. Hence, if
it breaks, it breaks across sound rock. On account of the injury to the rock
due to blasting, spalls may drop of the roof several hours or days after
blasting. This is known as a spalling condition. Hard, intact rock may also be
encountered in the popping condition involving the spontaneous and violent
detachment ofrock slabs from the sides of roof.
Stratified rock consists of individual state. with little or
no resistance against seperation along the boundaries between strata. The
strata may or may not.
Be weakned by transverse joint. In such rock, the spalling
condition is quite common.
Moderatelly jointed rock contain joints and hair cracks, but
the blocks between joints are locally grown together or so intimately
interlocked that vertical walls do not require leteral support. In rock a of
this type, both spalling and popping conditions may be encountered.
Block and seamy rock consist of chemically intact rock
fragments which entirely separated from each other and imperfectly interlocked.
In such rock, vertical walls may require lateral support.
Crushed but chemically intact rock has the character of a crusher
run. If most or all of the fragments are as: a small as fine sand gains and no
recementation has taken place, crushed rock below the water table exhibits the
propeties of a water‑being sand.
Squeezing rock slowly advances into the tunnel without percetible
volume increase. A preresquisite for squeeze is a high percentage of microsopic
submicroscopic particles of micaceous mineral or of clay minerals or of clay
minerals with alow swelling capacity.
Swelling rock advances into the tunnel chiefly on account of
expansion. The capacity to swells seems to be limited to those rocks that
contain clay minerals such as montmorillionite, with a high swelling capacity.
Tabel 8.3. Klasifikasi Rock Load Terzaghi
yang umum digunakan a, b
Rock Condition
|
RQD
|
Rock load Hp (ft)
|
Remarks
|
1. Hard and intact
|
95-100
|
Zero
|
Same as Terzaghi (1946)
|
2. Hard stratified or
schistose
|
90-99
|
0-0.5 B
|
Same as Terzaghi (1946
|
3. Massive,
moderatelly
jointed
|
85-95
|
0-0.25 B
|
Same as Terzaghi (1946)
|
4. Moderatelly
blocky and
seamy
|
75-85
|
0.25 B – 0.20 B (B+Ht)
|
|
5. Very blocky and
seamy
|
30-75
|
0.2 B – 0.6 B (B+Ht)
|
Types 4,5 and 6 reduced by about 50 % from Terzaghi values because water
table has little effect on rock load (Terzaghi, 1946; Brekke, 1968)
|
6. Completely
crushed but
chemically intact
6a. Sand and gravel
|
3-30
0-3
|
0.6 B – 1.1 B (B+Ht)
1.1 B – 1.4 B (B+Ht)
|
7. Squeezing rock,
moderate depth
|
NAc
|
1.1 B – 2.1 B (B+Ht)
|
Same as Terzaghi (1946)
|
8. Squeezing rock,
great depth
|
NAc
|
2.1 B – 4.5 B (B+Ht)
|
Same as Terzaghi (1946)
|
9. Swelling rock
|
NAc
|
Up to 250 ft irrespective of value of (B+Ht)
|
Same as Terzaghi (1946)
|
a As modified by Deere et al., (1970) and Rose (1982)
b Rock Load Hp in feet of rock on roof of support in tunnel
with width B (ft) and height
Ht (ft) at depth of more than 1.5 (B+Ht)
c Not applicable.
8.4. INDEKS ROCK QUALITY DESIGNATION (RQD)
Indeks RQD telah diperkenalkan lebih dari 20 tahun
yang lalu sebagai indeks dari kualitas batuan pada saat informasi kualitas
batuan hanya tersedia dari deskripsi ahli geologi dan persentase dari perolehan
inti (core recovery). RQD adalah modifikasi dari persentase perolehan inti yang
utuh dengan panjang 10 cm atau lebih. Ini adalah indeks kuantitatif yang telah
digunakan secara luas untuk menhidentifikasikan daerah batuan yang kualitasnya
rendah sehingga dapat diputuskan untuk penambahan pemboran atau pekerjaan
eksplorasi lainnya.
Untuk menentukan RQD, ISRM merekomendasikan ukuran
inti paling kecil berdiameter NX (54,7 mm) yang di bor dengan menggunakan
double tube core barrels.
Hubungan antara indeks RQD dan kualitas teknik dari
batuan adalah sebagai berikut (Deere, 1968) :
RQD
|
Kualitas Batuan
|
< 25
25 – 50
50 – 75
75 – 90
90 - 100
|
Sangat jelek (very poor)
Jelek (poor)
Sedang (fair)
Baik (good)
Sangat baik (very good)
|
Gambar 8.2. Prosedur untuk pengukuran
dan perhitungan RQD (Deere, 1989)
Cording dan Deere (1972) mencoba untuk
menghubungkan faktor rock load Terzaghi
dan memberikan tabel hubungan antara penyangga terowongan dan RQD (Tabel 8.4).
Mereka menemukan bahwa konsep rock load
Terzaghi harus dibatasi untuk terowongan yang disangga dengan steel sets, dan tidak dapat digunakan
dengan baik untuk lubang bukaan yang disanggah oleh rock bolt.
Merritt (1972) menemukan bahwa RQD
dapat merupakan nilai yang penting di dalam memperkirakan kebutuhan penyangga
untuk terowongan batuan. Merritt membandingkan kriteria penyangga yang
didasarkan pada versi perbaikannya, sebagai fungsi dari lebar terowongan dan
RQD, dengan yang diusulkan oleh yang lainnya. Ini diringkaskan di dalam Tabel
8.4 yang dikumpulkan oleh Deere dan Deere (1988).
Tabel 8.4. Perbandingan dari RQD dan
kebutuhan penyangga untuk terowongan dengan lebar 6 m a
|
No. Support or
Local Bolts
|
Patem Bolts
|
Steel Ribs
|
Deer et al,
|
RQD 75 ‑ 100
|
RQD 50 ‑75
(1.5‑1.8 m
spacing)
RQD 25-50 (0.9‑1.5 m
|
RQD 50‑75 (light ribs on
on 1.5‑1.8 m
spacing as
alternative to bolts)
ROD 25‑50 (light to medium ribs on
0.9‑1.5 m spacing as alternative to bolts)
RQD 0-25 (medium to heavy circular
ribs on 0.6 ‑ 0.9 m spacing) spacing)
|
Cecil (1970)
|
RQD 82‑100
|
RQD 52‑82 (alternatevely40-60 mm
shotcrete)
|
RQD 0‑52 (ribs or reinforced
shotcrete)
|
Merrit(1972)
|
RQD 72‑7100
|
RQD 0‑23 (1.2 ‑1.8 m
(spacing)
|
RQD 0‑23
|
a Data interpolated from Merrit (1972)
by Deere and Deere (1988)
Palmstrom (1982) mengusulkan jika inti
tidak tersedia, RQD dapat diperkirakan dari jumlah kekar‑kekar (joints) per
satuan volume, di dalam mana jumlah kekar per meter untuk tiap kekar
ditambahkan. Konversi untuk massa
batuan yang bebas lempung adalah :
RQD = 115 ‑ 3.3 Jv
Jv adalah jumlah total
kekar per m3.
Walaupun RQD adalah indeks yang
seuderhana dan murah, tapi sendirian tidak cukup untuk melakukan deskripsi yang
baik dari massa
batuan, karena tidak memperhatikan orientasi kekar, keketatan (tightness), dan
material pengisi. Yang utama adalah sebagai parameter praktis yang didasarkan
pada pengukuran persentase dari interval batuan yang baik di dalam lubang bor.
8.5. KONSEP ROCK STRUCTURE
RATING (RSR)
Konsep RSR, model prediksi ground‑support,
dikembangkan di Amerika Serikat pada tahun 1972 oleh Wickham, Tiodemann, dan
Skinner. Konsepnya adalah metode kuantitatif untuk mendeskripsi kualitas massa batuan dan untuk
memilih penyangga yang tepat. Ini merupakan sistern klasifikasi massa batuan yang lengkap
yang diusulkan sejak Terzaghi tahun 1946.
Konsen RSR merupakan satu langkah maju
dalam beberapa aspek; pertama, merupakan klasifikasi kuantitatif tidak seperti Terzaghi yang kualitatif; kedua,
merupakan klasifikasi massa batuan yang menggabungkan banyak parameter, tidak
seperti indeks RQD yang hanya dibatasi pada kualitas inti; ketiga, merupakan
klasifikasi yang lengkap yang mempunyai input dan output, tidak seperti tipe
klasifikasi, Lauffer yang menghubungkan pengalaman praktek untuk memutuskan
kelas massa batuan dan kemudian memberikan output berupa stand-up time dan span.
Konstribusi utama dari konsep RSR
adalah mengenalkan sistem rating untuk massa
batuan. Ini adalah jumlah dari nilai bobot parameter individu di dalam sistem
klasifikasi.
Konsep RSR memandang dua kategori umum
dari faktor yang mempunyai perilaku massa
batuan di dalam terowongan : parameter geologi dan parameter konstruksi.
Parameter geologi adalah a) tipe
batuan, b) pola kekar (jarak rata‑rata kekar); c) orientasi kekar (dip dan strike), d) tipe diskontinuitas; e) major fault, shears dan folds;
f) sifat‑sifat material batuan dan q) pelapukan atau alterasi.
Pembuat konsep ini menekankan bahwa
dalam beberapa hal dapat dimungkinkan menentukan faktor‑faktor di atas secara
teliti, tetapi dilain hal, hanya dapat dibuat pendekat
Parameter
konstruksi adalah a) ukuran terowongan; b) arah penggalian; dan c) metode
penggalian. Semua faktor di atas dikelompokkan kedalam tiga parameter dasar A,
B dan C (masing‑masing Tabel 8.5, 8.6, dan 8.7), yang secara bersama‑sama
merupakan evaluasi efek relatif dari berbagai faktor geologi pada syarat
penyangga.
Ketiga parameter tersebut adalah :
Parameter A : Penilaian umum dari
struktur batuan berdasarkan
i. Tipe batuan asal
(beku, metamorf, sedimen).
ii. Kekerasan batuan
(keras, medium, lunak, decomposed).
iii. Struktur geologi (masif, sedikit dipatahkan/ditipat,
cukup dipatahkan/ dilipat, secara intensif dipatahkan/dilipat).
Parameter B : Efek pola diskontinuitas
terhadap arah penggalian terowongan berdasarkan :
i. Jarak kekar.
ii. Orientasi kekar (strike dan dip).
iii. Arah penggalian
terowongan.
Parameter C : Efek aliran air tanah
berdasarkan :
i. Kualitas massa
batuan total yang disebabkan oleh kombinasi parameter A dan B.
ii. Kondisi kekar
(baik, sedang, jelek).
iii. Jumlah
aliran air (dalam per minute per 1000 feet di dalam terowongan).
Tabel 8.5. Rock Structure Rating,
Parameter A: Daerah Geologi Umum a
|
Basic Rock Type
|
Geological Structure
|
Igeneous
Methamorphic
Sedimentary
|
Hard
1
1
2
|
Medium
2
2
3
|
Soft
3
3
4
|
Decomposed
4
4
4
|
Massive
|
Slightly or Folded
|
Moderately Faulted or Folded
|
Intensely Faulted or Folded
|
Type 1
Type 2
Type 3
Type 4
|
|
|
|
|
30
27
24
19
|
22
20
18
15
|
15
13
12
10
|
9
8
7
6
|
a After Wickhman et.al., (1974)
Tabel 8.6. Rock Structure Rating,
Parameter B: Pola Kekar, Arah Penggalian a
Average Joint Spacing
|
Strike to Axis
|
Strike II to Axis
|
Direction of Drive
|
Direction of Drive
|
Both
|
With Dip
|
|
Both
|
With Dip
|
Dip of Prominent Joints b
|
Against Dip
|
Dip of Prominent Joints b
|
Flat
|
Dipping
|
Vertical
|
Dipping
|
Vertical
|
Flat
|
Dipping
|
Vertical
|
1. Very closely jointed, < 2 in
2. Closely jointed, 2-6 in
3. Moderately jointed, 6-12 in
4. Moderate to blocky, 1-2 ft
5. Blocky to massive, 2-4 ft
6. Massive, > 4 ft
|
9
13
23
30
36
40
|
11
16
24
32
38
43
|
13
19
28
36
40
45
|
10
15
19
25
33
37
|
12
17
22
28
35
40
|
9
14
23
30
36
40
|
9
14
23
28
34
38
|
7
11
19
24
28
34
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
a After Wickhman et.al., (1974).
b Dip : flat : 0-200; dipping : 20-500;
and vertical : 50-900.
Tabel 8.7. Rock Structure Rating,
Parameter C : Air Tanah, Kondisi Kekar a
Anticipated water Inflow (9pm/1000
ft)
|
Sum of Parameters A + B
|
13-44
|
45-75
|
Joint Condition
|
Good
|
Fair
|
Poor
|
Good
|
Fair
|
Poor
|
None
Slight, < 200 gpm
Moderate, 200‑1000 gpm Heavy, > 1000 g pm
|
22
19
15
10
|
18
15
11
8
|
12
9
7
6
|
25
23
21
18
|
22
19
16
14
|
18
14
12
10
|
a After Wickhman et al. (1974)
b Joint condition :good = light or
cemented: fair = sligthly weathered or altered : poor
severely weathered, aftered, or open.
Nilai RSR untuk tiap seksi terowongan
diperoleh dengan menjumlahkan bobot nilai angka untuk tiap parameter.
RSR = A + B + C, dengan nilai maksimum
100. RSR mencerminkan kualitas massa
batuan dengan kebutuhan akan penyangga.
Jilka digunakan tunnel boilng machine (TBM) untuk menggantikan metode penggalian
dengan pemboran dan peledakan, maka RSR harus dikoreksi dengan menggunakan Adjustment Factor (AF) untuk berbagai
diameter terowongan sebagai berikut :
diameter 9,15 m : AF = 1,058
diameter 8 m : AF = 1,127
diameter 7,63 m : AF = 1,135
diameter 7 m : AF = 1,150
diameter 6,10 m : AF = 11,168
diameter 6 m : AF = 1,171
diameter 5 m : AF = 1,183
diameter 4,58 m : AF = 1,180
diameter 14 m : AF = 1,192
diameter 3,05 m : AF =1,200
Model prediksi RSR dikembangkan terutama
untuk penyangga steel rib. Data yang kurang telah tersedia untuk menghubungkan
struktur batuan dan penyangga rock bolt atau shotcrete. Bagaimanapun juga,
penaksiran kebutuhan rock bolt dibuat dengan menganggap rock load terhadap kuat
tarik dari bolt. Diberikan hubungan untuk diameter rock bolt 25 mm dengan beban
kerja 24.000 lb :
Spacing
(ft) = 24 / W
dengan w adalah beban batuan dalam 1000
Ib/ft2.
Tidak ada koreksi yang dapat ditemukan antara
kondisi geologi dan persyaratan shotcrete, sehingga hubungan empiris di bawah
ini disarankan :
t = 1 + W / 1,25 atau t = D (65-RSR/150)
dengan :
f = tebal shotcrete
(inch)
W = beban batuan, Ib/ft2
D = diameter
terowongan, ft
Gambar 8.3 memperlihatkan kurva untuk menentukan sistem ground‑support
tipikal berdasarkan prediksi RSR yang menyangkut kualitas massa batuan sampai arah penggalian terowongan.
Kurva ini dapat digunakan untuk bentuk
terowongan bulat atau tapal kuda.
Konsep RSR adalah metode yang sangat berguna untuk memilih penyangga
steel rib untuk terowongan batuan. Konsep RSR tidak direkomendasikan untuk memilih
penyangga rock bolt atau shotcrete.
Gambar 8.13
Konsep RSR :
Kurva
penyangga untuk terowongan berdiameter 7,3 m
8.6. Klasifikasi Geomekanika (SISTEM RMR)
Sistem RMR menggunakan enam parameter
untuk mengklasifikasikan massa batuan, yaitu :
a. Uniaxial compressive strength of
rock material.
b. Rock Quality Designation (RQD).
c. Spacing of discontinuities.
d. Condition of discontinuities.
e. Groundwater conditions.
f. Orientation of discontinuities.
Karena parameter tersebut dapat
diperoleh dari lubang bor, penyelidikan di lapangan baik di permukaan maupun di
bawah tanah.
Ada enam langkah dalam menggunakan
klasifikasi geomekanika (sistem RMR):
a. Langkah pertama
adalah dengan menghitung rating total dari lima parameter yang terdapat di dalam Tabel
8.8 sesuai dengan kondisi lapangan yang sebenarnya.
Tabel 8.8. Parameter klasifikasi dan Rating nya
Parameter
|
Ranges of
Values
|
1
|
Strength of intact rock material
|
Popint-load strength index (Mpa)
|
> 10
|
4-10
|
2-4
|
1-2
|
For this low range, uniaxial compressive test is
preferred
|
Uniaxial compressive strength
|
> 250
|
100-250
|
50-100
|
25-50
|
5-25
|
1-5
|
< 1
|
Rating
|
15
|
12
|
7
|
4
|
2
|
1
|
0
|
2
|
Drill core quality
|
90-100
|
75-90
|
50-75
|
25-50
|
< 25
|
|
Rating
|
20
|
17
|
13
|
8
|
|
Spacing of discontinuities
|
> 2 m
|
0.6-2 m
|
200-600 m
|
60-200 mm
|
< 60 m
|
|
Rating
|
20
|
15
|
10
|
8
|
0
|
Condition of discontinuities
|
Very rough surfaces not continous
No separation
Unweathered wall rock
|
Sligthly rough surfaces Separation < 1 mm
Sligtly weathered walls
|
Sligthly rough surfaces Separation < 1 mm
Sligtly weathered walls
|
Slickensided surfaces or Gouge < 5 mm thick or
Separation 1-5 mm Continous
|
|
|
Rating
|
30
|
25
|
20
|
10
|
0
|
|
Ground water
|
Inflow per 10 m Tunnel length (L/min)
|
None
|
< 10
|
10-25
|
25-125
|
> 25
|
|
Ratio
|
Joint water pressure
|
0
|
< 0.1
|
0.1-0.2
|
0.2-0.5
|
> 0.5
|
|
Major principal stress
|
|
|
General conditions
|
Completely dry
|
Damp
|
Wet
|
Dripping
|
Flowing
|
|
Rating
|
15
|
10
|
7
|
4
|
0
|
b. Langkah kedua adalah menilai
kedudukan sumbu terowongan terhadap jurus (strike)
dan kemiringan (dip) bidang‑bidang
diskontinuitas seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 8.9.
Tabel 8.9. Efek orientasi jurus dan
kemiringan diskontinuitas di dalam penerowongan
Strike Perpendicular to Tunnel axis
|
Drive with Dip
|
Drive agiants Dip
|
Dip 45‑90
|
Dip 45‑90
|
Dip 45‑90
|
Dip 20‑45
|
Very favorable
|
Favorable
|
Fair
|
Unfavorable
|
|
|
|
|
Strike Parallel to Tunnel Axis
|
|
Irrespective of Strike
|
Dip 20‑45
|
Dip 45‑90
|
|
Dip 0‑20
|
Fair
|
Very unfavorable
|
|
Fair
|
a Modified aftler Wicckman et al.
(1972)
c. Langkah ketiga, setelah menentukan
kedudukan sumbul terowongan terhadap jurus dan kemiringan bidang‑bidang
diskontinuitas, maka ratingnya ditetapkan berdasarkan Tabel 8.10. Langkah ini
disebut juga sebagai penyesuaian rating (rating
adjustment).
Tabe18.10. Penyesuaian rating untuk orientasi
bidang‑bidang diskontinuitas
Strike and Dip Orientation of Discontinuities
|
Very Favorable
|
Favorable
|
Fair
|
Unfavorable
|
Very Unfavorable
|
Headings
|
Tunnel and mines
|
0
|
-2
|
-5
|
-10
|
-12
|
Poundations
|
0
|
-2
|
-7
|
-15
|
-25
|
Stopes
|
0
|
-5
|
-25
|
-50
|
-60
|
d. Langkah keempat adalah menjumlahkan
rating yang didapat dari langkah pertama dengan rating yang didapatkan dari
langkah ketiga sehingga didapatkan rating total sesudah penyesuaian. Dari
rating total ini dapat diketahui kelas dari massa batuan berdasarkan Tabel 8.11.
Tabel 8.11. Kelas massa batuan yang
ditentukan dari rating total
Rating
|
100←81
|
80←61
|
60←41
|
40←21
|
< 20
|
Class on
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
Description
|
Very good rock
|
Good rock
|
Fair Rock
|
Poor rock
|
Very poor rock
|
e. Langkah
kelima, setelah kelas massa batuan diketahui
maka dapat diketahui stand‑up lime dari massa
batuan tersebut dengan span tertentu
serta kohesi dan sudut geser dalamnya seperti diperlihatkan oleh Tabel 8.12.
Tabel 8.12. Arti dari kelas massa batuan.
Class no.
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
Average stand‑uptime
|
20 yr for-15 m span
|
1 wk for-10 m span
|
1 wk for-5 span
|
1 hror-2.5 m span
|
30 min for 1 m span
|
Cohesion of the rock mass (kPa)
|
> 400
|
300-400
|
200-300
|
100-200
|
< 100
|
Friction angle of the rock mass
(deg)
|
> 45
|
35-45
|
25-35
|
15-25
|
< 15
|
Bieniawski (1976) memberikan hubungan
antara waktu stabil tanpa penyangga (stand-up time) dengan span untuk berbagai
kelas massa
batuan menurut klasifikasi geomekanika seperti diperlihatkan oleh Gambar 8.4.
Hubungan ini sangat penting sekali
diketahui pada saat penggalian teroeongan.
Gambar 8.4. Hubungan antara stand-up time dengan span untuk berbagai
kelas massa
batuan
f. Berdassarkan
pada Klasifikasi Geomekanika ini, Bieniawski memberikan petunjuk untuk,
penggalian dan penyangaan terowongan batuan dalam hubungan dengan sistem RMR
seperti diperlihatkan di Tabel 8.13.
Petunjuk ini hanya berlaku untuk terowongan di batuan dengan lebar
10 m, berbentuk tapal kuda (horseshoe),
tegangan vertikal lebih kecil dari 25 MPa, serta metode penggalian dengan
pemboran dan peledakan.
Tabe1 8.13. Petunjuk untuk penggalian dan penyangga terowongan batuan denga
sistem
RMR
Rock Mass Class
|
Excavation
|
Support
|
Rock bolts (20 mm Dia, fully Grouted)
|
Shotcret
|
Steel Sets
|
Very good rock
1
RMR: 81-100
|
Full face
3 m advance
|
Generally, no support requiredexcept for occasional
spot bolting
|
Good rock
II
RMR : 61‑80
|
Full face
1.0 ‑1.5 m advance Complete support 20 m from face
|
Locally bolts in crown 3m long, spaced 2.5 m, with
occasional mesh
|
50 mm in crown where require
|
None
|
Fair Rock
III
RMR : 41‑60
|
Top heading and bench
1.5‑3 m advance in
Top heading
Commence support 10 m from face
|
Systematic bolts 4 m long, spaced 1.5-2 m in crown and walls
with
|
50‑100 mm in crown and 30 mm in sides
|
None
|
Poor Rock
IV
RMR : 21‑40
|
Top heading and bench
1.0‑1.5 m advance in
Top heading. Install support in crown Concuratently
with Excavation 10 m from face
|
Systematic bolts 4-5 m long, spaced 1-1.5 m and wall with
wire mash
|
100‑150 mm in crown and 100 mm in sides
|
Light to medium ribs spaced 1.5 m where RMR : required
|
Very Poor Rock
V
RMR : < 20
|
Multiple drifts long, spaced 1-1.5 m heading. Install
support concuratently with Excavation. Shotcrete As soon as possible after
blasting
|
Systematic bolts 4 m long, spaced 1.5-2 m in crown and walls
with wire mesh. Bolt invert
|
150‑200 mm in crown and 150 mm in sides, and 50 mm on face
|
Medium to heavy ribs spaced 0.75 m with steel laging
and forepolling if required. Close invert
|
a
Shape: horseshoe: width: 10 m Vertical stress < 25 Mpa; construction:
drilling and
blasting
Gambar
8.5. memperlihatkan formulir data masukan yang akan digunakan pada saat
penyelidikan di lapangan untuk klasifikasi massa batuan.
Gambar
8.5. Formulir data masukan untuk klasifikasi massa batuan
8.7. KLASIF1KAS1 SISTEM Q.
Klasifikasi massa
batuan dengan sistem Q didasarkan pada penilaian numersk dari kualitas massa batuan dengan
menggunakan enam parameter yang berbeda
a. RQD.
b. Number of joint sets.
c. Roughness of the most unfavorable
joint or discontinuity.
d. Degree of alternation or filling a
long the weakest joint.
e. Water inflow.
f. Stress condition.
Keenam persamaan ini dikelompokkan
kedalam tiga kelompok hasil bagi untuk memberikan massa batuan Q secara total sebagai berikut:
dengan :
RQD = rock
quality designation
Jn
= joint set number
Jr
= joint roughness number
Ja
= joint alteration number
Jw
= joint water reduction number
SRF = stress
reduction factor
Kualitas batuan dapat berkisar dari Q
= 0,001 sampai Q = 1000 pada skala logaritmik kualitas massa batuan.
Prosedur Klasifikasi
Tabel 8.14 memberikan nilai numerik
dari tiap parameter klasifikasi.
Dua parameter pertama menggambarkan
struktur menyeluruh dari massa
batuan, dan perbandingan kedua parameter tersebut adalah ukuran relatif dari
blok. Perbandingan antara parameter ketiga dan keempat adalah indikator dari
kuat geser inter‑blok (dari kekar‑kekar). Parameter kelima adalah ukuran untuk
tekanan air, sedangkan parameter keenam adalah ukuran untuk:
a. Beban lepas didalam hal daerah
geseran dan batuan lempung.
b. Tegangan batuan dalam hal batuan competent.
c. Beban squeezing dan swelling di batuan incompetent plastis.
Parameter keenam ini adalah parameter
tegangan total. Perbandingan antara parameter kelima dan keenam menggambarkan
tegangan aktif (active stress).
Nilai Q dihubungkan dengan kebutuhan
penyangga terowongan dengan menetapkan dimensi ekivalen (equivalent dimension)
dari galian. Dimensi ekivalen merupakan fungsi dari ukuran dan kegunaan dari
galian, didapat dengan membagi span, diameter atau tinggi dinding galian dengan
harga yang disebut Excavation Support Ratio (ESR).
Tabel 8.15 memperlihatkan harga ESR untuk
berbagai lubang bukaan bawah tanah serta tingkat keamanan yang dikehendaki.
Tabel 8.14. Deskripsi Sistem Q dan Rating‑nya
Parameter RQD, Jn, Jr, Ja, SRF, Jw.
|
Rock Quality Designation (RQD)
|
very poor
Fair
Fair
Good
Excellent
|
0-25
25-50
50-75
75-90
90-100
|
Note:
|
(1)Where RQD is reported or measured as ≤ 10
(including 0), a nominal value of 10 is used to evaluate Q in equation (5.1).
(ii) RQD intervals of 5, i.e., 100,95,90,, etc
are sufficiently accurate.
|
Massive, none or few joints
One joint set
One joint set plus random
Two joint sets
Two joint sets plus random
Three joint sets plus random
Four or more joint sets, random, heavly jointed
“sugar cube” etc.
Crush rock, earthlike
|
Joint set number Jn
0.5‑1.0
2
3
4
6
9
12
15
20
|
Note :
(i) For intersection, use (3.0 x Jn)
(ii) For portals, use (2.0 xJn)
|
(a) Rock wall contact joint
(b) Rock wall contact before 10‑cm shear
Discontinuos joint Rough or irreguler, undulating
|
Joint Rughness Number Jr
4
3
|
Note :
(i) Add 1.0 if the mean spacing of the relevant joint
set is greater than 3 m
|
Smooth, Undulating
Slickensided, Undulating rough or irreguler, planal
Smooth planar
Slickensided
|
2.0
1.5
1.5
1.0 b
0.5
|
Note :
(ii) Jr =0.5 can be used for planer
slickensided joints having 1
lineations, provided the lineations are favorably
orientied
(iii) Descriptions B to G refer to small‑scale
features and intermediate‑scales features, in that order.
|
(c) No rock wall con tact when sheared
Zone containing clay minerals thisc:k enough to
prevent rock wall contact sandy, gravelly, or crushed zone thick enuogh to
prevent rock wall contact
|
1.0 b
1.0 b
|
|
(a) rock wall contact
|
Joint Alteration Number Ja
|
fr (approx)
|
A.Tightly healed, hard, nonsoftening impermeable filling,
i.e., quartz oe epidote
|
0.75
|
|
B. Unaltered joint walls, surface
staining only
|
1.0
|
25-350
|
C. Slightly altered joint walss. Nonsoftening mineral
coatings, sandy particles, clay free disintegrated rock, etc
|
2.0
|
25-300
|
D.Silty or ssandy clay coatings, small clay Fraction
(nonsoftening)
|
3.0
|
20-250
|
E. Softening or low‑friction clay mineral coatings, i.e., kalinite, mica. Also chlorite, talc, gypsum, and graphite, etc., and small quantitlies of
sweliing, clays discotinuous)
(b) Rock wall contact before 1 ‑21‑mrn shear
|
4.0
|
8-160
|
F. Sandy particles, clay free disintegarated rock,
etc.
|
4.0
|
25-350
|
G.Strongly over consolidatetd, nonsoftening clay
mineral fillings (continuous, < 5 mm in thickness).
|
6.0
|
16-240
|
H. Medium or low over‑consolidaition softening, clay
mineral fillings. (Continuous, < 5 mm in thickness).
|
8.0
|
12-160
|
J. Swelling clay fillings, i.e., montmorillonite
(continuous, < mm in thickness). Value of Ja depends on
percentage of swelling clay sized particles, and access to water, etc.
(c) No rock wall, contact when sheared.
|
8.0-12.0
|
6-120
|
K.Zones or bands of disintegrated or crushed rock and clay
(see G., H., J. for description or of clay condition).
|
6.0, 8.0 or 8.0-12.0
|
6-240
|
L.Zones or bands of silty or sandy clay, small clay
fraction (nonsoftening).
|
5.0
|
|
M.Thick, continuous zones or bands of clay (see G.,
H., J. for description of clay condition),
Note :
(1) Values of f, are intended as an approximate guide to
mineralogical properties of the alteration products, if present properties of the alteration roducts, if
present
|
10.0, 13.0 or 13.0-20.0
|
6-240
|
|
Stress Reduction Factor (SRF)
|
(a) Weakness zones intersecting excavation, which may
cause loosening of rock mass when tunnel is excavated.
Multiple occurr, zones of weakness zones containing clay or chemically disintegrated rock,
very loose surrounding rock (any depth)
|
10.0
|
Note
(i) Reduce these SRF value by 25‑50% if the relevant shear
zones only influence but do not intersect the excavation
|
B. Single‑weakness zones containing day or chemically
disintegrated rock (depth of excavation ≤ 50 m)
|
5.0
|
|
C. Single‑weakness zones containing clay or chemically
disintegrated rock (depth of
excavation > 50m).
|
2.5
|
|
D. Multiple‑shear zones in competent rack (clay free), loose surrounding rock (any
depth)
|
7.5
|
|
E. Single‑shear zones in competent rock (clay free),
(depth of excavation ≤ 50m).
|
5.0
|
|
F. Single‑shear zones in competent rock (clay free),
(depth of excavation > 50m).
|
2.5
|
|
G. Loose open joints, heavily jointed or “sugar”, cube
etc (any depth).
(b)
Competent rock, rock stress problems
|
5.0
|
|
H. Low stress, near surface
sc/s1 st/s1
> 200
>13
|
2.5
|
(ii) For strongly anisotropic stress field (if
measured):
when 5 ≤ sc/s1
≤ 10, reduce sc, and st to 0.8 sc, and 0.8 st when sc/s1 > 10, reduce sc and st to
0.6 sc, and 0.6 st (where sc = unconfined
structure (ussually favorable to compressive strenght, st =tensile strenght (point load), s1 and s3 =major and minor
principal stresses)
|
J. Medium stress
200-10 130-0.66
|
|
K. High‑stress, very tight
structure (ussually favorable to stability, may be
unfavorable to wall stability)
10-5 0.66-0.33
|
0.5-2.0
|
L. Mild rock burst (massive rock)
5-2.5 0.33-0.16
|
5-10
|
|
M. Heavy rock burst (massive rock)
<2.5 <0.16
(c)
Squeezing rock: plastic flow of incompetent rock under the influence of high
rock pressures
|
10-2-0
|
|
N. Mild squeezing rock pressure
|
5-10
|
|
0. Heavy squeezing rock pressure
(d) Swelling
rock:chemical swelling activity depending on presence of water
|
10-20
|
(iii) Few case records available where depth of crown
below surface is less than span width. Suggets SRF increase from 2.5 to 5 for
such cases (see H)
|
P. Mild swelling rock pressure
|
5-10
|
|
R. Heavy swelling rock pressure
|
10-15
|
|
|
Joint Water Reduction Factor Jw
|
|
Jw
|
Approximate water Pressure (kg/m2)
|
|
A. Dry excavations or minor inflow, i,e.:
|
1.0
|
<1
|
Note :
(i) Factors C‑F crude estimates. Increase Jw if
drainage measure are installed.
|
B. 5L/min locally Medium inflow or pressure occasional
outwash of joint fillings.
|
0.66
|
1.0-2.5
|
C. Large inflow or high pressure in competent rock
with unfilled joints 0 5
|
0.5
|
2.5-10.0
|
(ii) Special problems caused by ice formation are not
considered.
|
D. Large inflow or high pressure,considerable outwash
of jont fillings
|
0.33
|
2.5-10.0
|
|
E. Exeptionally high inflow or water. pressure at
blasfing, decaying with time
|
0.2-0.1
|
> 10.0
|
|
F. Exeptionally high inflow or water pressure
continuing without noticeable decay.
|
0.1-0.05
|
>10.0
|
|
a Affer Barton et al. (1974).
b Norninal
Tabel 8.15. Harga ESR.
Excavation Category
|
ESR
|
No. of Cases
|
A. Temporary mine openings
|
3-5
|
2
|
B. Vertical shafts;
Circular
section
Recatanguler/square section
|
2.5
2.0
|
|
C. Permanent mine openings, water
tunnels for hydropower (excludinghigh‑presssure Penstock), pilot tunnels,
drifts, and headings for large excavations
|
1.6
|
83
|
D. Storage caverns, water treatment paints minor
highway and railroad tunnies, surge chambers, acces tunnels.
|
1.3
|
25
|
E. Power stations, major highway or
railroad tunnels, civil defense
chambers, portals, intersections.
|
1.0
|
73
|
F. Underground
nuclear power stations,railroad stations,
factories.
|
0.8
|
2
|
Hubungan antara indek Q dan dimensi
ekivalen dapat menentukan ukuran penyangga yang sesuai seperti diperlihatkan
oleh Gambar 8.6. Barton dan kawan-kawan (1974)
menyediakan kategori penyangga sebanyak 38 buah yang memenuhi syarat untuk penyangga
permanen seperti diberikan oleh Tabel 8.16 sampai Tabel 8.20.
Untuk menentukan penyangga sementara
(temporary support), indeks Q ditambah menjadi 5 Q atau ESR ditambah menjadi 1,5
ESR.
Harus dicatat bahwa panjang baut
batuan (rock bolt) tidak ditentukan di dalam Tabel 8.16, tetapi panjang baut
tersebut (L) ditentukan dari persamaan :
dengan B adalah lebar lubang bukaan.
Jika jumlah joint set kurang dari tiga, persamaan
tersebut menjadi :
Proof = 2/3 Jn1/2
Jr-1 Q-1/3
Walaupun sistem Q melibatkan sembilan kelas massa batuan dan 38
kategori penyangga, ini tidak terlalu rumit.
Beberapa pemakai sistem Q menggarisbawahi bahwa skala
logaritma terbuka Q bervariasi dari 0,001 sampai 1000 yang dapat meyebabkan
kesuliatan. Akan lebih mudah
dengan menggunakan skala linier sampai dengan 100.
Gambar 8.6. Hubungan antara dimensi ekivalen dengan
kualitas massa batuan
(Barton dkk, 1974)
Tabel 8.16. Sistem Q : Ukuran penyangga untuk kisar Q
dari 10 sampai 1000 a
Support Category
|
Q
|
Conditional
Factors
|
Span
/ESR
(m)
|
Pb
(kg/cm2)
|
Span
/ESR
(m)
|
Type of Support
|
Notes (Table 5.6)
|
RQD/Jn
|
Jr/Jn
|
1c
|
1000-400
|
|
|
< 0.01
|
20-40
|
sb(utg)
|
|
|
2 c
|
1000-400
|
|
|
< 0.01
|
30-60
|
sb(utg)
|
|
|
3 c
|
1000-400
|
|
|
< 0.01
|
46-80
|
sb(utg)
|
|
|
4 c
|
1000-400
|
|
|
< 0.01
|
65-100
|
sb(utg)
|
|
|
5 c
|
400-100
|
|
|
0.05
|
12-30
|
sb(utg)
|
|
|
6 c
|
400-100
|
|
|
0.05
|
19-45
|
sb(utg)
|
|
|
7 c
|
400-100
|
|
|
0.05
|
30-65
|
sb(utg)
|
|
|
8 c
|
400-100
|
|
|
0.25
|
48-88
|
sb(utg)
|
|
|
9 c
|
100-40
|
≥ 20
< 20
|
0.25
|
8.5-19
|
sb(utg)
B(utg) 2.5-3m
|
|
|
10 c
|
100-40
|
≥ 30
< 30
|
0.25
|
14-30
|
B(utg) 2-3m
B(utg) 1.5-2m
+clm
|
|
|
11 c
|
100-40
|
≥ 30
< 30
|
0.25
|
23-48
|
B(tg)
2-3m
B(tg)
1.5-2m
+clm
|
|
|
12 c
|
100-40
|
≥ 30
< 30
|
0.25
|
40-72
|
B(tg)
2-3m
B(tg)
1.5-2m +clm
|
|
|
13
|
40-10
|
≥ 10
≥ 10
< 10
< 10
|
≥ 1.5
< 1.5
≥ 1.5
|
|
0.5
|
|
sb(utg)
B(utg) 1.5-2m
B(utg) 1.5-2m
B(utg)
1.5-2m+
S(mr)
5-10cm
|
I
I
I
I
|
14
|
40-10
|
≥ 10
< 10
|
|
≥ 15
≥ 15
< 1.5
|
0.5
|
9-23
|
B(tg)
1.5-2m+clm
B(tg)
1.5-2m +S(mr) 5-10cm
B(utg)
1.5m+ clm
|
I,
II
I,
II
I,
III
|
15
|
40-10
|
> 10
≤ 10
|
|
|
0.5
|
15-40
|
B(tg)
1.5-2m+clm
B(tg)
1.5-2m +S(mr) 5-10cm
|
I,
II, IV
I,
II, IV
|
16c,d
|
40-10
|
> 15
≤ 15
|
|
|
0.5
|
30-65
|
B(tg)
1.5-2m+clm
B(tg)
1.5-2m +S(mr) 10-15cm
|
I,
V, VI
I,
V, VI
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
a After Barton et.al., (1974)
b Approx
c Original
authors estimates of support. Insufficient case records available for reliable
estimation of support requirements. The types of support to be used in
categories 1-8 will depend on the blasting technique, smooth blasting, and
through may remove the need for support, Rough-wall blasting may results in the
need for single applications of shotcrete, especially where the excavation
height is > 25 m. Future case records should differentiate categories 1-8 m
Key : sb = spot bolting, B = systhematic nolting, (utg) = untensioned, grouted;
(tg) = tensioned expanding-shell type for competent rock masses, grouted
post-tensioned in very poor quality rock masses; S = shotcrete; (mr) =
mesh-reinforced; clm = chain-link mesh; CCA = cast concrete arch; (sr) =
steel-reinforced. Bolt spacings are given in meters (m). Shotcrete or cast
concrete arch thickness is given in centimeter (cm).
d
See note XII Table 5.6.
Tabel 8.17.
Sistem Q : Ukuran penyangga untuk kisar Q dari 1 sampai 10 a
Support Category
|
Q
|
Conditional
Factors
|
Span
/ESR
(m)
|
Pb
(kg/cm2)
|
Span
/ESR
(m)
|
Type of Support
|
Notes (Table 5.6)
|
RQD/Jn
|
Jr/Jn
|
17
|
10-4
|
> 30
≥ 10, ≤ 30
< 10
< 10
|
|
≥ 6
< 6
|
1.0
|
3.5-9
|
sb(utg)
B(utg) 1-1.5m
B(utg) 1-1.5m+S 2-3 cm
S(2-3)
cm
|
I
I
I
I
|
18
|
10-4
|
> 5
> 5
≤ 5
≤ 5
|
|
≥ 10
< 10
≥ 10
< 10
|
1.0
|
7-15
|
B(tg)
1-1.5m+clm
B(utg)
1-1.5m+clm
B(tg)
1-1.5m+ S 2-3 cm
B(utg)
1-1.5m+ S 2-3cm
|
I,
III
I
I,
III
I
|
19
|
10-4
|
|
|
≥ 20
< 20
|
1.0
|
12-29
|
B(tg)
1-2m +S(mr) 10-15cm
B(tg)
1-1.5m +S(mr) 5-10cm
|
I, II, IV
I, II
|
20c
|
10-4
|
|
|
≥ 35
< 35
|
1.0
|
24-52
|
B(tg)
1-2m +S(mr) 20-25cm
B(tg)
1-1.5m +S(mr) 10-120cm
|
I, V, VI
I, II, IV
|
21
|
4-1
|
≥ 12.5
< 12.5
|
≤ 0.75
< 0.75
> 0.75
|
|
1.5
|
2.1-6.5
|
B(utg)
1m+ S 2-3 cm
S
2.5-5 cm
B(utg)
1 m
|
I
I
I
|
22
|
4-1
|
> 10, < 30
≤ 10
< 30
≥ 30
|
> 1.0
> 1.0
≤ 1.0
|
|
1.5
|
4.5-11.5
|
B(utg)
1m+ clm
S
2.5-7.5 cm
B(utg)
1 m +S(mr) 2.5-5cm
B(utg)
1 m
|
I
I
I
I
|
23
|
4-1
|
|
|
≥ 15
< 15
|
1.5
|
8-24
|
B(tg)
1-1.5 m +S(mr) 10-15cm
B(utg)
1-1.5 m +S(mr) 5-10cm
|
I,II,IV,VI
I
|
24 c,d
|
4-1
|
|
|
≥ 30
< 30
|
1.5
|
18-46
|
B(tg)
1-1.5 m +S(mr) 15-30cm
B(tg)
1-1.5 m+S(mr) 10-15cm
|
I,V,VI
I,II,IV
|
a After Barton et.al., (1974)
b Approx
c See note XII in Table 5.6
d
See footnote c in Table 5.2
Tabel
8.18. Sistem Q : Ukuran penyangga untuk kisar Q dari 0,0 sampai 1,0 a
Support Category
|
Q
|
Conditional
Factors
|
Span
/ESR
(m)
|
Pb
(kg/cm2)
|
Span
/ESR
(m)
|
Type of Support
|
Notes (Table 5.6)
|
RQD/Jn
|
Jr/Jn
|
25
|
1.0-0.4
|
> 10
≤ 10
|
> 0.5
> 0.5
≤ 0.5
|
|
2.25
|
1.5-4.2
|
B(utg)
1m+mr or clm
B(utg)
1m+S (mr) 5 cm B(tg) 1m+S (mr) 5 cm
|
I
I
I
|
26
|
1.0-0.4
|
|
|
|
2.25
|
3.2-7.5
|
B(tg)
1m+S (mr) 5-7.5 cm
B(utg)
1m+S 2.5-5 cm
|
VIII,X,XI
I,
IX
|
27
|
1.0-0.4
|
|
≥ 12
< 12
> 12
< 12
|
|
2.25
|
6-18
|
B(tg)
1m+S (mr)7.5-10cm
B(utg)
1m+S (mr) 5-7.5 cm
CCA
20-40 cm + B (tg) 1m
S
(mr) 10-20 cm + B (tg) 1m
|
I,
IX
I,
IX
VIII,X,XI
VIII,X,XI
|
28d
|
1.0-0.4
|
|
≥ 30
≥ 20, < 30
< 20
|
|
3.0
|
15-38
|
B(tg)
1m+S (mr)30-40cm
B(tg)
1m+S (mr)20-30cm
B(tg)
1m+S (mr)15-20cm
CCA
(sr) 20-100 cm + B (tg) 1m
|
I,IV,V,IX
I,IV,V,IX
I,II,IX
Iv,VIII,X,XI
|
29
|
0.4-0.1
|
> 5
≤ 5
|
> 0.25
> 0.25
≤ 0.25
|
|
3.0
|
1.0-3.1
|
B(tg)
1m+S 2-3 cm
B(utg)
1m+S (mr) 5 cm B(tg) 1m+S (mr) 5 cm
|
|
30
|
0.4-0.1
|
≥ 5
< 5
|
|
|
3.0
|
2.2-6
|
B(tg)
1m+S 2.5-5 cm
S
(mr) 5-7.5 cm
B(tg)
1m+S (mr)5-7.5 cm
|
IX
IX
VIII,X,XI
|
31
|
0.4-0.1
|
> 4
≤ 4, ≥1.5
< 1.5
|
|
|
3.0
|
4-14.5
|
B(tg)
1m+S 5-12.5 cm
S
(mr) 7.5-25 cm
CCA 20-40 cm +B(tg)1m
CCA (sr) 30-50 cm + B (tg) 1m
|
IX
IX
IX,X
VIII,X,XI
|
31 d
|
0.4-0.1
|
|
|
≥ 20
< 20
|
3.0
|
11-34
|
B(tg)
1m+S (mr)40-60cm
B(tg)
1m+S (mr)20-40cm
|
II,IV,IX,XI
II,IV,IX,XI
|
a After Barton et.al., (1974)
b Approx
c For key, refer to Table 5.2,
footnote c
d
See note XII in Table 5.6
Tabel 8.19. Sistem Q : Ukuran penyangga untuk kisar Q
dari 0,001 sampai 0,1 a
Support Category
|
Q
|
Conditional
Factors
|
Span
/ESR
(m)
|
Pb
(kg/cm2)
|
Span
/ESR
(m)
|
Type of Support
|
Notes (Table 5.6)
|
RQD/Jn
|
Jr/Jn
|
33
|
0.1-0.01
|
≥ 2
< 2
|
|
|
6
|
1.0-3.9
|
B(tg)1m+S
(mr) 2.5-5 cm
S
(mr) 5-10 cm
S
(mr) 7.5-15 cm
|
IX
IX
VII,
X
|
34
|
0.1-0.01
|
≥ 2
< 2
|
≥ 0.25
≥ 0.25
< 0.25
|
|
6
|
2.0-11
|
B(tg)1m+S
(mr) 5-7.5 cm
S
(mr) 7.5-15 cm
S
(mr) 15-25 cm
CCA
(sr) 20-60 cm + B(tg)1m
|
IX
IX
IX
VIII,X,XI
|
35 d
|
0.1-0.01
|
|
|
≥ 15
≥ 15
< 15
< 15
|
6
|
6.2-28
|
B(tg)1m+S
(mr)30-100cm
CCA
(sr) 60-200 cm + B(tg)1m
B(tg)1m+S
(mr)20-75cm
CCA
(sr) 40-150 cm + B(tg)1m
|
II,IX,XI
VIII,X,XI,II
IX,X,III
VIII,X,XI,III
|
36
|
0.01-0.001
|
|
|
|
12
|
1.0-2.0
|
S
(mr) 10-20 cm
S
(mr) 10-20 cm + B(tg)0.5-1.0m
|
IX
VII,X,XI
|
37
|
0.01-0.001
|
|
|
|
12
|
1.0-6.5
|
S
(mr) 20-60 cm
S
(mr) 20-60 cm + B(tg)0.5-1.0m
|
IX
VII,X,XI
|
38 d
|
0.01-0.001
|
|
|
≥ 10
≥ 10
< 10
< 10
|
12
|
4.0-20
|
CCA (sr) 100-300 cm CCA (sr) 100-300 cm + B(tg)1m
S
(mr) 70-200 cm
S
(mr) 70-200 cm
|
IX
VIII,X,II,XI
IX
VIII,X,III,XI
|
a After Barton et.al., (1974)
b Approx
c For key, refer to Table 5.2,
footnote c
d
See note XII in Table 5.6
e
See note XIII in Table 5.6
Tabel 8.20. Sistem Q: Ukuran penyangga ‑
Catatan tambahan
I. For cases of heavy rock bursting or “popping”
tensioned bolts with enlarged bearing plates often used, with spacing of
about 1 m (occasionally down to 0.8 m) Final support when'popping"
activiy ceases.
II. Several bolt lenghts often used in same excavation,
i…, 3, 5 and 7 m.
III. Several bolt lenghts often use in same excavation, i.e.,
2, 3 and 4 m.
IV. Tensioned cable anchors often used to supplement bolt
ssuppor presssures. Typical spacing 2‑4 m.
V. Several bolt lenghhts often used in same excavation.
VI. Tensioned cable anchors often ussed to supplement bolt
supportmpressures.Typical spacing 4‑6 m.
VII. Several of the older‑generation power stations in this
category employ systematic or spot bolting with areaa of chain‑link mesh, and
free‑span concrete arch roof (25‑40 cm) as permanent support.
VIII. Cases involving swelling, e.g., montmorillonite clay
(with access of water). Room for expansion behind the support is used in
cases of heavy swelling. Drainage measures used where possible.
IX. Cases not onvolving swelling clay or squeezing rock.
X. Cases invoving squeezurig rock, heavy rigid support is
generally used as permanent support.
XI. According to the authors (Barton et al, experience, in
cases of swellling or squeezing, the temporary support required before
concrete (or shoterete) arches are formed may consist of bolting tensioned
shell expansioned type) if the value of RQD/Jn is sufficiently high (ie,
>1.5), poosibly combined with shotcrete. If the rock mass is very heavily
jointed or crushed (i.e., RQD/Jn, 1.5, for example, a”sugar cube” shear zone
in quartzite) then, the temporary support may consist of up to several
applications of shotcrete. Systematic bolting (tensioned) may be added after
casting the concrete (or shotcrete) arch to reduce the uneven loading on the
concrete, but it may not be effective when RQD/Jn <1.5, or when a Ict of
clay is present, unless the bolts are grouted before tensioning. A sufficient
length of anchor in ‘these extremely poor‑quality rock masses’. Serious
oocurrences of right up to the face, possibly using a shield as temporary
shuttering. Temporary support of the working face may also be required that
the concrete arches taken right up to the face, possibly using a shield as
temporary shuttering. Temporary support of the working face may also be
required in these cases.
XII. For reasons of safety, the multiple drift method will
often be needed during excavation and supporting of roof arch. Categories 16,
20, 24,2 8, 32 , 35 ESR > 1.5 m only).
XIII. Multiple drift methhod needed during, and support of
arch, walls and floor in cases of heavy squeezing. Category 38 (span/ESR > 10 m only).
|
a After barton,
et.al., (1974)
8.8. KLASIFIKAS1 NATM
New Austrian Tunneling Method (NATM)
menonjolkan sistem klasifikasi batuan secara kualitatif yang harus
diperhitungkan di dalam konteks secara keseluruhan dari NATM. NATM adalah
pendekatan atau filosofi yang memadukan prinsip perilaku massa batuan yang mengalami beban dan
pemantauan (monitoring) unjuk laku penggalian di
bawah tanah pada saat konstruksi. Kata‑kata metode di dalam NATM sering pengertiannya
menimbulkan salah pengertian. Kenyataannya NATM tidak memberikan teknik
penggalian dan penyanggaan yang spesifik. Banyak orang percaya jika menggunakan
shotcrete dan rock bolt sebagai penyangga, mereka sudah menerapkan NATM. Ini
jauh dari kebenaran. NATM mengikut sertakan kombinasi dari berbagai cara yang
ada untuk penggalian dan penerowongan, tetapi perbedaannya adalah pemantauan
yang terus menerus dari gerakan batuan dan revisi penyangga untuk memperoleh
lining yang paling stabil dan ekonomis. Bagaimanapun juga, berbagai aspek
lainnya berhubungan juga di dalam membuat IN' AM T P01 lebih bersifat konsep
atau filosofi dibandingkan dengan hanya suatu metode. NATM dikembangkan di
Austria diantara tahun 1957 sampai tahun 1965 dan diberi nama NATM di Salzburg
tahun 1962 untuk membedakan dari pendekatan penerowongan Austria yang lama dan
tradisional. Kontributor utama dari pengembangan NATM adalah Ladislaus von
Rabcewicz, Leopold Muller dan Franz Pacher.
Yang utamanya, NATM adalah suatu
pendekatan scientific empiris, yang melibatkan pengalaman praktek vang disebut
empirical dimesioning. Ini merupakan dasar teoritis yang melibatkan hubungan antara
tegangan dan deformasi di sekililing terowongan dengan konsep kurva ground‑reaction.
Pada awalnya ini merupakan dasar teoritis yang diberikan oleh dua orang Austria,
yaitu Fenner dan Kastner.
Metode ini menggunakan instrumentasi in‑situ
dan pemantauan yang canggih dan menginterpretasikan pengukuran ini secara
scientific.
Muller (1978) menganggap NATM sebagai
suatu konsep yang mengamati prinsip‑prinsip tertentu. Walaupun ia menulis tidak
kurang dari 22 prinsip, tetapi ada 7 ciri yang paling penting yang menjadi
dasar NATM :
a. Mobilisasi dari
kekuatan massa batuan.
Kekuatan massa batuan di sekitar
terowongan dijaga sebagai komponen utama penyangga terowongan. Penyangga primer
secara langsung memungkinkan batuan itu menyangga dirinya sendiri, ini diikuti
dengan penyangga yang harus mempunyai karakteristik load deformation yang cocok
dan dipasang tepat pada waktunya.
b. Perlindungan oleh
shotcrete.
Dalam rangka menjaga kemampuan massa
batuan untuk menahan beban, lepasnya batuan dan deformasi batuan yang
berfebihan harus dikurangi sekecil mungkin. Hal ini dapat dilakukan dengan
menggunakan lapisan shotcrete yang tipis, kadang‑kadang bersama‑sama dengan
sistem yang cocok dari rock bolting, segera setelah penggalian. Sangat penting
bahwa sistem penyangga yang digunakan kontak langsung secara keseluruhan dengan
massa batuan dan mengalami deformasi bersama‑sama dengan batuan.
c. Pengukuran.
NATM membutuhkan pemasangan instrumentasi
yang cangglih pada saat shotcrete linina awal dipasang, untuk memantau
deformasi galian dan timbunan dan dari penyangga. Akan didapat informasi
mengenai kestabillan terowongan, dan memungkinkan untuk mengoptimalisasi
formasi load‑bearing ring dari lapisan batuan. Waktu penempatan penyangga
adalah sangat penting.
terowongan dan pembayaran. NATM
mengharuskan semua yang terlibat di dalam rancangan dan kontruksi proyek
terowongan untuk menerima dan mengerti pendekatan ini dan bekerja sama di dalam
pengambilan keputusan dan pemecahan masalah. Pemilik proyek, enjinir perancang,
dan kontraktor harus bekerja sama sebagai satu tim.
Di dalam praktek, klasifikasi NATM
menghubungkan kondisi massa batuan, prosedur penggalian dan kebutuhan penyangga
terowongan. Klasifikasi yang merupakan bagian dari
kontrak, dapat digunakan untuk proyek yang baru berdasarkan pengalaman
sebelumnya dan investigasi geoteknik rinci.
Contoh dari NATM berdasarkan hasil kerja
dari John (1980) diberikan pada Tabel 8.21.
Tabel 8.21. Ground Classification untuk NATM
Class
|
Ground Behaviour
|
Geomechanical indicators
|
Excavation
|
Stand upTime
(Guidelines)
|
Section
|
Round length
|
Method
|
I
|
Intact rock (freestanding)
|
The stresses around the Opening are less than the Rock
mass strength: thus, the ground is standing. Due the blasting, separations
along discontinuities are possible.For high overburden danger of popping
rock.
|
Full face
|
No limit
|
smooth blasting
|
Crown weeks
spring line‑unlimited
|
II
|
Lighttly afterbreaking
|
TensileStresses in the crown or unfavorably odentied
discontinuities together with blastig effects lead to separations
|
Full face
|
3-5 m
|
Smooth blasting
|
Crown: days Sphngline:weeks
|
III
|
After breaking to
|
Tensile stresses in the Crown lead to roof failsThat
are favored by unfavorably Ohented discontinuities. The Stresses at the
springlines Do not exceed tie mass Strength. However, afterbreaking May occur
along discontinuities,
(dueThe blasting)
|
Full face with short
round lenghts
|
Full face: 2‑4 m
|
Smooth blasting
|
Crow and springline Several hours
|
IV
|
After breaking to (formerly IIIb lighitly(formerly
squeezing
|
1) The Rock mass strength is substanstially reduced dueto
discontinuities. Thus resulting in
many after breaks; or 2) the rock mass strenght is exceeded leading to light
squeezing.
|
Heading and benching, (Heading max 45 m2)
|
Full face:
2‑3 m (Heading 2‑4 m)
|
Smooth blasting and local trimming with
Jack Hammer
|
Crown and springline:a
few hours
|
Tabel 8.21. Lanjutan
Class
|
Ground Behaviour
|
Geomechanical indicators
|
Excavation
|
Stand upTime
(Guidelines)
|
Section
|
Round length
|
Method
|
V
|
Heavly afterbreaking to squeezing
|
Due to low rock rnass strength, squeezing ground
conditions that are substantially influenced by the orientation of the
discontnuties
|
Heading and benching
(heading max. 25 M2)
|
heading: 1‑ 3 m
bench: 1‑3 m
|
Smooth blasting or excavator
|
Crown end springline time
|
VI
|
Heavly squeezing
|
After openintl the tunnel, squeezing ground is
observed oon all free surfaces: the dliscontinuities are of rninor importance
|
Heading and benching
(heading max 25 m2)
|
Heading 0.5‑15 m bench: 1‑3 m
|
Scarping of hydraulic excavator
|
Very limited stand‑up time
|
VII
|
Flowing
|
Requires special technical, e.g., chemical gruoting,
freezing, electromosis
|
Tabel 8.21. (Lanjutan)
Class
|
Support
Procedure
|
Construction Procedure
|
Principle
|
Crown
|
Springline
|
Invert
|
Face
|
I
|
Check crown for lose rock
When popping rock is Present
placement of Support after each round
|
Support against dropping Rock bolts
|
Shotcrete 0‑5 m
Bolts : cap: = 15 t
Length=2‑4m
Locally as: needed
|
Bolts.:
cap = 15 t
Length = 2‑4 m locally
|
No
|
No
|
II
|
Crown has to be supported After each
round Bolted arch in crown
|
Shotcrete support in crown
Bolts; cap = 15. T
Length=2‑4 m
One per 4‑6 m
|
Shotcrete 5-10 cm with wire fabric (3.12 kg/m2)
Bolts :
Length = 2‑4 locally
|
Shotcrete 0‑ 5 cm
|
Bolts No L 3.5 m if necessary
|
|
III
|
Shotcrete after each round: support
can be Placed in stages
|
Combined shotcrete bolted round in
crown and at springline
|
Shotcrete:5- 15 cm with wire: fabric
(3.12 kg/m2) Bolts: cap 15‑25 t Length=3‑5 m
|
Shotcrete . 5‑15 cm
Bolts: 5‑25 m
Length:3-5 One per 4‑6 m2
|
Adapt invert support to local
conditions
|
Adapt face
support to local
conditions
|
IV
|
Shotcrete alter each round
Bolts in the heading have to be
placed at least
|
Combined shotcrete- Bolted arch in
crown and springline, if necessary closed invert
|
Shotcrete: 10-15 cm with wire fabric
(3.12 kg/m2) Bolts: fully grouted
Cap
2.5 t
Length=4-6 m
One per2‑4 m2
|
sane as crown
|
Slab :
20‑30 cm
|
|
V
|
All opened sections have
To be supported
Immediately after
Opening All support
Placed after each round
|
Support ring of shoterete with
bolted arch and Steel sets
|
Locally linerplates
Shoterete : 15‑20 cm with wire
fabric (3.12 kg/m2)
Steel sets: TH21 spaced: 0.8 ‑ 2.0 m
Bolts: fully grouted
Cap = 25 t
Length=5‑7 m
One per 1‑3 m
|
Same as crown linerplates necesarry
|
Invert arch ≥ 40 cm or bolts
L. = 5‑7 m if necessary
|
Shoterete 10 cm in heading if
necessary
3‑7 cm in bench
|
VI
|
As Class V
|
Support ring of shoterete With steel
sets, including Invert arch and densely Bolted arch
|
Linerplates where necessary,
shotcrete: 20-25 cm with wire fabric.
Steel sets: TH:0.5‑1.5m
Bplts cap=25 t
L = 6‑9 m
One per 0.5-2.5 m2
|
Same as crown
|
lnvert: ≥ 50 cm Bolts:6‑9 m long if necessary
|
Shoterete
10 cm and
additionalface breasting
|
8.9. PENGGUNAAN DI DALAM TEROWONGAN
Sebagai contoh, penggunaan klasifikasi
massa batuan untuk penerowongan diambil kasus terowongan Park
River sebagai terowongan penyediaan
air di kota Hartford, Clonnecticut Amerika Serikat
(Bieniawski, 1980). Terowongan ini berfungsi untuk mengendalikan banjir, dapat
mengalihkan kelebihan air dari satu sungai ke sungai lainnya. Diameter dalam
terowongan adalah 6,7 m dengan panjang antara intake dan outlet adalah 2800 m.
Penggalian dilakukan metalui batu serpih (shale)
dan batu basalt dengan kedalaman maksimum 61 m di bawah permukaan tanah. Lokasi
terowongan berada di pusat kota
yang cukup ramai Invert terowongan di
outlet adalah 15,9 m di bawah invert di
intake, dengan kemiringan terowongan kira‑kira 0,6 %. Tebal minimum batuan
15,3 m di atas crown di outlet. Harga penawaran untuk terowongan
bervariasi dari US$ 33,37 juta untuk pemboran dan peledakan sampai US$ 23,25
juta untuk pemboran mesin dengan dinding precast
Harga satuan adalah US$ 83,03 per meter, dengan tunnel boring machine (TBM), harga penawaran pada tahun 1978.
a. Geologi Terowongan
Gambar 8.8 memperlihatkan penampang
geologi longitudinal. Batuan di sepanjang lintasan terowongan dengan kemiringan
ke arah timur adalah serpih merah/siltstone diselang selingi oleh basalt dyke dan dua daerah sesar.
Tiga daerah geologi utama dibedakan
sepanjang lintasan terowongan sebagai hasil penvelidikan awal (Blackey, 1979):
a. Daerah serpih dan basalt, meliputi 88 % dari
terowongan.
b. Daerah batuan fractured (very tblocky
and seamy), diantara stasiun 23+10 dan 31+10.
C. Daerah dua sesar, satu di dekat
stasiun 57+50 dan lainnya di antara stasiun 89+50
dan 95+50.
Perlapisan dan kekar pada umumnya
utara/sellatan, yang tegak lurus dengan sumbu terowongan (terowongan digali
dari barat ke timur). Perlapisan pada umumnya mempunyai kemiringan antara 150
dan 200, sedang kekar lebih curam lagi, antara 700 dan 900.
Kekar di serpih mempunyai permukaan kasar (rough)
dan banyak sangat tipis serta diisi oleh calcite.
Tinggi muka air tanah yang diukur
sebelum konstruksi terowongan adalah 47-58 m di atas invert terowongan.
b. Penyelidikan Geologi
Penyelidikan lapangan termasuk
pemboran inti berbagai uji di dalam lubang bor dan survai seismik. Uji di dalam
lubang bor terdiri fotografi lubang bor, pengujian tekanan air, pemasangan
pisometer, observasi lubang bor dan uji pemompaan. Inti batuan terdiri dari 29
lubang bor digunakan untuk menentukan geologi terowongan. Lubang bor ini
berdiameter 54 mm sebanyak 18 buah dan 110 mm sebanyak 11 buah. Sepuluh lubang
bor tidak sampai ke level terowongan. Semua inti difoto di lapangan segera
sesudah dikeluarkan dari core barrel dan dilog, diklasifikasikan dan diuji.
Fotografi lobang bor diiakukan di 15
lubang bor untuk menentukan orientasi diskotitinuitas dan struktur batuan.
Contoh inti dipilih dari 24 likasi di
dalam terowongan, dekat crown dan pada jarak 1 ½ diamaeter di atas crown untuk
menentukan density, kuat tekan uniaksial, kekuatan triaksial, modulus
elastisitas, Posson’s ratio, kandungan air, swelling dan slaking, kecepatan
sonik, kekuatan kekar. Hasilnya diberikan pada Tabed 8.22.
Gambar 8.8. Profil geologi dari terowongan Park River
Gambar 8. 8. (Lanjutan)
Gambar 8. 8. (Lanjutan)
Gambar 8. 8. (Lanjutan)
Tabel 8.22. Rekapitulasi sifat batuan di terowongan Park River
Batuan
|
Jumlah
Uji
|
Kuat Tekan
Uniaksial (Mpa)
|
Jumlah
Uji
|
Modulus Elastisitas (Gpa)
|
Serpih
Basalts
Batu Pasir
|
19
11
2
|
22,4-90,3
(rata-rata 53,4)
38,2-94,8
(rata-rata 70,8)
64,5-65,8
(rata-rata 65,1)
|
7
9
|
1,38-34,5
(rata-rata 14,5)
6,14-68,9
(rata-rata 31,9)
|
c. Data Masukan untuk
Klasifikasi Massa Batuan
Data masukan untuk klasifikasi massa
batuan telah dikompilasi untuk semua daerah struktur di sepanjang terowongan.
Gambar 8.9 memperlihatkan contoh pengambilan data di daerah outlet. Semua data
yang masuk ke dalam lembaran data masukan klasifikasi di dapat dari lubang bor,
termasuk informasi orientasi dan jarak (spacing)
dart diskontinuitas. Ini mungkin karena digunakannya fotografi lubang bor untuk
penambangan lubang bor, sebagai tambahan dari prosedur core logging yang biasa.
d. Rancangan
Terowongan
Tiga seksi terowongan yang berbeda
dirancang dan ditawarkan sebagai bagian dari penawaran :
1 ) Pemboran dan
peledakan dengan penguatan, ketebalan bervariasi, castin‑place linier dirancang
untuk menghadapi tiga kisar beban batuan.
2)
Penggalian dengan mesin dengan penguatan cast‑in‑place lining.
3) Penggalian
dengan mesin dengan penguatan precast lining.
Gambar 8.9. Lembar data masukan untuk daerah struktur
1(c) dari terowongan
Park River
Tabel 8.23 memberikan penyangga yang
direkomendasikan dan beban batuan yang didasarkan pada metode Terzaghi.
Rekomendasi penyangga juga disiapkan dari
sistem klasifikasi massa batuan lainnya yang diberikan pada Tabel 8.24 (Bieniawski,
1979). Kesimpulan utama yang ditarik dari tabel ini adalah metode Terzaghi,
yang merekomendasikan ukuran penyangga yang paling luas, kelihatannya berlebihan jika dibandingkan dengan rekomendasi
yang diberikan oleh ketiga klasifikasi lainnya. Hal ini disebabkan oleh tiga
hal :
1)
Rancangan dinding (lining) permarien tidak memperhitungkan
efek yang diberikan ke batuan oleh penyangga sementara, yang mungkin sudah
dapat menstabilkan struktur dari terowongan.
2)
Modifikasi metode Terzaghi yang asli oleh Deere (1970) didasarkan
pada teknologi tahun 1969.
3) Metode Terzaghi tidak dapat melihat kemampuan
batuan untuk menyangga dirinya sendiri. Metode Terzaghi digunakan sebagai deskripsi
massa secara kualitatif seperti blocky dan seamy, yang tidak menggunakan secara
penuh semua informasi kuantitatif yang tersedia dari program eksplorasi
lapangan.
Instrumentasi di terowongan direncanakan
untuk melakukan verifikasi rancangan, penggunaan rancangan selanjutnya, dan
pemantauan efek dari konstruksi.
Sepuluh seksi uji di lokasi pada berbagai
kondisi geologi telah di pilih dalam terowongan. Seksi ini terdiri dari extensometer (MPBX) yang dipasang dan
permukaan tanah, pore pressure transducer,
rock bolt load cell, titik convergence, strain gauge yang dipasang dipermukaan dan ditanam di dalam
terowongan. Pengukuran tegangan in‑situ juga dilakukan.
Tabel 8.23. Terowongan Park River : Rancangan
terowongan beban batuan dan
penyangga berdasarkan
metode Terzaghi
Rock condition
|
Length of Zone (ft)
|
Drill and blast Construction:
Diameter 26 ft
|
Machine Boring :
Diameter 24 ft
|
Rock
|
Rock
|
Load
(tsf)
|
Temporary Support
|
Permanent Lining
|
Load
(tsf)
|
Temporary Support
|
Permanent Lining
|
Best average quality: Massive, moderately Jointed
RQD>80
|
8000
|
1.1
|
11-ft bolts at 41/2 ft,
shocrete 1 in thick
|
Reinforced concrete
14 in thick plus 8-in overbreak
|
0.5
|
10-ft bolts
occasionally at 6 ft, shotcrete 2 in if needed
|
Reinforced precast liner 9 in, thick
|
Worst average quality: Very blocky, seamy RQD=40
|
800
|
2.2
|
11-ft bolts at 2 ft, shocrete 2 in thick
|
Reinforced concrete15 in thick plus 8-in overbreak
|
1.4
|
10-ft bolts
occasionally at 3-5 ft, shotcrete 2 in if needed
|
As above
|
Faultzones; completely 300 Crushed RQD = 30
|
800
|
4.8
|
W8 steel beam at 2-4 ft,
shocrete 3 in thick
|
Reinforced concrete 22 in thick plus 8-in overbreak
|
3.5
|
10-ft bolts at
3 ft, shotcrete 3 in if needed
|
As above
|
Tabel 8.24. Terowongan
Park River:
Perbandingan dari rekomendasi penyangga
Rock Conditions
|
Support System
|
Q‑ System
|
Terzaghi's Method
|
RSR Concept
|
Geomechanics Classification
|
Best Average conditions: regions 1 and 2
|
Rock load: 1.1 tsf Reinforced concrete 14 in
thick plus 8‑in overbreak Temporary: 11‑ft bolts at
41/2 ft, shotcrete 1 in.
thick
|
RSR = 76 Permanent : NAa Locally, rock
bolts in roof 10 Temporary:
None
|
RMR = 72
ft long at 8‑ft spacing plus Occasional mesh and
shotcrete 2 in.thick
|
Rock Load: 0.5 tsf Q = 20 Untensioned spot bolts 9 ft
long spaced 5‑6 t. No shotcrete or mesh
|
Worst average Conditions: sta 23+00 to 31+00
|
Rock load: 2.2 tsf Reinforced concrete 15 in
thick plus 8‑in overbreak Temporary: steel ribs:W8
ring beams at 2‑4 ft shotcrete 3 in.
|
RSR = 26
Permanent; Naa Temporary: 8W40 steel ribs at 2 ft
|
RMR = 37 Systematic bolts 12 ft long at5‑ft spacing with
wire 8 in.thick
|
Rock Load: 1.1 tsf
Q = 2.2
Untensioned systematic bolts 9 ft long at 3-ft spacing
plus at 3 ft
Primary: shotcrete 6-10 in. with mesh
|
at
3 ft
Primary:
shotcrete 6‑10 in.
with
mesh
Karena precast liner dirancang untuk
kondisi batuan yang jelek (10 % dari total panjang terowongan) tetapi telah
digunakan disepanjang terowongan, akibatnya adalah overdesign untuk sebagian besar terowongan. Maksud dari program
instrumentasi adalah untuk validitas asumsi‑asumsi rancangan dan memperhalus
perhitungan untuk rancangan yang akan datang.
e. CONTOH PROSEDUR
KLASIF1KASI
1) Item 1 : klasifikasi kondisi massa batuan
a) Terzaghi : Moderately
blocky and seamy
(RQD = ± 72 %)
b) RSR Concept:
Rockt type : soft sedimentary rock;
-
Slightly faulted and folded;
-
Parameter A = 15;
-
Spacing : moderate to blocky.,
-
Strike approximately perpendicular to tunnel axis, dip 0,200
-
Parameter B = 30;
-
Water inflow: moderate,
-
Joint conditions‑fair (moderately open, rough, and weathered):
-
For: A + B = 45, parameter C =16.
-
Therefore : RSR = 15 + 30 + 16 = 61.
c) Geomechanics Classification (RMR)
‑ Intact rock strength, sc = 50 MPa
Rating = 4;
-
Drill core quality, RQD = 55 ‑ 75 %; av 72 %
Rating = 13;
‑ Spacing of discontinuities, range 50 mm to 0.9
m
Rating: 10;
‑ Conditions of discontinuities : separation
0.8 mm to 1.1 mm, slightly weathered, rought
surfaces Rating = 25;
‑ Groundwater: dripping water, law pressure,
flow 25 ‑ 125 L/min
Rating = 4;
‑ Basic RMR : 4 + 13 + 10 + 25 + 4 =
56 without adjustment for orientation of discontinuities;
‑ Discontinuity orientation : strike
perpendicular to tunnel axis, dip 200; Fair orieritation,
adjustment: 5, adjusted RMR = 56 ‑ 5 = 51;
‑ RMR = 51, represents Calss III, fair rock
mass.
d) Q-System
- RQD = 72 % (average);
- Jn = 6, two joint sets and random;
-
Jr =
1.5, rough, planarjoints;
-
Ja =
1.0, unaltered joint walls, surface
staining only;
-
Jw = 0.5, possible large water inflow;
‑
SRF = 1.0,
medium stress, sc/s1 = 50/0.91 = 55.
‑
Q =
RQD /Jn x Jr / Ja x Ja x Jw
/ SRF = 9.0 Fair rock mass.
Rekapitulasi
Klasifikasi
Terzaghi
RSR
RMR
Q
|
Hasil
Moderately blocky and Seamy
61
51 Fair rock mass
9.01 Fair rock mass
|
2) Beban Batuan (Rock Load)
Drill and blast diameter : 7.4 m + 0.6 m over break
= 8.0 m.
Machine-bored diameter : 7.4 m
Shale density : 2660 kg/m3 (166
lb/ft3)
Method
|
Drill and Blast
|
TBM
|
Terzaghi
|
hp = 0.35C = 0.7B = 0.7 x
8.0 = 5.6 m
Rock load P = ghp
= 0.146 Mpa
(1.52 t/ft2)
|
hp = 0.45B = 3.3 m
P = 0.09 Mpa (0.9 t/ft2)
|
RSR
|
From figure 2.3, P = 0.067 Mpa
(1.2 klp/ft2)
|
TBM adjustment,
RSR = 69.5
P = 0.034 Mpa (0.7 klp/ft2)
|
RMR
|
B = 3.92 m
P = ghp
= 0.120 Mpa
|
TBM adjustment via conversion to RSR
RMR = 674
P = 0.049 Mpa
|
Q = 9
|
= 0.64 kg/cm2 = 0.0628 Mpa
= 0.52 kg/cm2 = 0.0513 Mpa
|
TBM adjustment via conversion to RSR
Q= 54
P = 0.0321 Mpa
|
Rekapitulasi
Metode
Terzaghi
RSR
RMR
Q
|
Drill and Blast
146
67
102
63
|
TBM
90
34
49
32
|
3) Item 3 : Self Supporting Span dan Maximum Span : oleh RMR dan Q Systems
Dengan menggunakan
Gambar 8.4 : span versus stand-up time
Self-supporting span
Maximum span
|
RMR = 51
2,4 m
10,5 m
|
Q = 9 (ESR = 1,6)
8 m D = 2 (1,6) x 9 0,4
|
4) Item 4 : Stand-up Time, Deformability dan nilai
c, f
Untuk RMR = 51 dan span = 8 m;
Stand-up time :
kira-kira 70 jam atau 3 hari;
Deformability, RMR = 56 (tidak disesuaikan untuk
orientasi kekar);
E = 2 RMR – 100 =
12 Gpa (1.74 x 106 psi);
c = 192 Kpa;
f
= 390 (Tabel 8.12).
5) Item 5: Rekomendasi penyangga
Terzaghi : Drill and
blast‑light to medium steel sets spaced 1.5 m. Concrete
lining.
RSR : Drill and blast‑61‑125 ribs on 2‑m centers
plus concrete lining.
RMR : Drill and blast‑systematic bolts 3.5 m long
spaced 1.5 m,
shotcrete 50 to
100 mm in roof and 30 rpm on wails, wire
mesh int crown.
Q‑System : Drill and blast‑3
m long rock bolts spaced 1.5 m and 50 mm thick
shotcrete.
6) Item 6 Tabulasi hasil dari item 1 sampai 5.
Item
|
Terzaghi
|
RSR
|
RMR
|
Q
|
Shale Quality Rock load height (m)
Rockload(kPa)
Stand‑up time Support
|
Moderately blocky and seamy
5.6
146
Ribs at 1.5 m Concrete lining
|
61
N/Aa
67
N/Aa
Ribs at 2 m Concrete
|
51
3.9
102
3d
3.5
bolts at 1.5 m, shotcrete 50 to 100 mm, wire mesh
|
9.0
N/Aa
63
N/Aa
3
bolts at 1.5 m, shotcrete 50 mm, wire mesh
|
a Not applicable.